PPKM: Peraturan Pemerintah Korbannya Masyarakat

Muhammad Sidiq Pamungkas
Seorang Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro yang tertarik kepada Isu Hak Asasi Manusia, Isu Sosial Kemasyarakatan, Isu Lingkungan, dan Isu Kesehatan.
Konten dari Pengguna
24 Juli 2021 21:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Sidiq Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

PPKM (Peraturan Pemerintah Korbannya Masyarakat)

Iluistrasi : Aksi Massa PPKM (Peraturan Pemerintah Korbannya Masyarakat), Foto Pribadi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Iluistrasi : Aksi Massa PPKM (Peraturan Pemerintah Korbannya Masyarakat), Foto Pribadi Penulis
ADVERTISEMENT
PPKM menjadi sebuah kebijakan yang saat ini sedang di terapkan di Indonesia. Tapi hal ini membuat masyarakat menentangnya, lantas apa yang menjadi masalah sebuah kebijakan untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 ini?
ADVERTISEMENT
24 Juli 2021, telah terjadi sebuah aksi massa turun ke jalan di beberapa wilayah di Indonesia seperti Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tulisan ini akan banyak mengulas aksi yang terjadi di Yogyakarta tepatnya di Titik Nol Kilometer, Selatan Malioboro, Utara Kraton Ngayogyakarta. Aksi bukan sekadar aksi yang sekali jalan akan tetapi sebuah aksi dari kumpulan keresahan yang ditumpuk dengan rasa pengkhianatan.
Bagaimana tidak jika pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat kini menjauh dan meninggalkan tugasnya. Gerakan ini bukan gerakan yang turun sekali jadi, tapi merupakan hasil kumpulan pikiran yang tersusun dan tergabung dalam sebuah konsolidasi. Benar saja, sebelumnya telah dilaksanakan konsolidasi untuk melihat dan menyatukan pikiran terkait semua permasalahan yang ada di dalam negeri untuk dicarikan sebuah solusi, yang tersusun rapi menjadi 47 poin tuntutan untuk pemerintahan pak Jokowi.
ADVERTISEMENT
Sebuah konsolidasi yang digunakan untuk membangun negeri menjadi lebih baik lagi, mencari permasalahan yang tidak diketahui pemerintah atau entah mereka yang tidak mau tahu. Mencari solusi yang tidak didapatkan pemerintah atau entah mereka yang tidak mau dapat. Entah, apa mereka sengaja menutupi solusi karena takut mereka akan rugi, atau mereka tidak pernah memikirkan permasalahan negeri, kecuali untuk sanak family.
Hari selanjutnya sebuah konsolidasi untuk merapatkan barisan, menyusun rencana untuk membangun kekuatan, menyusun rencana untuk membangun persatuan, menyusun rencana untuk mengukuhkan asas keadilan, kesejahteraan yang tidak lagi diperdulikan.
PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang menjadi topik utama permasalahan. Bagaimana tidak beberapa waktu lalu kita melihat rezim dengan kekuatan militernya melawan masyarakat yang sedang mencari penghidupan. Kita tahu beberapa waktu lalu di sosial media banyak tersebar video yang melibatkan aparat negara, atau kini yang telah menjadi alat dan anjing negara, membombardir dan melucuti dagangan masyarakat pedagang kaki lima pada khususnya demi menegakan peraturan, katanya.
ADVERTISEMENT
Entah peraturan atau implementasinya sama-sama telah menjadi penyebab masyarakat semakin menderita, kaum kecil terutama. PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat kini menjadi Peraturan Pemerintah Korbannya Masyarakat. PPKM telah menjadi bukti tidak bertanggung jawabnya rezim pemerintahan saat ini untuk memenuhi kebutuhan, kesejahteraan, keadilan, atas nama kesehatan yang entah apakah benar benar mereka berikan. PPKM menjadi simbol gagalnya pemerintah melakukan sebuah pengkajian dalam menyusun kebijakan yang ideal dan tepat diterapkan di masyarakat.
Seharusnya sejak awal pemerintah sudah semestinya memenuhi kebutuhan rakyatnya, menyusun kebijakan yang sesuai dengan kondisi lapangan. Apabila pemerintah menerapkan PPKM seharusnya bukan menjadi dalih bahwa pemerintah lalai terhadap kewajiban lainnya dalam memenuhi hak hidup warga negaranya. Seharusnya pemerintah memberikan bantuan kepada seluruh masyarakat, menyetok kebutuhan hidupnya jika memang menyuruh mereka untuk membatasi pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah tidak seharusnya tetap mempertahankan egonya dengan mengutamakan kepentingan ekonomi negara daripada nyawa rakyatnya. Bahkan seharusnya mencontoh ucapan Presiden Ghana, Nana Akufo-Addo, "Kami tahu cara menghidupkan kembali ekonomi. Yang kami tidak tahu adalah bagaimana menghidupkan kembali orang yang mati,". Mungkin bebalnya pemerintah negara Indonesia adalah mereka saat ini telah mengetahui bagaimana cara menghidupkan kembali orang yang telah mati, hanya dengan sebuah alibi, berbohong pada media dan televisi.
Cukup miris melihat apa yang terjadi di Indonesia, apabila pemerintah masih mempertahankan egonya. Dapat dipastikan bahwa permasalahan baru akan terus timbul seiring berjalannya pandemi. Jika kawan-kawan pernah membaca bukunya Tan Malaka “Massa Aksi” maka aksi yang terjadi pada hari ini bisa dikatakan paling dekat dengan menggambarkan Revolusi Proletar yang berasal dan bermula dari kaum proletar yang telah lama ditindas oleh sistem pemerintahan yang kapitalis. Kekayaan dan kekuasaan sudah bertumpuk ke dalam genggaman beberapa orang kapitalis. Rakyat Indonesia semakin lama semakin miskin, melarat, dan tertindas. Pertentangan kelas semakin terlihat jelas.
ADVERTISEMENT
Massa aksi di Yogyakarta mulai berjalan setelah zuhur dari titik kumpul hingga titik aksi yang berada di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Dalam sepanjang perjalanan tidak hanya sekadar bergantian melakukan orasi politik untuk mencerdaskan kepada masyarakat akan tetapi massa aksi juga turut serta memborong dagangan para pedagang kaki lima yang berada di sekitar sebagai bagian bentuk protes terhadap negara yang menutup dan membatasi serta membiarkan bahkan cenderung menghilangkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup pedagang dan keluarganya.
#ImpeachJokowiAmin
#KabinetIndonesiaMundur
#BangunDewanRakyat