Menjaring Trenggiling Lewat Daring

Adri Kristianto
Pengamat Kuliner
Konten dari Pengguna
8 Oktober 2021 16:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adri Kristianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang pria memegang trenggiling di pusat penyelamatan hewan liar di Cuc Phuong, Hanoi, Vietnam. Foto: REUTERS / Aly Song
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria memegang trenggiling di pusat penyelamatan hewan liar di Cuc Phuong, Hanoi, Vietnam. Foto: REUTERS / Aly Song
ADVERTISEMENT
Tanggal 14 Februari setiap tahunnya dinanti sepasang muda-mudi yang sedang dimabuk asmara. Hari Valentine penuh dengan luapan romantisme dan kebahagiaan. Namun kebahagiaan itu seakan menguap keesokan harinya. Setiap 15 Februari diperingati sebagai hari trenggiling sedunia. Nampaknya tidak ada berita bahagia tiap tanggal 15 Februari.
ADVERTISEMENT
Hanya ada berita naiknya angka perdagangan trenggiling tiap tahunnya yang bikin kita mengelus dada. Kasih sayang sesama manusia yang dirasakan sehari sebelumnya nampaknya tak dirasakan oleh mamalia dengan nama latin Manis javanica. Perburuan dan penyelundupan trenggiling terus terjadi tanpa mengenal belas kasih dari oknum tak bertanggung jawab.
Perburuan trenggiling
Sisik trenggiling yang dikeringkan. Foto : Narasumber / Soleh
Maraknya permintaan terhadap trenggiling mulai dari daging lidah dan sisik trenggiling tidak dapat lepas dari kepercayaan yang telanjur yang merebak di masyarakat. Masyarakat di Cina meyakini trenggiling sebagai bahan pengobatan tradisional, seperti diungkapkan oleh Chris Shepherd, Direktur Regional Asia Tenggara TRAFIC, sebuah organisasi yang melawan perdagangan satwa ilegal.
Menurut Rhishja Cota-Larson, pendiri dan direktur dari lembaga Project Pangolin, manfaat pengobatan sisik trenggiling belum terbukti secara ilmiah. Mitos yang sudah kadung diyakini sebagian orang ini tentu dapat menjadi kendaraan yang mengantarkan trenggiling ke ambang pintu kepunahan. Pedagang satwa juga turut berkontribusi pada kepunahan ini dengan hembusan isu untuk membuat dagangan mereka laku. Mitos baru tentang khasiat trenggiling pun muncul dengan penyebaran isu bahwa sisik trenggiling dapat mengobati kanker.
ADVERTISEMENT
Penjualan trenggiling lewat media sosial
Trenggiling mati. Foto : Narasumber / Hanna
Bak pisau bermata dua, di tangan seorang koki akan menjadi sarana menghasilkan hidangan penggugah selera. Namun di tangan pembunuh dia menjadi senjata penimbul duka lara. Begitu halnya dengan media sosial. Media sosial dapat menjadi “lapak” untuk menjual barang dan jasa yang penting bagi kehidupan manusia hingga dijadikan celah segelintir orang menawarkan satwa dilindungi.
Penulis mencoba memasukkan kata pencarian “jual trenggiling” di halaman pencarian Facebook dan hasilnya di luar dugaan. Sebuah grup Facebook menamai dirinya Info Seputar Trenggiling. Sayangnya, grup ini bukan media berbagi informasi siklus hidup, morfologi, karakteristik hingga mengedukasi perlindungan trenggiling. Kita dengan mudahnya akan melihat postingan berisi penawaran dan permintaan terhadap trenggiling dari anggota grup tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk mengetahui pola transaksi pembelian trenggiling, penulis mencoba bergabung ke grup Facebook ini. Sambil menunggu admin grup menyetujui permintaan penulis untuk bergabung, penulis mulai bertanya pada beberapa anggota grup lewat messenger Facebook dan mengontak anggota yang mencantumkan nomor Whatsapp di postingannya. Salah satu anggota grup, sebut saja Roy, menawarkan trenggiling dalam kondisi mati dengan bobot sekitar dua kilogram.
