Konten dari Pengguna
Menyelamatkan Tesso Nilo, Menjaga Napas Indonesia
24 September 2025 15:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
Kiriman Pengguna
Menyelamatkan Tesso Nilo, Menjaga Napas Indonesia
Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia. Hutan tidak hanya berfungsi sebagai rumah bagi jutaan spesies flora dan faunaValentino Gregorius
Tulisan dari Valentino Gregorius tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia. Hutan tidak hanya berfungsi sebagai rumah bagi jutaan spesies flora dan fauna, tetapi juga sebagai penopang kehidupan manusia melalui penyediaan oksigen, air bersih, serta penahan bencana alam. Namun, kondisi hutan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023, luas hutan Indonesia tercatat 125,76 juta hektare atau sekitar 62,97% dari daratan. Hanya dalam satu tahun, angka ini merosot drastis menjadi 95,5 juta hektare pada 2024, dengan deforestasi netto mencapai 175,4 ribu hektare. Angka tersebut memperlihatkan betapa cepatnya hutan Indonesia terkikis oleh aktivitas manusia.
Tragedi Tesso Nilo
Salah satu kawasan yang paling parah terdampak adalah Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau. Kawasan ini awalnya ditetapkan sebagai hutan lindung seluas 81.739 hektare. Akan tetapi, saat ini hanya tersisa sekitar 14.000 hektare hutan primer yang masih bertahan.
Kerusakan ini bukan disebabkan oleh bencana alam, melainkan akibat perambahan liar, pembakaran hutan, dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal. Tragisnya, ribuan warga telah mendirikan pemukiman dan mengelola lahan di kawasan konservasi ini untuk kepentingan pribadi.
ADVERTISEMENT
Lebih memprihatinkan lagi, sebagian warga mengklaim memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang jelas-jelas berstatus hutan lindung. Muncul dugaan adanya pemalsuan dokumen seperti SKT dan KTP serta keterlibatan oknum aparat dalam penerbitan SHM ilegal.
Hal ini tidak hanya merusak kelestarian hutan, tetapi juga mencederai wibawa hukum negara. Jika praktik ini dibiarkan, maka TNTN akan habis dalam waktu singkat, sementara negara kehilangan kredibilitasnya dalam menjaga kawasan konservasi.
Konflik dan Lemahnya Tata Ruang
Situasi semakin pelik ketika pada 21 Juli 2025, ribuan warga dan mahasiswa di Kabupaten Pelalawan menggelar aksi menolak relokasi dari kawasan TNTN. Masyarakat bersikukuh bahwa tanah yang mereka kuasai adalah milik pribadi, padahal secara hukum, hutan lindung tidak bisa dimiliki perorangan. Aksi ini memperlihatkan kompleksitas persoalan tata ruang di Indonesia, lemahnya pengawasan pemerintah, serta kurangnya keberpihakan negara terhadap lingkungan. Persoalan ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan represif, karena akan memicu konflik horizontal.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus hadir sebagai mediator yang adil dengan mengedepankan pendekatan persuasif dan berbasis hak asasi manusia. Edukasi hukum dan lingkungan kepada masyarakat menjadi langkah awal yang harus ditempuh, agar mereka memahami status kawasan tersebut. Selain itu, pemerintah perlu menyiapkan program relokasi yang manusiawi serta skema pemberdayaan ekonomi yang dapat menjamin kehidupan warga. Sehingga masyarakat paham dan dapat menaati aturan yang berlaku tanpa merugikan negara.
Solusi yang Adil dan Penegakan Hukum
Penyelesaian masalah TNTN tidak boleh berhenti pada masyarakat perambah. Akar persoalan yang lebih serius adalah adanya mafia tanah dan oknum aparat yang memperjualbelikan kawasan konservasi demi keuntungan pribadi. Penegakan hukum harus berjalan tegas, transparan, dan menyeluruh. Siapa pun yang terlibat dalam penerbitan SHM ilegal, baik pejabat, aparat, maupun pihak swasta, harus dijatuhi sanksi berat. Hukum harus menimbulkan efek jera dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi negara.
ADVERTISEMENT
Selain penegakan hukum, tata kelola hutan juga perlu dibenahi. Pemerintah harus membangun sistem pengawasan yang lebih ketat, melibatkan teknologi pemantauan berbasis satelit, serta memperkuat kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil.
Upaya konservasi juga tidak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat lokal. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat melalui program ekonomi hijau, ekowisata, dan agroforestri bisa menjadi alternatif yang menguntungkan tanpa harus merusak hutan.
Menyelamatkan Tesso Nilo bukan sekadar persoalan melindungi kawasan lindung, melainkan tentang menjaga warisan ekologis bangsa. TNTN adalah rumah bagi satwa langka seperti gajah Sumatra yang kini semakin terancam akibat penyempitan habitat. Hilangnya hutan berarti hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya risiko banjir, kabut asap, serta krisis iklim yang lebih parah.
ADVERTISEMENT
Negara harus menunjukkan keberpihakannya yang nyata, bukan hanya sekadar wacana. Hutan lindung adalah aset bangsa, paru-paru kehidupan, sekaligus benteng terakhir dari bencana ekologis. Jika negara gagal menyelamatkan TNTN, maka generasi mendatang hanya akan mewarisi cerita tentang hutan yang pernah ada, tetapi telah musnah karena keserakahan dan kelalaian hari ini.
Membiarkan Tesso Nilo terus dijarah atau bangkit untuk menyelamatkannya. Menjaga Tesso Nilo berarti menjaga udara segar, keberagaman hayati, serta keberlangsungan hidup manusia. Hutan lindung bukanlah ladang kepentingan pribadi, melainkan warisan bangsa yang harus dijaga dengan sungguh-sungguh. Menyelamatkan Tesso Nilo berarti menyelamatkan masa depan Indonesia.

