news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Punya Garis Pantai Terpanjang Kedua Dunia, tapi Indonesia Impor Garam?

4 Agustus 2017 8:30 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petambak sedang membersihkan tambak garam. (Foto:  ANTARAFOTO/Basri Marzuki)
zoom-in-whitePerbesar
Petambak sedang membersihkan tambak garam. (Foto: ANTARAFOTO/Basri Marzuki)
ADVERTISEMENT
Keputusan pemerintah untuk mengimpor 75.000 ton garam konsumsi dari Australia pada pertengahan tahun 2017 ini memunculkan pertanyaan dari banyak pihak: kenapa harus impor garam?
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan alasan pemerintah mengimpor garam konsumsi lantaran produksi garam lokal saat ini mengalami penurunan. Namun begitu Darmin mengatakan keputusan impor garam ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Ia menyebut pemerintah sebelumnya juga telah mengimpor produk garam.
"Sebenarnya, senang atau enggak senang ternyata kita dari dulu impor garam, terutama garam industri," kata Darmin, Selasa (1/8).
Pernyataan Darmin yang mewakili pihak pemerintah tersebut masih menyisakan pertanyaan lain di benak banyak orang: Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia (54.716 kilometer), kenapa dari dulu masih harus impor garam?
Garam langka (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)
zoom-in-whitePerbesar
Garam langka (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)
Mengutip hasil riset Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP), belum mampunya Indonesia untuk memenuhi kebutuhan garam dalam negeri ini disebabkan oleh banyak faktor.
ADVERTISEMENT
Pertama, masa musim kemarau di Indonesia itu pendek, yakni hanya sekitar 4 sampai 5 bulan. Jika dibandingkan dengan Australia yang mampu menjadi 10 besar negara pengekspor garam dunia misalnya, negeri kangguru itu memiliki iklim panas hampir sepanjang tahun sehingga memiliki kemampuan lebih besar untuk memproduksi garam melalui proses penguapan air laut dengan bantuan panas matahari.
Kedua, kelembapan udara di Indonesia cukup tinggi, yakni sekitar 60-70 persen. Kondisi ini merupakan faktor penghambat dalam proses penguapan air laut menjadi kristal garam. Adapun Australia memiliki kelembapan udara yang rendah, yakni sekitar 20-30 persen.
Ketiga, peralatan dan cara produksi garam di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Akibatnya, mutu garam yang dihasilkan rendah. Kadar NaCl dalam garam yang dihasilkan dengan cara tradisional ini hanyalah sekitar 88-92,5 persen.
ADVERTISEMENT
Mutu ini cukup jauh berbeda dengan mutu garam Australia yang sudah menerapkan inovasi teknologi (isolator) pada proses pembuatannya. Kadar NaCl dalam garam yang dihasilkan Australia adalah lebih dari 96 persen.
Keempat, petambak garam rakyat di Indonesia kurang mendapat pembinaan sehingga mereka kesulitan menaikkan produktivitas garam serta menghasilkan garam berkualitas tinggi. Berbeda dengan Australia, di sana tambak garam dikelola oleh sumber daya manusia yang profesional.
Kelima, luas areal tambak garam rakyat di Indonesia tergolong sempit dan berpencar-pencar. Rata-rata luasnya hanya 0,5 hektar per petambak. Berbeda dengan lahan tambak garam Australia yang luas dan tertata rapi.
Semua faktor ini kemudian berdampak pada produktivitas garam yang dihasilkan. Rata-rata produksi garam rakyat di Indonesia dalam kondisi normal adalah 60 ton per hektar tambak garam. Sementara produksi garam di Australia bisa mencapai 350 ton per hektar.
Ilustrasi garam (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi garam (Foto: Pixabay)
Pengamat ekonomi Faisal Basri menyebut kondisi negara-dengan-garis-pantai-yang-panjang-tapi-impor-garam tidak hanya dialami oleh Indonesia, tapi juga oleh negara-negara lain. Empat negara lainnya yang masuk dalam kelompok 10 besar negara dengan garis pantai terpanjang, yaitu Rusia, Filipina, Jepang, dan Selandia Baru, juga masih perlu mengimpor garam dari negara lain.
ADVERTISEMENT
“Serupa seperti Indonesia, keempat negara itu bukan merupakan produsen garam terkemuka. Bahkan, Jepang justru merupakan pengimpor terbesar kedua di dunia,” tulis Faisal dalam laman situs pribadinya, Kamis (3/8).
Dalam laman Index Mundi, disebutkan negara produsen garam terbesar di dunia adalah China dengan produksi sebesar 70 juta ton. Kemudian berturut-turut diikuti oleh Amerika Serikat dengan produksi 40,3 juta ton, India dengan produksi 16 juta ton, Kanada dengan produksi sekitar 12,2 juta ton, dan Jerman dengan produksi 11,9 juta ton.
Menariknya, meski China dan Amerika Serikat berada di urutan pertama dan kedua produsen garam dunia, mereka ternyata juga merupakan negara pengimpor garam terbesar ketiga dan pertama di dunia. Mereka tetap tak mampu memenuhi semua kebutuhan garam dalam negeri meski menjadi produsen garam terkemuka.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari situs World’s Richest Country, Amerika Serikat tercatat mengimpor 15,1 persen garam dari total garam yang dibutuhkan negaranya dengan nilai impor sebesar 479, 2 juta dolar AS. Adapun China tercatat mengimpor 5,9 persen garam atau bernilai sekitar 189,2 juta dolar AS.
