Tiga Bocah Melakukan Hal Tak Pantas di Kuburan, Kaitannya dengan Psikoseksual

Vania Zahra Anisa Salvi
Mahasiswa S1 Universitas Al-Azhar Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Mei 2024 18:29 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vania Zahra Anisa Salvi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dari iStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dari iStock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dunia anak-anak sedang tidak baik-baik saja.
Belum lama ini, tengah beredar sebuah berita di media massa tentang tiga bocah yang terdiri dari seorang bocah laki-laki dan dua bocah perempuan sedang bermesum di sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) di kota Makassar, Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Melalui sebuah video berdurasi 30 detik yang memperlihatkan ketiga bocah itu, tampak salah satu dari dua bocah perempuan membuka celananya, yang disusul oleh si bocah laki-laki. Kemudian, kedua bocah itu terlihat seperti sedang memperagakan aktivitas hubungan intim layaknya suami-istri. Sementara, bocah perempuan yang satunya hanya menyaksikan perbuatan tidak senonoh tersebut.
Tak lama setelah kejadian itu, keduanya berhasil diamankan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Diketahui bahwa aksi tidak senonoh yang bocah-bocah tersebut lakukan ternyata diakibatkan karena menonton video porno.
Ilustrasi dari iStock
Kepala UPTD PPA Makassar, Muslimin, mengungkapkan hasil dari pemeriksaan keduanya kepada wartawan pada Jumat, 26 April 2024. Muslimin mengatakan kalau ternyata kedua bocah itu sudah sering bersama-sama menonton video porno melalui handphone.
ADVERTISEMENT
Yang lebih miris lagi, ketua RT setempat, Kadaria, juga mengungkapkan kalau ketiga bocah tersebut masih di bawah umur. Diketahui bahwa bocah laki-laki dengan inisial TB berusia 8 tahun dan bocah perempuan berinisial AU berusia 7 tahun.
Kadaria juga mengatakan kalau AU mengaku memang sering menonton film porno dan sangat ingin mempraktikannya. Alhasil, AU pun mengajak TB untuk memperagakan aksi tidak senonoh tersebut.
Miris, tapi juga mengherankan. Kamu pasti akan langsung mengira penyebab utama dari masalah ini adalah karena kurangnya pengawasan orang tua saat anak bermain gadget. Sebenarnya bukan hanya itu masalahnya. Kalau kita kaitkan dengan bidang psikologi, masalah ini dapat dijelaskan dengan yang namanya teori psikoseksual.

Tahap-tahap Perkembangan Psikoseksual

Seorang ilmuwan psikologi asal Austria bernama Sigmund Freud (1905) percaya bahwa kepribadian manusia dipengaruhi oleh bagaimana pengalaman hidupnya semasa kecil. Ini berarti, masa kecil seseorang akan sangat mempengaruhi kepribadiannya saat dewasa nanti.
ADVERTISEMENT
Freud juga percaya bahwa setiap orang akan melewati 5 tahapan perkembangan psikoseksual semasa kecil; tahap oral, tahap anal, tahap phallic, tahap laten, dan tahap genital. Inilah yang disebut sebagai teori psikoseksual oleh Sigmund Freud.
Ilustrasi dari iStock

Tahap Oral

Tahap oral terjadi pada anak dari sejak lahir sampai kurang lebih 18 bulan yang sumber kesenangannya dengan merangsang mulutnya. Pada fase tahap ini, bayi mendapatkan kepuasan dengan cara menyusu dari payudara ibunya. Bayi juga menggunakan mulutnya untuk menggigit, memasukkan benda ke mulut, menghisap jari, karena libidonya dapat dipuaskan dari bagian mulutnya.

Tahap Anal

Tahap anal dimulai pada saat anak berusia 18 bulan hingga 3 tahun. Di fase ini, anak akan merasakan ketidaknyamanan saat ia merasa ingin buang air besar. Mereka memperoleh kepuasan dengan cara buang air besar. Maka, pada tahap inilah menjadi saat yang tepat untuk orang tua mengajarkan anaknya tentang kegiatan buang airnya, kapan dan di mana ia seharusnya buang air besar.
ADVERTISEMENT

Tahap Phallic

Tahap phallic terjadi pada anak berusia 3 tahun sampai 6 tahun. Fokus utama untuk memperoleh kepuasan berada di alat kelamin. Pada fase ini, anak akan menjadi semakin sadar akan bagian tubuhnya, khususnya alat kelamin, dan menunjukkan ketertarikan terhadap alat kelaminnya sendiri dan alat kelamin lawan jenis. Anak yang sedang berada di tahap ini bisa saja memenuhkan libidonya dengan menyentuh dan memainkan alat kelaminnya. Pada tahap ini juga anak sudah mulai mengetahui perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

Tahap Laten

Tahap laten terjadi pada saat anak berusia 6 tahun sampai 12 tahun. Di tahap laten, anak sudah mulai memahami tentang norma-norma sosial yang ada di sekitarnya dan akhirnya mereka memendam ketertarikan seksualnya (libido) yang muncul pada tahap phallic. Sebagai pengalihan dari ketertarikan seksualnya, anak akan lebih tertarik untuk mengembangkan keterampilan dan intelektualnya.
ADVERTISEMENT

Tahap Genital

Setelah berhasil melewati keempat tahapan perkembangan psikoseksual dengan baik, libido akan aktif kembali setelah tahap laten-nya. Tahap yang terakhir ini dinamai dengan tahap genital. Ini terjadi dari sejak anak mengalami pubertas sampai meninggal dunia. Tahap ini ditandai dengan ketertarikan romantis dan seksual yang kuat pada lawan jenis. Pada tahap ini, anak sudah tumbuh menjadi dewasa dan bisa mengontrol libidonya dengan lebih bijak.
Setiap tahap perkembangan psikoseksual ini, anak akan mengekspresikan energi seksual (libido) dengan cara yang berbeda melalui bagian tubuh tertentu. Setiap anak diharapkan bisa melewati kelima tahapan psikoseksual dengan baik. Karena, apabila kebutuhan untuk memperoleh kepuasan kurang terpenuhi atau terlalu terpenuhi, anak akan mengalami fiksasi atau terkunci pada tahapan tersebut.
ADVERTISEMENT

Fiksasi

Pernahkah kamu melihat anak yang hobi menggigit kukunya padahal sudah ditegur berkali-kali kalau kebiasaannya itu tidak baik dan bisa menimbulkan penyakit dari kotoran yang ada di kuku?
Ini adalah salah satu contoh dari fiksasi pada tahap oral. Kemungkinan pada saat anak tersebut sedang berada di tahap oral-nya, libidonya kurang dipuaskan atau terlalu dipuaskan yang membawa kebiasaan berhubungan dengan mulut di masa dewasanya.
Ini hanya salah satu contoh dari fiksasi tahap oral. Di luar sana, juga ada anak yang tidak bisa meninggalkan suatu tahap perkembangan psikoseksual dan tidak dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya.
Freud menamai kondisi ini sebagai fiksasi. Kondisi ini terjadi ketika libido anak pada suatu tahap tidak terpuaskan secara memadai, di sinilah fiksasi muncul. Fiksasi akan menimbulkan rasa frustrasi pada anak dan mereka akan merasa tidak puas. Saat mengalami fiksasi, anak akan terjebak pada tahap tersebut dan akan mengalami kesulitan untuk lanjut berkembang ke tahap selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Kalau kamu bertanya, “apa yang buruk dari fiksasi?”, ketahuilah bahwa anak yang mengalami fiksasi pada tahap tertentu akan memiliki karakteristik yang berkaitan dengan tahap psikoseksual yang terganggu saat ia masih kecil. Dan karakteristik ini akan terbawa hingga anak sudah tumbuh menjadi dewasa.
Contohnya seperti kebiasaan menggigit akibat tahap oral yang terganggu sebelumnya. Lainnya seperti fiksasi pada tahap phallic akan memunculkan masalah saat dewasa seperti disfungsi seksual, masalah identitas gender, atau kesulitan dalam menjalin hubungan.
Mengkhawatirkan sekali mengingat usia AU dan TB yang masih 7 dan 8 tahun karena anak seusia mereka seharusnya sudah fokus belajar. Artinya, AU dan TB seharusnya sudah berada pada tahap laten dimana anak-anak pada tahap laten seharusnya sudah mulai fokus untuk mengembangkan keterampilan diri.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan masalah yang terjadi, bisa dikatakan kalau AU dan TB mengalami fiksasi pada tahap phallic. Kemungkinan libido pada tahap phallic tidak terpuaskan sehingga AU dan TB terjebak pada tahap ini.
Lantas, bagaimana agar fiksasi bisa hilang?
Menurut Freud, fiksasi bisa ditangani dengan proses transferensi. Intinya adalah, fiksasi lama dipindahkan ke fiksasi yang baru, memungkinkan seseorang untuk menangani masalahnya secara sadar. Biasanya melalui terapi yang memanfaatkan proses transferesi, terapis bisa membantu membawa perasaan bawah sadar dari masa lalu ke dalam kesadaran yang secara tidak sadar ditunjukkan oleh orang yang mengalami fiksasi.

Lingkungan yang Buruk dan Kurangnya Pengawasan

Kadaria sang ketua RT mengungkapkan bahwa AU belum bersekolah. Sementara, TB sudah bersekolah tapi berhenti karena keterbelakangan mental.
ADVERTISEMENT
Bagi anak-anak yang sedang berkembang di tahap laten, pendidikan menjadi kebutuhan dasar yang paling penting untuk mereka karena pendidikan menjadi salah satu usaha yang bisa mengembangkan kepribadian anak. Saat berada di sekolah, anak akan diberikan kegiatan bisa mengasah kemampuan akademik maupun non akademik sehingga anak akan terus termotivasi untuk fokus pada cara bagaimana mereka bisa mengembangkan keterampilan diri.
Namun, pada kasus anak yang putus sekolah seperti TB, keluarga mempunyai peran penting untuk mengawasi dan mengontrol lingkungan sosialnya. Sama halnya seperti AU yang tidak bersekolah, keluarga AU diharuskan untuk menjaga lingkungan sosial AU karena kekurangan edukasi dan pendidikan dari sekolah yang bisa mengasah kecerdasan emosional anak.
Mungkin kamu berpikir anak yang tidak bersekolah dan mendapatkan pendidikan masih belum memberikan dampak yang signifikan terhadap keduanya, lantas apakah hal lain yang bisa menguatkan penyebab terjadinya masalah ini?
ADVERTISEMENT
Karena anak yang tidak bersekolah, dia jadi berada di lingkungan rumahnya terus. Saat anak berada di rumah, orang tua harus memberikan pengawasan ekstra kepada anak.
Handphone memang seharusnya tidak diberikan kepada anak yang masih belum bisa mengatur tanggung jawabnya. Tapi Alzena Masykouri (2021) berpendapat kalau umur 6-10 tahun merupakan masa terbaik untuk mengenalkan anak mengenai tanggung jawab menggunakan gadget dan internet.
Tentunya ini harus didampingi dengan pengawasan dan kontrol dari orang tua karena anak dengan minimnya pengetahuan bisa saja melihat konten-konten di dunia maya yang seharusnya tidak dilihatnya. Orang tua tidak bisa hanya memberikan larangan, harus disertai dengan pengawasan. Karena pada dasarnya, anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi.
Dikatakan bahwa AU memiliki keinginan yang besar untuk menirukan perbuatan yang ada di video porno, menandakan bahwa AU tidak mendapatkan pengawasan saat sedang bermain handphone atau terlalu banyak mendapatkan screen time dari orang tuanya. Ini menjadi letak kesalahannya karena saat orang tuanya tidak mengawasinya, itulah masa dimana AU bisa memuaskan rasa penasarannya.
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang bisa dilakukan oleh orang tua? Sebagai orang tua dari seorang anak, sudah pasti kalau orang tua harus memberikan pengawasan secara cukup kepada anak, terlebih lagi jika anak sudah berhenti atau belum bersekolah. Berilah anak-anak dengan sejumlah kegiatan yang bermanfaat sehingga bisa mengalihkan perhatiannya dari hal-hal yang bersifat negatif.

Edukasi Seks Dini dari Orang Tua

Saat anak berada di tahap phallic, mereka akan mulai penasaran dengan alat kelamin sendiri dan lawan jenis, bahkan seorang anak bisa menyentuh dan menggesek-gesek alat kelaminnya. Tentunya hal ini normal untuk anak yang sedang melewati tahap phallic, tapi tidak bagus jika mereka dibiarkan begitu saja.
Maka dari itu, orang tua sebagai orang dewasa yang memiliki pemahaman lebih luas dari anak kecil seharusnya memberi pemahaman tentang pendidikan seksualitas kepada anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Apakah itu sebuah hal yang tabu? Tentu saja bukan. Pendidikan seks bukan berarti mengajarkan anak untuk melakukan hubungan seks, tapi mengajarkan agar anak menjaga dan merawat bagian intimnya, terutama alat kelamin.
Ilustrasi dari iStock
Tahap phallic menjadi saat yang pas untuk orang tua memberikan edukasi kepada sang anak kalau alat kelamin adalah organ sensitif yang seharusnya tidak dipegang oleh sembarang orang. Orang tua juga bisa memberikan pengawasan lebih dan mengalihkan perhatian anak ke kegiatan yang lebih bermanfaat. Dengan diberikannya pendidikan seks pada usia yang tepat, anak bisa mengenali identitas biologisnya agar matang secara psikologis dalam perkembangannya, anak juga akan memahami bahwa bagian intim dari tubuhnya adalah bagian yang penting, demikian ia akan menjaga bagian tersebut.
ADVERTISEMENT
Di sini, kemungkinan yang paling mungkin adalah AU dan TB tidak atau kurang mendapat pemahaman mengenai seksualitas. Kejadian seperti AU dan TB pun tidak akan terjadi andai AU dan TB memahami batasan masing-masing, mereka pasti akan menjaga bagian tubuh intimnya.
Dari sini, sangatlah penting untuk memberikan pemahaman seks kepada anak di usia dini, terutama di usia saat tahap phallic sedang berkembang dengan harapan anak-anak akan lebih menjaga bagian intim tubuhnya dan masalah serupa tidak akan terjadi kembali.
Referensi:
Athanasiou. K. A. (2023). What Freud’s Psychosexual Development Theory Did and Didn’t Explain. Retrieved from Verywell Health: https://www.verywellhealth.com/psychosexual-development-5524763
Anggraini, R. et al. (2023). LITERATURE REVIEW: Pentingnya Edukasi Seks dalam Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak. KOSALA: Jurnal Ilmu Kesehatan, 11(2).
ADVERTISEMENT
Anthony, R. (2024, April 27). Viral! Video Bocah 7 Tahun di Makassar Mesum di Kuburan. Retrieved from EraNasional: https://daerah.eranasional.com/70438/viral-video-bocah-7-tahun-di-makassar-mesum-di-kuburan?all=1
Cherry, K. (2023). Freud's Stages of Human Development: The 5 Psychosexual Stages of Development by Age. Retrieved from Verywell Mind: https://www.verywellmind.com/freuds-stages-of-psychosexual-development-2795962
Darmayanti, N. et al. (2023). Dampak Putus Sekolah Pada Remaja: Literature Review. Al-Iman Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan, 7(1).
Fauzan. (2024, April 26). Viral Bocah Berusia 7 dan 8 Tahun di Makassar Berhubungan Intim di Kuburan. Retrieved from Liputan6: https://www.liputan6.com/regional/read/5582440/viral-bocah-berusia-7-dan-8-tahun-di-makassar-berhubungan-intim-di-kuburan
Fitrikasari, A. et al. (2021). Siklus Kehidupan dan Teori Perkembangan. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Kassel, G. (2020). What Are Freud’s Psychosexual Stages of Development? Retrieved from Healthline: https://www.healthline.com/health/psychosexual-stages
Kholid, H. H. (2023). Rekonstruksi Konsep Psikoseksual Sigmund Freud; Satu Tinjauan Islamisasi. Indonesian Journal of Islamization Studies, 1(1), 1-19.
ADVERTISEMENT
Lantz, S. E. & Ray, S. (2022). Freud Developmental Theory. Retrieved from National Institutes of Health: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557526/
Mcleod, S. (2024). Freud’s Psychosexual Theory And 5 Stages Of Human Development. Retrieved from SimplyPsychology: https://www.simplypsychology.org/psychosexual.html.
Muin, A. (2024, April 28). Viral Bocah di Makassar Terekam Diduga Berhubungan Intim di Kuburan. Retrieved from IDN Times Sulsel: https://sulsel.idntimes.com/news/indonesia/ashrawi-muin/viral-bocah-di-makassar-terekam-diduga-berhubungan-intim-di-kuburan
Rahmat, A. & Maud, S. (2024, April 27). Bocah 7 Tahun di Makassar Mesum di Kuburan, Mengaku Karena Sering Nonton Film Porno. Retrieved from VIVA.co.id: https://www.viva.co.id/berita/nasional/1709254-bocah-7-tahun-di-makassar-mesum-di-kuburan-mengaku-karena-sering-nonton-film-porno.
Samodra, F. P. (2023). Fiksasi adalah Keterikatan Pada Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi, Ini Ulasannya. Retrieved from Liputan6: https://www.liputan6.com/hot/read/5441330/fiksasi-adalah-keterikatan-pada-kebutuhan-yang-tidak-terpenuhi-ini-ulasannya
Utami, R. (2023). Balita Suka Memainkan Kelamin, Wujud Perkembangan Psikoseksual Anak. Retrieved from Skata: https://skata.info/article/detail/1556/balita-suka-memainkan-kelamin-wujud-perkembangan-psikoseksual-anak
ADVERTISEMENT
Friedman H. S. & Schustack M. W. (2006). KEPRIBADIAN: Teori Klasik dan Riset Modern Jilid 1 (Edisi Ketiga). Jakarta: Penerbit Erlangga.