Pendidikan di Masa Pandemi: Tepatkah Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemi?

Fransiska Widyaningrum
Halo! Aku adalah mahasiswi Kesehatan Masyarakat di STIKIM Jakarta. Salam kenal!
Konten dari Pengguna
24 Juli 2021 15:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fransiska Widyaningrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Pixabay.com

Pendidikan di Masa Pandemi

ADVERTISEMENT
Setahun Pandemi corona sudah terlewati di negara kita. Namun, sampai saat ini angka kasus positif COVID – 19 masih sulit untuk dikendalikan. Pun juga tak sedikit dari kita yang mengeluhkan kapan pandemi ini akan berakhir. Siapa yang menyangka, pandemi seperti ini akan terjadi. Dan tentu saja, hal ini membuat pemerintah perlu membuat kebijakan baru yang cocok untuk diterapkan di masyarakat begitu juga dengan masyarakat perlu mempersiapkan diri untuk beradaptasi. Pandemi ini, selain berpengaruh besar terhadap perekonomian. juga mempengaruhi sistem pendidikan yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sistem pendidikan di Indonesia yang mulanya dilaksanakan secara offline atau tatap muka harus dialihkan menjadi online. Atau saat ini dikenal dengan sistem Pembelajaran jarak Jauh. Aturan ini mulai diberlakukan saat awal pandemi yakni mulai tahun 2020 hingga saat ini. Pada awal penerapannya, para siswa masih dapat dibilang menikmati kebijakan ini, karena mereka tidak perlu sekolah tatap muka secara langsung dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Namun, semakin ke sini para siswa mulai merasakan kejenuhan dan ingin kembali sekolah tatap muka. Berbagai keluhan pun mulai dirasakan siswa, seperti mata cepat lelah karena memandang layar monitor terlalu lama, kurang memahami pelajaran yang diberikan guru, dan lain-lain.
Sistem Pembelajaran Jarak Jauh memang masih terbilang tabu di masyarakat. Mengingat, di Indonesia pembelajaran secara daring belum terlalu digencarkan sebelum pandemi. Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan akses sinyal dan persebaran teknologi yang belum merata. Tidak semua masyarakat memiliki alat komunikasi yang juga didukung dengan akses internet. Kurangnya kemampuan ekonomi dapat menjadi salah satu faktor penyebab.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, saat ini seluruh siswa dituntut untuk beradaptasi menggunakan PJJ. Dan tak sedikit, para orang tua mengeluhkan sistem ini. Mulai dari kurangnya pemahaman orang tua untuk menggunakan aplikasi pendidikan, keterbatasan sinyal dan ekonomi, dan tidak semua orang tua memiliki handphone atau laptop untuk menunjang pendidikan anaknya.
Selain berdampak pada orang tua, terbukti nih sistem Pembelajaran Jarak Jauh ini juga dapat menimbulkan dampak negatif untuk siswa jika digunakan dalam jangka waktu yang lama seperti tidak sedikit siswa yang kurang mampu untuk menyerap mata pelajaran dengan baik, karena mereka belum terbiasa dengan metode pembelajaran daring. Lalu, dampak kedua yaitu ikatan batin antara siswa dengan guru menjadi kaku. Dan yang ketiga yaitu Angka Putus Sekolah (APS) semakin tinggi. Hal ini bisa menjadi PR baru karena bukannya bertambah anak yang berhasil selesai sekolah, malah semakin banyak yang terpaksa putus sekolah, padahal pada program pemerintah standar belajar adalah 12 tahun.
ADVERTISEMENT
Dengan dampak seperti itu, bisa dibilang bahwa PJJ ini engga bisa dipakai dalam waktu yang lama. Hal ini pun menjadi pertimbangan pemerintah untuk kembali menerapkan sekolah tatap muka di masa pandemi. Mengingat, setahun sudah sistem ini diberlakukan. Lalu, bagaimana kalau kita tetap memaksakan untuk sekolah tatap muka di masa pandemi? Sedangkan, kasus positif COVID-19 saja masih belum terkendali.
Di awal tahun 2021, pemerintah membuka kemungkinan nih terhadap adanya pembelajaran tatap muka mulai di semester genap tahun ajaran 2020/2021 dengan izin dari pemerintah daerah (pemda) setempat. Dan kebijakan ini juga dijelaskan loh dalam SKB Empat Menteri pada 20 November 2020. Kebijakan ini meluruskan pendapat mengenai sekolah tatap muka bahwa sekolah tatap muka itu boleh tetapi tidak wajib. Kebijakan ini pun dibuat berdasarkan dampak negatif yang timbul akibat PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).
ADVERTISEMENT
Menurut SKB empat Menteri, ada beberapa poin penting nih yang perlu diperhatikan sekolah untuk memulai pembelajaran tatap muka. Mulai dari jumlah siswa setiap kelas, jam pembelajaran, penerapan dan kebutuhan protokol kesehatan, keadaan warga sekolah, kantin, hingga kegiatan diluar pembelajaran seperti ekstrakurikuler.