Selain karena jumlah penduduk yang banyak, Amerika Serikat dan China masih perlu mengimpor garam karena tingginya kebutuhan garam untuk industri di negara mereka. Faisal Basri menyatakan, kebutuhan garam paling banyak adalah untuk industri.
“Industri jauh lebih banyak menyerap garam ketimbang rumah tangga. Tengoklah negara-negara pengimpor utama (garam) adalah negara industri maju,” tulisnya.
Meski bukan termasuk negara maju, Indonesia juga tercatat sebagai negara pengimpor garam terbesar ke-10 dunia setelah Amerika Serikat, China, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Taiwan, Belgia, Kanada, dan Rusia. Pada 2016 Indonesia tercatat mengimpor 2,7 persen garam atau senilai 8,6 juta dolar AS.
Data produksi dan impor-ekspor garam dunia. (Foto: Utomo P/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Data produksi dan impor-ekspor garam dunia. (Foto: Utomo P/kumparan)
Panjang garis pantai yang dimiliki suatu negara tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah produksi garam negara tersebut. Sebab selain faktor cuaca dan tata kelola seperti yang disebutkan di atas, sumber garam dunia juga tidak melulu berasal dari pengeringan air laut. Ada sumber garam lain yang dikenal dengan tambang garam.
ADVERTISEMENT
Austria misalnya memiliki Salzburg dan Hallstatt. Kedua tambang ini sudah dimanfaatkan sejak ratusan tahun silam. Usai ditambang, beberapa tempat di Salzburg dan Hallstatt kini telah dijadikan lokasi wisata.
Tak hanya Austria, negara-negara Eropa lainnya seperti Rusia, Jerman, Rumania, Bosnia, Italia, dan Polandia juga tercatat memiliki tambang garam. Bukan cuma Eropa, negara-negara di benua lain juga memiliki tambang garam, sebut saja misalnya Amerika Serikat, Kanada, Pakistan, dan Maroko.
Di Indonesia kebanyakan garam diperoleh dari hasil penguapan air laut. Namun ada pula garam yang didapat dari gunung, seperti yang dihasilkan oleh warga setempat di Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, dan warga lokal di Lembah Baliem, Papua. Di kedua tempat tinggi tersebut ada sumber air asin yang dapat dijadikan kristal-kristal garam, mirip dengan salah satu metode pengambilan garam yang lazim dilakukan di dunia, yakni solution mining.
Garam halus. (Foto: Wikimedia commons/Pinpin)
zoom-in-whitePerbesar
Garam halus. (Foto: Wikimedia commons/Pinpin)
Secara umum, ada tiga cara memproduksi garam, yakni deep-shaft mining, solution mining, dan penguapan matahari.
ADVERTISEMENT
Pengambilan garam dengan cara deep-shaft mining dilakukan seperti mengambil mineral tambang lainnya. Garam yang diambil melalui cara ini berasal dari deposit kuno atau endapan mineral di bawah tanah. Kebanyakan garam yang dihasilkan dengan cara ini digunakan sebagai garam batu yang banyak dipakai sebagai bahan baku pembuatan lapisan jalan.
Adapun dalam cara solution mining, pengambilan garam dilakukan dengan cara memasang sumur-sumur di atas lapisan garam. Air bersih kemudian diinjeksi untuk melarutkan lapisan garam tersebut. Larutan air yang terbentuk kemudian dipompa keluar dan dibawa ke pabrik atau tempat lain untuk dievaporasi. Kebanyakan garam meja yang berwarna putih bersih berasal dari produksi yang menggunakan cara ini.
Di beberapa tempat lainnya, garam yang ditambang telah berbentuk mata air sehingga hanya perlu dipompa atau dibawa ke atas. Garam gunung yang dihasilkan di Krayan, Kalimantan Utara, misalnya juga diambil melalui sumur-sumur dan kristal garam yang terbentuk pun berwarna putih bersih.
ADVERTISEMENT
Terakhir, metode lain yang banyak digunakan adalah penguapan matahari, terutama di negara yang memiliki garis pantai panjang dan paparan panas matahari yang lama. Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke kolam-kolam dangkal dan kemudian akan menguap seiring waktu dengan bantuan sinar matahari sehingga menyisakan kristal-kristal garam.
Semua garam dunia yang dihasilkan melalui ketiga cara di atas tentunya tidak hanya digunakan sebagai penyedap rasa makanan. Faktanya, hanya 6 persen garam yang digunakan untuk makanan.
Laman Maldon Salt mencatat, sedikitnya manusia menggunakan garam melalui lebih dari 14.000 cara untuk membuatnya menjadi berbagai macam produk seperti plastik, kertas, kaca, karet, kain, pupuk, sabun deterjen, pemutih, pewarna, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Jika dipersentasekan, sekitar 68 persen garam digunakan untuk bahan kimia industri, 12 persen garam digunakan untuk pendingin air, 8 persen garam digunakan untuk lapisan jalan, 6 persen digunakan untuk pertanian, dan 6 persen lainnya digunakan untuk makanan.
Angka impor garam yang besar di sejumlah negara, termasuk Indonesia sebagaimana berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, lebih disebabkan oleh tingginya kebutuhan garam untuk berbagai industri di negara tersebut.
Data pemanfaatan garam dunia. (Foto: Utomo P/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Data pemanfaatan garam dunia. (Foto: Utomo P/kumparan)