Penawaran harga daging trenggiling
Penulis menanyakan harga trenggiling utuh. Foto : Narasumber / Hanna
Roy membuka harga terlebih dulu kepada penulis yang berpura – pura ingin membeli trenggiling hidup. Anjuran Roy kepada calon pembelinya dengan langsung mendatangi rumahnya untuk transaksi langsung demi menghindari penipuan dan kecurigaan dari ekspedisi. Beberapa hari kemudian, trenggiling hasil tangkapan Roy sudah terjual dengan harga Rp1.700.000,00. Harga trenggiling utuh bervariasi bergantung pada daerah pemasoknya. Narasumber sudah memberikan izin kepada penulis untuk mempublikasikan foto dan tangkap layar percakapan antara dia dengan penulis. Tentu saja dengan nama yang harus disamarkan.
ADVERTISEMENT
Penawaran sisik dan lidah trenggiling
Sisik trenggiling. Foto ; Narasumber / Soleh
Selain daging, sisik dan lidah menjadi primadona yang diburu orang di grup Facebook ini. Seorang anggota grup dengan inisial E menawarkan sisik mamalia pemakan semut ini dengan bobot sekitar setengah kilogram. Dia membuka penawaran harga kepada penulis karena baru pertama kali menjual sisik trenggiling. Harga minimal yang dibuka oleh anggota grup dimulai dari angka Rp500.000,00.
Lidah trenggiling tak luput dari perdagangan melalui sosial media. Panjangnya lidah trenggiling tak sepanjang usia hidupnya akibat perburuan di alam bebas. Di grup Info Seputar Trenggiling variasi harga yang ditawarkan untuk mendapatkan lidah trenggiling mulai dari Rp200.000,00 hingga Rp600.000,00 per buah.
Penawaran lidah trenggiling. Foto : Narasumber / Ken
Fakta yang mencengangkan penulis dapatkan pada beberapa postingan di grup. Transaksi dilakukan menggunakan sistem rekening bersama. Jasa pengiriman tertentu juga dipilih untuk memuluskan jalan pembeli menghantarkan paket berisi trenggiling sampai ke tangan penjual. Paket dapat dikirim ke terminal dan akan diambil oleh suruhan pembeli. Sebagian penjual di grup Facebook juga menyarankan agar pembeli menjemput trenggiling ke rumah demi menghindari gagalnya transaksi
ADVERTISEMENT
Solusi lindungi mamalia tak bergigi
Penawaran trenggiling hidup lewat Facebook. Foto : Narasumber / Nabuasa
Lantas solusi apa yang harus ditempuh pemerintah, aparat dan elemen masyarakat untuk mencegah hilangnya kesempatan anak cucu kita melihat trenggiling di masa depan ? Pemberitaan di media tentang perlindungan dan tegaknya hukuman pidana bagi pemburu, penadah dan pedagang trenggiling hanya menyisakan rasa miris bagi pembacanya. Bahkan aparat yang diharapkan unjuk gigi melindungi sang mamalia tak bergigi justru terlibat perdagangan satwa ini. Seperti yang dialami Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera, Sabtu, 18 Juni 2016, menangkap dua penjual trenggiling, salah satu ternyata oknum TNI Kodam I/BB.
Trenggiling dikarunia sisik yang disinyalir tidak dapat ditembus peluru. Sisik trenggiling laksana baju zirah yang melindungi dari terkaman cheetah namun menyerah di tangan pemburu serakah. Trenggiling membutuhkan kekuatan lebih besar ketimbang sisik yang selalu diusik para penyelundup. Memperketat hukuman bagi para penyelundup dan tidak tebang pilih menindak pedagang satwa adalah salah satu kunci. Selain itu menutup segala bentuk akses penjualan dan penawaran trenggiling di media sosial harus segera dijalankan. Tak mengapa jika kita harus pusing tujuh keliling demi kelestarian trenggiling.
ADVERTISEMENT