Selain itu, kebijakan pembelajaran tatap muka juga perlu mendapat izin dari pemerintah daerah/kanwil dengan melihat bagaimana penyebaran COVID-19 di wilayahnya, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, dan kesiapan sekolah dalam menjalankan pembelajaran tatap muka. Termasuk juga kesiapan orang tua dalam menjalankan pembelajaran tatap muka juga perlu turut dipertimbangkan.
Meskipun begitu, sekolah tatap muka dirasa kurang tepat untuk diterapkan kembali saat ini. Mengingat kondisi saat ini belum cukup terkendali, alangkah baiknya pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini. Dan perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut nih mengenai positivity rate. Menurut standar WHO, kalau ingin mengadakan sekolah tatap muka lebih baik dengan positivity rate di bawah 5 persen. Sedangkan, Angka positivity rate di Indonesia masih terbilang tinggi nih, masih di atas 30%.
ADVERTISEMENT
Ngomong-ngomong apa sih itu Positivity rate? positivity rate itu adalah perbandingan antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah tes yang sedang dilakukan. Atau mudahnya begini, positivity rate itu sama dengan persentase jumlah kasus positif yang terinfeksi corona dibagi dengan jumlah orang yang melakukan tes atau pemeriksaan.
Nah, dengan melihat positivity rate, kita bisa memperkirakan keamanan pemberlakuan sekolah tatap muka ini. Kalau positivity rate masih di atas 5 persen dan sekolah tatap muka tetap diberlangsungkan, maka tidak menutup kemungkinan akan ada potensi penularan antara satu orang dengan yang lainnya di sana, jadi bisa menimbulkan lonjakan kasus COVID-19.
Sekolah online atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini memang memiliki dampak yang kurang baik nih jika diterapkan terus menerus. Namun, melihat kondisi saat ini di mana angka positivity rate di Indonesia masih jauh lebih tinggi dari anjuran WHO. Memaksakan untuk mengadakan sekolah tatap muka hanya akan memberikan dampak negatif yang lebih besar terutama di bidang kesehatan anak-anak maupun masyarakat.
ADVERTISEMENT
Peran orang tua terbilang sangat penting untuk pelaksanaan sistem PJJ. Orang tua perlu membimbing dan membantu anaknya dalam proses pembelajaran. Selain itu, orang tua juga dapat memberikan dukungan psikologis terhadap anaknya dengan memberikan semangat dan mendukung hal-hal positif yang sedang anak lakukan. Para guru juga bisa nih mempermudah jalan komunikasi dengan orang tua, mengingat saat ini orang tua juga berperan penting dalam proses pembelajaran anaknya.
Para guru pun diharapkan mampu membimbing orang tua juga anaknya dalam proses pembelajaran, karena engga sedikit juga nih orang tua yang kurang mengerti bagaimana cara menggunakan aplikasi daring. Sebuah inovasi belajar baru juga dapat diterapkan oleh para guru sehingga dapat membuat para siswanya tidak jenuh saat melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), bisa dengan sesekali melakukan kuis atau berdiskusi terkait kejadian pandemi saat ini dengan para siswanya.
ADVERTISEMENT
Dan alternatif untuk para siswa, kalau kalian jenuh, kalian bisa loh mengisi kejenuhan dengan memanfaatkan aplikasi saat ini. Bisa dengan membuat video di youtube, tiktok, dan aplikasi lainnya. Atau pun mengasah bakat kalian misalnya yang suka menulis, coba deh buat kalian buat blog lalu menulis di sana, seru banget. Atau yang suka memasak? Jangan ragu deh untuk bereksperimen di dapur, tentu jangan lupa didampingi orang tua, ya!
Lalu untuk pembuat kebijakan, alangkah baiknya saat ini fokus untuk mengontrol angka COVID-19 di Indonesia yang masih terlampau tinggi. Dan membuat kebijakan-kebijakan baru yang lebih cocok untuk diterapkan di masyarakat. Diharapkan dengan fokusnya pemerintah untuk mengontrol angka kasus covid 19 dapat mengembalikan rasa percaya masyarakat terhadap pemerintah. Sehingga, hal tersebut dapat menjadi langkah awal kita untuk bangkit dari kondisi pandemi dan melakukan pemulihan baik itu ekonomi, pembangunan, maupun pendidikan dengan sebaik-baiknya.
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat, kita perlu mendukung kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah. Segala kebijakan yang diterbitkan pemerintah merupakan upaya untuk menekan laju penyebaran covid-19. Perlu ada peran serta masyarakat juga di dalamnya. Dan jangan lupa masing-masing dari kita memiliki kontrol untuk menekan laju penyebaran COVID-19 yang tidak hanya merugikan diri kita sendiri tetapi juga masyarakat yang lain. Tetap terapkan protokol kesehatan dan jangan lupa melakukan vaksinasi, ya!