Perusahaan Sawit di Sumsel Terlibat Karhutla, Gapki: Tindak Tegas

Konten Media Partner
8 Oktober 2019 21:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas saat berupaya memadamkan karhutla di Sumsel (foto: BPBD Sumsel)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas saat berupaya memadamkan karhutla di Sumsel (foto: BPBD Sumsel)
ADVERTISEMENT
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyegel lahan konsesi milik 8 perusahaan perkebunan di Sumatera Selatan. Hal itu dilakukan karena diduga di lahan tersebut menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sebagian besar lahan yang disegel merupakan milik perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit.
ADVERTISEMENT
Menanggapi itu, Ketua Gabungan Pengusaha Sawit Indoensia (Gapki) Sumsel, Harry Hartanto, mengatakan dari 8 perusahaan yang lahanya disegel oleh KLHK, 2 diantara tergabung sebagai anggota Gapki. Namun begitu, pihaknya mendukung upaya penegakan hukum terkait karhutla.
“Kalau benar mereka bersalah, wajar diambil tindakan. Tapi asas praduga tak bersalah tetap diperhitungkan. Harus jelas terbakar, membakar atau dibakar,” katanya, Selasa (8/10).
Menurutnya, semua perkebunan kelapa sawit harus telah dilengkapi sarana dan prasarana dalam menangani ataupun mencegah karhutla. Apalagi masalah tersebut biasanya rutin dilakukan pengecekan oleh instasi dari pemerintah setempat.
"Jika memang bersalah, penegak hukum boleh mengambil tindakan tegas bagi perusahaan tersebut. Komitmen perusahaan kelapa sawit di Sumsel sangat tegas. Semuanya sudah bersatu dengan pihak terkait untuk upaya pencegahan kebakaran lahan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, Gapki sangat mendukung penegakan hukum untuk menjerat perusahaan sawit yang tidak menjalankan aturan yang ada, diantaranya melakukan pembakaran untuk membuka lahan perkebunan.
“Bahkan jika ada dari 73 anggota Gapki Sumsel yang melakukannya, maka tidak masalah untuk ditindak,” katanya.
Meski begitu, pihaknya juga meminta kepolisian dapat melakukan penyelidikan secara mendalam mengingat beberapa kasus justru kebakaran bermula dari areal di luar konsesi.
“Misalnya, api dari luar konsesi, kemudian tidak tertanggulangi. Lalu masuk ke areal konsesi. Hal-hal semacam itu juga harus diperhitungkan," katanya. (jrs)