Cara Prediksi Letusan Gunung Agung dan Gunung Berapi Lainnya

28 November 2017 7:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dampak meletusnya gunung agung bagi wisatawan. (Foto: Instagram/@tirta_tri_saputra)
zoom-in-whitePerbesar
Dampak meletusnya gunung agung bagi wisatawan. (Foto: Instagram/@tirta_tri_saputra)
ADVERTISEMENT
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan status Gunung Agung menjadi level IV (Awas) sejak Senin, 27 November 2017, pukul 06.00 Wita.
ADVERTISEMENT
Kepala Bidang Mitigasi PVMBG I Gede Suantika mengatakan dinaikkannya status Gunung Agung tersebut adalah berdasarkan pantauan dari sejumlah aspek, antara lain tingkat erupsi Gunung Agung yang meningkat.
"Status ini kami naikkan karena melihat dari tingkat erupsi Gunung Agung saat ini meningkat dari fase freatik menjadi magmatik, sejak teramati adanya sinar merah di puncak gunung setinggi 3.142 mdpl ini pada Minggu (25/11) malam, Pukul 21.00 Wita," ujar Gede di Pos Pemantauan Gunung Agung, Desa Rendang, Bali, dilansir Antara, Senin (27/11).
Kini Gunung Agung memang telah berstatus Awas, tapi kapan kiranya gunung berapi itu akan meletus? Dan bagaimana cara memprediksi letusan gunung-gunung api di Indonesia seperti halnya Gunung Agung?
Dampak meletusnya Gunung Agung bagi wisatawan (Foto: Instagram/@bali_fornia)
zoom-in-whitePerbesar
Dampak meletusnya Gunung Agung bagi wisatawan (Foto: Instagram/@bali_fornia)
Ahli vulkanologi Surono menganalogikan cara pemantauan gunung berapi dengan cara dokter memeriksa pasien.
ADVERTISEMENT
“Jika dokter tersebut akan memeriksa denyut jantung, maka ahli vulkanologi akan memantau gempa vulkanik dan perubahan energi di dalam gunung,” kata Surono kepada kumparan (kumparan.com), Senin (27/11).
Pria yang pernah menjadi Kepala Badan Geologi dan Kepala PVMBG itu menjelaskan sedikitnya ada tiga parameter dari gunung tersebut yang bisa dipantau untuk mengetahui energi yang ada di dalamnya.
Kawah gunung berapi (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Kawah gunung berapi (Foto: Pixabay)
Gempa dan Getaran
Surono mencontohkan, seorang dokter menggunakan stetoskop untuk memeriksa denyut jantung pasien, sedangkan ahli gunung api menggunakan seismometer untuk memantau denyut gunung tersebut. Denyut gunung tersebut adalah “berupa gempa vulkanik atau mungkin getaran menerus berupa tremor vulkanik”.
“Tremor vulkanik itu bisa berupa macam-macam. Yang jelas itu perubahan tekanan ataupun perubahan energi yang mendorong fluida, bisa gas bisa magma, naik ke permukaan,” papar Surono.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan seismometer adalah alat untuk mencatat kecepatan getaran partikel tanah.
“Kecepatan kuadrat itu berbanding lurus dengan energi kinetik,” ujar Surono.
Jadi, bisa dibilang, kecepatan getaran yang berasal dari gunung tersebut menunjukkan besar energi kinetik dalam gunung tersebut.
Dampak meletusnya Gunung Agung bagi wisatawan (Foto: Instagram/@bezumaxx)
zoom-in-whitePerbesar
Dampak meletusnya Gunung Agung bagi wisatawan (Foto: Instagram/@bezumaxx)
Temperatur
Surono yang kini menjadi staf ahli Kementerian ESDM Bidang Kebencanaan itu menambahkan, “Gunung api juga dipantau suhunya atau temperaturnya.”
Temperatur yang dipantau antara lain adalah temperatur gas yang berasal dari kawah gunung api itu dan temperatur mata air panas gunung api tersebut.
“Kalau temperaturnya naik, pasti ada sesuatu dalam gunung itu. Panas ini terkait dengan energi termal di dalam gunung agung itu. Kalau meningkat berarti energi termalnya meningkat,” terang Surono.
Kawah gunung berapi (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Kawah gunung berapi (Foto: Pixabay)
Kembang Kempis Gunung
ADVERTISEMENT
Surono mengimbuhkan, “Kemudian yang paling penting lagi adalah kembang kempisnya gunung.”
Jika aktivitas di dalam perut gunung meningkat, gunung tersebut dapat melembung karena ada desakan dari dalam oleh fluida. Fluida itu antara lain adalah magma, gas, ataupun uap air.
Laju melembungnya gunung api tersebut dapat diukur dalam orde milimeter per hari atau bahkan sentimeter per hari. Besarnya angka tersebut bergantung pada tingkat aktivitas di dalam gunung tersebut.
“Nah untuk gunung api, kembang kempisnya gunung itu terkait dengan energi potensial,” jelas Surono.
Ketiga parameter di atas, menurutnya, merupakan indikator minimal (minimum necessary) untuk memprediksi apakah suatu gunung berapi akan meletus.
Surono mengatakan, jika berdasarkan pemantauan pada ketiga parameter di atas suatu gunung api dinyatakan akan meletus, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menghitung seberapa besar ancaman letusan gunung tersebut terhadap manusia.
ADVERTISEMENT
Ia menekankan, letusan Gunung Agung yang akan terjadi kali ini tidak bisa disamakan dengan letusan dahsyat Gunung Agung pada tahun 1963 lalu yang menewaskan lebih dari 1.500 orang.
Prediksi letusan Gunung Agung kali ini haruslah dilakukan berdasarkan kondisi parameter-parameter gunung tersebut saat ini.