Tinjauan Teoritis Program Food Estate Nasional

Dimas Dwi Pratikno
Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia
Konten dari Pengguna
17 April 2021 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Dwi Pratikno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pedagang korban kebakaran di Pasar Minggu menata dagangannya di lapak sementara di Jakarta, Jumat (16/4/2021). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang korban kebakaran di Pasar Minggu menata dagangannya di lapak sementara di Jakarta, Jumat (16/4/2021). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Program lumbung pangan nasional atau yang dikenal dengan food estate adalah program yang telah dicanangkan pemerintah sejak lama, namun mulai berjalan tahun 2020 lalu. Program ini merupakan langkah antisipasi pemerintah dalam menghadapi kekurangan pangan akibat pandemi COVID-19. Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah dijadikan wilayah percontohan perdana dengan penanaman komoditas kentang, bawang merah, bawang putih, dan padi.
ADVERTISEMENT
Langkah yang diambil pemerintah dengan menunjuk kedua Provinsi tersebut menjadi wilayah percontohan bukan tanpa alasan, melainkan karena kedua Provinsi tersebut memiliki lahan yang cukup luas untuk siap digarap masing-masing seluas 785 ha dan 21.000 ha. Program ini tentu disambut baik bagi petani yang akan menggarap lahan tersebut, namun sudah tepatkah pemilihan kedua lokasi tersebut?
Tinjauan Teoritis Sektor Unggulan
Pemilihan wilayah percontohan tentu tidak bisa sembarangan, perlu kajian secara teoritis berdasar data yang sudah terpublikasi secara sistematis. Pemetaan wilayah potensi yang memiliki kemampuan cepat tumbuh dan kemudian menjadi unggulan dapat dianalisis menggunakan tiga metode pendekatan, yaitu Location Quotient, Shift-Share Analysis, dan Metode Overlay.
Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui kegiatan tertentu di suatu lokasi dengan membandingkan wilayah tertentu dengan wilayah preferensi yang lebih luas dalam hal ini Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah dibandingkan dengan kegiatan sektor di Nasional sebagai wilayah preferensi.
ADVERTISEMENT
Shift-Share Analysis tidak jauh berbeda dengan teknik analisis LQ hanya saja yang dibandingkan ialah laju pertumbuhan wilayah yang diteliti dengan wilayah preferensi.
Kemudian selanjutnya kedua analisis sebelumnya digabungkan dengan metode overlay untuk memastikan potensi sektor tersebut secara lebih tepat.
Hasil yang didapat menggunakan ketiga pendekatan tersebut di atas seperti terlihat dalam gambar berikut:
analisis sub-sektor unggulan Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah
Berdasar pada analisis yang telah dilakukan dengan tiga pendekatan menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Tengah tidak memiliki keunggulan kompetitif untuk sub-sektor Tanaman Pangan, Tanaman Holtikultura, Sektor Kehutanan dan Penebangan Kayu serta Sektor Perikanan karena bernilai negatif juga merupakan kegiatan Non Basis.
Provinsi Sumatera Utara terlihat lebih baik karena seluruh sektor menunjukkan sektor basis, hanya saja sub-sektor Tanaman Holtikultura, jasa pertanian, dan perburuan, serta sektor perikanan tidak memiliki keunggulan kompetitif.
ADVERTISEMENT
Teknik analisis ini dapat digunakan pemerintah sebagai acuan penetapan komoditas unggulan yang akan dijadikan sasaran program untuk daerah lain di Indonesia. Sehingga kebijakan dapat lebih tepat sasaran sekaligus mendorong daerah untuk memiliki spesialisasi komoditas sesuai dengan potensi masing-masing.
Dimas Dwi Pratikno
Badan Pengawas dan Konsultasi Ikatan Senat Mahasiswa Indonesia (ISMEI)