Perjalanan Media sebagai Alat Komunikasi Politik

Muhammad Uthama Widiaputra
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
28 Desember 2020 9:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Uthama Widiaputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komunikasi merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari keseharian manusia pada berbagai bidang. Termasuk di dalam aktivitas politik, komunikasi memainkan peranan yang cukup penting. Komunikasi dipahami sebagai pencipta penyalur informasi serta gagasan informasi publik apabila diberikan petunjuk dengan simbol, slogan atau tema pokok. Segala fungsi sistem politik termasuk dalam informasi politik dipengaruhi oleh budaya politik dimana sistem politik berlangsung. 
ADVERTISEMENT
Komunikasi politik merupakan suatu prosesberkesinambungan yang melibatkan pertukaran informasi antara individu dengan kelompoknya pada semua tingkatan masyarakat yang memiliki ruang lingkup. Pakar komunikasi politik menempatkan komunikasi politik sebagai salah satu fungsi politik dalam sistem politik. Bahkan komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi artikulasi, agregasi, dan sosialisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi politik sangat berkaitan erat dengan sistem politik.
 Pada setiap proses politik, komunikasi politik menempati posisi yang strategis, sehingga komunikasi politik dapat dinyatakan sebagai ‘urat nadi’ dari proses politik itu sendiri. Berbagai lapisan struktur politik diantaranya parlemen, kepresidenan, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, kelompok kepentingan, hingga warganegara biasa dapat dengan mudah mengakses informasi politik. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Zaenal Budiyono dalam bukunya yang berjudul Memimpin di Era Politik Gaduh (2012), akibat dari kemudahan tersebut, setiap lapisan struktur menjadi tahu mengenai apa yang telah serta akan dilakukan berdasarkan dengan informasi.
ADVERTISEMENT
​Komunikasi politik yang ditujukan untuk masyarakat luas dipermudah dengan adanya media massa. Mediadapat diartikan sebagai bentuk/saluran yang dapat digunakan pada proses penyajian suatu informasi. Media yang telah ada dapat di contohkan seperti surat kabar, radio, televisi, hingga media sosial. 
Nurul Syobah dalam artikelnya berjudul Peran Media Massa dalam Komunikasi Politik yang dimuat di Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan. Vol: XV, No. 1, Tahun 2012, menyatakan bahwa media massa dan komunikasi politik merupakan kedua hal yang tidak dapat dipisahkan. Berbagai persoalan yang mengiringi pola dan intensitas berpolitik di kalangan yang dilatari dari besarnya pengaruh media massa. 
Sejak reformasi digulirkan pada Mei 1998, kebebasan pers mengalami perkembangan yang menarik. Pemberitaan media tidak lagi didominasi beritamenyanjung kekuasaan seperti pada masa orde baru, namun secara transparan berani mengungkap realitas yang sebelumnya tergolong sensitif. 
ADVERTISEMENT
Pemberitaan mengenai keterlibatan kopasus dalam penculikan aktivis, pelanggaran HAM Aceh, peristiwa kerusuhan Jakarta, Kupang, hingga Ambon, hujatan pada Soeharto, hingga kritikan tajam pemerintahan Habibie dan ABRI seakan tak ada habisnya mengisi pemberitaan media massa pada saat itu. 
Suatu isu pada waktu lampau yang tidak mungkin untuk diberitakan, bisa langsung berubah menjadi informasi yang layak diberitakan. Hal tersebut terjadi hanya karena adanya perubahan pusat kekuasaan dan ketidakpastian sistem politik. Sebelum reformasi tahun 1998, sulit mencari pers yang berani mengungkap keburukan orde baru, atau mempersalahkan kebijakan ABRI di Aceh dan TimorTimur. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Purnama Kusumaningrat dalam bukunya yang berjudul Jurnalistik Teori dan Praktik(2005), pada waktu itu, pers di Indonesia kerap dikatakan dilanda penyakit inferiority complex, atau penyakit kehilangan kepercayaan diri terhadap fakta yang mengarah pada kehidupan sosial. 
ADVERTISEMENT
Pada saat ini, hubungan media massa dan politik di ibaratkan sebagai hubungan simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan. Sebagai contohnya, dengan adanya media massa, pelaku politik beserta partainya dapat mengekspos dan dapat mencitrakan keungulan, visi misi, hingga hal yang sudah mereka buat untuk ndonesia di kancah perpolitikan. Rachmah Henry dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik Media dan Demokrasiyang diterbitkan oleh Kencana Prenada Media GroupTahun 2012 menyatakan bahwa dengan adanya hiruk pikuk perpolitikan, media massa tidak akan kehabisan bahan berita. 
Sejak reformasi bergulir 1998 hingga sekarang, pers telah mengalami tahapan metamorfosis yang luar biasa. Pers telah menemukan wahana kebebasan. Media massa Indonesia, cetak maupun elektronik, secara kualitatif mengalami kebebasan. Secara umum pers tidak takut mengungkap fakta sosial positif maupun negatif. 
ADVERTISEMENT
Kebebasan pers saat ini tampaknya tidak lagi menjadi kendala penyampaian informasi. Namun, kebebasan pers telah memunculkan persoalan baru yang acap kali membingungkan. Banyak pihak dinilai belum siap menggunakan kebebasan itu sendiri. Saat ini pemberitaan media massa cenderung liar dan kurang dapat dipercaya. Termasuk dalam pemberitaan media massa terhadap gejolak politik yang ada. 
Salah satu akibat belum siapnya media massamenggunakan kebebasan yang sedang hangat sekarang adalah munculnya mosi tidak percaya terhadap adanya virus Covid-19 di kalangan masyarakat umum akibat pemberitaan yang terjadi di tengah tengah proses penanganan Covid-19 di Indonesia. Masyarakat umum menilai bahwa virus tersebut hanyalah konspirasi pemerintah dalam bidang politik. Hal ini tentu menghambat proses penanganan Covid-19 di Indonesia karena masyarakat secara terang terangan menolak sosialisasi serta anjuran pemerintah sebagai langkah preventiv dalam penanganan Covid-19 di Indonesia, dan pada akhirnya, berimbas negatif pada berbagai aspek yang ada. 
ADVERTISEMENT
Saat ini pemberitaan media massa terutama dalam konten berita sudah tidak memiliki keseimbangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ardianto dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Massa (2007), hal tersebut terjadi karena media massa cetak, elektronik maupun yang lainya telah dikuasai oleh para elite politik negeri ini. Perusahaan pertelevisian Indonesia sudah dikuasai oleh para petinggi elite politik negeri ini. Media alih fungsi sebagai alat politik untuk menggiring opini publik. 
Muhammad Uthama Widiaputra, Mahasiswa Ilmu Komunikasi,Universitas Islam Indonesia.