Konten dari Pengguna

Ada Apa dengan KPK?

Rusydi Sastrawan
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Lhokseumawe
29 Mei 2024 16:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rusydi Sastrawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
KPK sudah 4 tahun di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
KPK sudah 4 tahun di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Senin 20 Mei 2024 terjadi perubahan besar dalam sejarah Hukum Acara Pidana di Indonesia setelah Eksepsi Atas nama terdakwa Gazalba Saleh terhadap surat Dakwaan Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diterima dan dikabulkan oleh majelis Hakim dengan ketua Majelis oleh Fahzal Hendri SH.,MH, anggota Rianto Adam Pontoh SH.,M.Hum dan Sukartono SH.,MH di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan penuntutan dan Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima.
ADVERTISEMENT
Menariknya putusan tersebut merupakan pertama kali dalam Hukum Acara Pidana khususnya dalam sidang tindak pidana korupsi dengan penyidik dan penuntut Umum KPK dengan pertimbangan majelis hakim. Yang pada pokoknya menjelaskan bahwa seluruh penuntutan Pidana di Negara Republik Indonesia termasuk yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI maupun lembaga lain hanya dapat dilakukan oleh penuntut umum.
Dengan syarat telah menerima pendelegasian wewenang penuntutan dari Jaksa Agung karena sesuai dengan asas single presecution system dan dominus litis. Yaitu hanya jaksa agung yang menjadi Penuntut Umum tunggal yang memiliki kewenangan tunggal untuk melakukan penuntutan tindak pidana di Republik ini.
Menjadi pertanyaan apakah pertimbangan majelis hakim telah sesuai dengan Hukum Acara Pidana khususnya Hukum Acara Tindak Pidana Korupsi? Tentunya menjawab pertanyaan tersebut tidak hanya KUHAP sebagai hukum acara pidana yang kita pakai sebagai dasar berpikir.
ADVERTISEMENT
Tetapi ada peraturan perundang-undangan yang lain yang juga mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi berisi acara pidana dan tujuan tersebut adalah:
(1) untuk mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran,
(2) mengadakan penuntutan hukum yang tepat,
(3) menerapkan hukum dengan keputusan berdasarkan keadilan, dan
(4) melaksanakan keputusan secara adil.
Berdasarkan uraian di atas dalam tujuan untuk mengadakan penuntutan hukum yang tepat maka langkah penuntut umum harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUHAP, Undang-undang lain yang mengatur bagaimana cara beracara pidana khususnya dalam peradilan tindak pidana korupsi.
Tanpa uraian panjang apa sih norma atau aturan yang tidak dilaksanakan oleh kawan-kawan penuntut umum di KPK sehingga eksepsi terdakwa diterima? Berdasarkan Pasal 12A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bunyinya:
ADVERTISEMENT
Dengan demikian dari Undang-undang KPK sendiri telah mengamanatkan kepada penuntut umum yang ada di KPK untuk berkoordinasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka apabila dilihat Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia bahwa Jaksa Agung merupakan Penuntut Umum tertinggi dan pengacara negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian apabila dilanjutkan dengan bunyi Pasal 35 huruf j dan penjelasannya menjelaskan bahwa Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mendelegasikan sebagian kewenangan Penuntutan kepada Penuntut Umum untuk melakukan Penuntutan; dengan penjelasan yaitu tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana ditentukan dengan memperhatikan asas single prosecution System, asas een en ondelbaar, dan asas oportunitas.
ADVERTISEMENT
Pendelegasian kewenangan Penuntutan dari Jaksa Agung kepada Penuntut Umum harus sejalan dengan kebijakan penegakan hukum yang telah ditetapkan oleh Jaksa Agung selaku pemilik tunggal kewenangan Penuntutan.
Yang dimaksud dengan "melakukan Penuntutan" dalam ketentuan ini, termasuk koordinasi teknis Penuntutan seluruh perkara tindak pidana yang dipertanggungjawabkan pada Jaksa Agung selaku Penuntut Umum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahwa berdasarkan uraian di atas Penuntut umum pada KPK sudah seharusnya melakukan koordinasi teknis mulai dari penyusunan dakwaan sampai dengan tuntutan terhadap terdakwa kepada Jaksa Agung.
Sekali lagi pandangan penulis hanya sebatas melihat dari perspektif hukum sebagaimana telah kami uraikan di atas dan sesuai dengan asas fiksi hukum yang berarti setiap orang dianggap telah mengetahui adanya suatu Undang-Undang yang telah diundangkan dan wajib patuh terhadap undang-undang tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut hemat penulis ketentuan norma-norma di atas telah di uji secara praktik oleh terdakwa melalui penasihat hukumnya bahwa langkah-langkah penuntut umum pada KPK dalam melakukan penuntutan telah di uji di depan majelis hakim dan terbukti terjadi unprosedural yang telah dilakukan oleh penuntut umum sehingga Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima.