WALHI: Pembangunan PLTU Batubara Bebani Keuangan PLN dan Negara

28 September 2017 23:52 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi PLTU. (Foto: Antara/Iggoy el Fitra)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PLTU. (Foto: Antara/Iggoy el Fitra)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendesak seluruh proyek PLTU Batubara tidak hanya ditinjau ulang, tapi segera dibatalkan. Sebab, selain berdampak pada lingkungan hidup dan mengancam mata pencaharian masyarakat sekitar, terutama petani dan nelayan, pembangunan PLTU Batubara juga berpotensi membangkrutkan keuangan negara.
ADVERTISEMENT
“Batalkan segera pembangunan PLTU Batubara karena berpotensi membangkrutkan negara,” ujar Dwi Sawung, Manager Urban dan Energi WALHI, dalam pers rilis yang diterima kumparan, Kamis (28/9).
Pernyataan WALHI ini didorong oleh bocornya Surat Menteri Keuangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang isinya tentang kondisi keuangan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengkhawatirkan akibat beban pembayaran utang dan proyek 35 Gigawatt (GW) yang perlu ditinjau ulang.
Sebelumnya pada tanggal 6 Februari 2017 WALHI pernah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan untuk tidak memberikan jaminan pembiayaan kepada pembangkit listrik tenaga batubara Cirebon 2 karena alasan yang sama, tapi sayangnya Menteri Keuangan tetap memberikan surat jaminan kelayakan usaha pada proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
“Dalam surat tersebut kami sampaikan bahwa saat ini sistem kelistrikan Jawa-Bali mengalami kelebihan daya yang sangat besar. Sistem pembelian pun bermasalah yaitu take-or-pay, di mana PLN harus membayar listrik yang dihasilkan oleh penyedia listrik swasta walaupun listrik tersebut tidak digunakan,” terang Sawung.
Pengiriman Surat dari WALHI untuk Menkeu (Foto: Dok. WALHI)
zoom-in-whitePerbesar
Pengiriman Surat dari WALHI untuk Menkeu (Foto: Dok. WALHI)
Saat ini Daya Mampu sistem Jawa-Bali adalah sebesar 33.153 Megawatt (MW) dengan beban puncak 25.106 MW. Dengan demikian, sistem kelistrikan Jawa-Bali kelebihan pasokan sedikitnya sebesar 8.000 MW.
“Kelebihan listrik tersebut tetap harus dibayar yang pada ujungnya membebani keuangan negara.”
WALHI mencatat, pertumbuhan konsumsi listrik juga tidak sesuai dengan proyeksi yang dibuat oleh PLN. Pertumbuhan konsumsi listrik semester I tahun 2017 hanya sebesar 2,4 persen. Angka itu masih jauh dari target yang dibuat, yakni sebesar 6,5 persen.
ADVERTISEMENT
“Dengan kondisi yang ada, tanpa membangun pembangkit baru pun masih ada cadangan daya listrik yang bisa digunakan hingga tahun 2026,” ujar Sawung.
Aksi Tolak PLTU 2 di Indramayu (Foto: Dok. Walhi Jabar)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Tolak PLTU 2 di Indramayu (Foto: Dok. Walhi Jabar)
Berdasarkan pemantauan WALHI, saat ini PLN masih membangun pembangkit-pembangkit dengan kapasitas yang sangat besar dalam sistem kelistrikan Jawa-Bali yang proyeksi kebutuhannya tidak sesuai dengan pembangunannya sehingga akan memperbesar kerugian PLN. Pembangunan PLTU di Pulau Jawa misalnya, apabila ditotal, kapasitasnya mencapai lebih dari 5.000 MW.
Untuk pembangunan PLTU batubara di Sumatera Selatan, WALHI melihat PLN sampai harus mematikan PLTU batubara milik mereka sendiri untuk menghemat biaya bahan bakar karena terpaksa membeli dari penyedia listrik swasta yang sudah terlanjur masuk dalam sistem Sumatera bagian selatan.
Selain itu, WALHI juga menyoroti borosnya pembanguan PLTU Kaltim 5 dengan kapasitas 2.000 MW. Sebab, proyeksi pertumbuhan permintaan listrik di daerah itu jauh lebih kecil dari rencana pengadaan pembangkit tersebut.
ADVERTISEMENT
“Pembangunan tersebut akan membebani keuangan PLN dalam jangka panjang,” tegas Sawung.