Konten dari Pengguna

Dampak Depresi Ekonomi Pemerintah Kolonial Terhadap Rakyat Indonesia

Viorelle Razhelea
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
6 Mei 2024 14:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Viorelle Razhelea tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Dampak Depresi Ekonomi di Indonesia. Sumber: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Dampak Depresi Ekonomi di Indonesia. Sumber: Pexels
ADVERTISEMENT
Depresi Ekonomi Tahun 1930
Menjelang tahun 1930, ekonomi global dilanda krisis yang cukup parah. Peristiwa ini dikenal sebagai depresi ekonomi, yang berlangsung lama dan memiliki dampak besar. Susanto Zuhdi (2002: 67) menjelaskan bahwa konsep resesi dan depresi berbeda. Depresi berlangsung lebih lama daripada resesi. Namun, Ingleson (2013: 211) mengatakan bahwa tahun 1930an adalah dekade depresi ekonomi yang panjang dengan dampak pengangguran yang belum pernah terlihat sebelumnya. Zaman meleset atau malaise adalah istilah lain untuk depresi ekonomi. Pada tahun 1930an, media bumiputra sering menggunakan istilah tersebut untuk menyebut masa depresi ekonomi yang rumit.
ADVERTISEMENT
Depresi ekonomi tersebut telah melemahkan hubungan perdagangan internasional. Sehingga terjadi ketimpangan antara jumlah produksi dan jumlah permintaan yang masuk. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan harga yang cukup tajam. Pada dasarnya, peristiwa tersebut bermula ketika terjadi peningkatan kegiatan produksi yang begitu cepat. Namun, hasil keuntungan produksi yang diberikan kepada buruh jumlahnya sangat terbatas (Zuhdi, 2002:68). Sebab, Sebagian besar keuntungan produksinya dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan-bangunan pabrik baru yang menyebabkan produksi berlebihan sebagai puncaknya.
Menurut Osseweijer (2016:114), bahwasannya depresi ekonomi yang terjadi di Hindia Belanda disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar dan faktor yang berasal dari dalam. Kelebihan produksi di Hindia Belanda semakin memperparah dampak dari depresi ekonomi tersebut. Namun, Sir Arthur Lewis berpendapat bahwa depresi ekonomi juga diakibatkan adanya penurunan harga bahan mentah yang cukup drastis, sehingga mengganggu kegiatan ekspor.
ADVERTISEMENT
Dampak Depresi Ekonomi Pemerintah Kolonial BelandaTerhadap Rakyat Indonesia
Angka pengangguran semakin meningkat pada tahun 1930an. Diawali dari pemecatan pegawai Jawatan Kereta Api Negara yang pada awalnya berjumlah 44.089 orang, kemudian hanya tersisa 28.532 orang saja. Pegawai pegadaian juga merasakan dampak dari depresi ekonomi. Pemecatan terhadap pegawai pegadaian dilakukan secara bertahap dan pegawai yang dinyatakan bertahan, akan mendapatkan pemotongan upah. Pada sektor swasta, pemecatan terhadap buruh kian meningkat tajam. Terutama bagi buruh perkebunan yang terdapat di wilayah Jawa dan Sumatera.
Dampak yang ditimbulkan dari aksi pemecatan secara besar-besaran tersebut mengakibatkan lonjakan jumlah pengangguran. Banyak diantara mereka yang kemudian menjadi gelandangan di sekitar perkotaan yang ada di Jawa. Mayoritas Masyarakat yang menjadi gelandangan pada masa itu merupakan golongan bumiputera. Hal ini dikarenakan Belanda lebih memprioritaskan pribumi dalam aksi pemecataan massal tersebut.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kesengsaaran pribumi akibat pengangguran dan kemiskinan, semakin bertambah akibat Belanda bersikap diskriminatif. Masalah baru yang ditimbulkan seperti peristiwa kelaparan yang mulai menjalar hingga ke seluruh wilayah yang ada di Hindia Belanda. Peristiwa ini kemudian berkembang menjadi tindakan kriminalitas sebagai akibat dari depresi ekonomi. Pada tahun 1930 sampai tahun 1932, tercatat bahwasannya angka kriminalitas di wilayah Kabupaten Pati, Rembang, Jepara, Kudus dan Blora kian meningkat hingga 5488 kasus.
Aksi Protes Kaum Buruh Terhadap Pemerintah Kolonial Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda tidak memiliki keseriusan dalam menanganai berbagai dampak yang terjadi akibat depresi ekonomi. Sehingga, kaum buruh yang mengalami keterpurukan dalam masalah ekonomi tersebut, berusaha untuk terus mengharapkan upaya kemakmuran masyarakat dari pemerintah kolonial. Beberapa serikat buruh melakukan protes atas kebijakan pemerintah kolonial dengan mengadakan pertemuan terbuka. Suara protes kaum buruh yang selama ini diabaikan, mendadak membuat cemas pemerintah kolonial. Hal ini disebabkan kaum buruh tersebut memiliki hubungan dekat dengan kelompok pergerakan di perkotaan yang menjadi sentrum pergerakan nasional. Kedekatan diantara keduanya didasari dengan adanya kesamaan tujuan. Seperti Partai Indonesia (Partindo) dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) merupakan dua organisasi pergerakan nasional yang berasas nonkoorperatif dan sangat menentang keberadaan pemerintah kolonial. Salah satu kader PNI Baru juga ada yang bergabung dengan aktivis buruh. Kaum pergerakan dan serikat buruh mulai melancarkan berbagai aksi protes, seperti “aksi satu hari”. Aksi ini dilakukan pada tanggal 13 Agustus 1933 di perkotaan Jawa. Aksi satu hari digelar dengan cara mengadakan rapat umum yang diselenggarakan di beberapa kota. Akan tetapi, banyak anggota dari aksi tersebut yang dibubarkan oleh polisi, terutama anggota Partindo dan PNI Baru yang hadir dalam rapat umum.
ADVERTISEMENT
Sikap pemerintah kolonial yang melarang rapat-rapat umum dan masalah pendapatan buruh untuk mendukung keuangan serikat membuat gerakan buruh semakin terdesak. Pemangkasan anggaran adalah pilihan yang tepat untuk memelihara serikat buruh selama depresi ekonomi. Seperti yang dibahas dalam kongres Persatuan Vakbond Pegawei Negeri (PVPN) dari Desember 1933 hingga Januari 1934. Serikat buruh juga mengalami penurunan anggota. Tidak diragukan lagi, hal ini juga memengaruhi upaya mereka untuk mempertahankan hak buruh dan menentang pemerintah kolonial. Penurunan ini berhenti hingga tahun 1936, ketika organisasi kooperatif menjadi pusat pergerakan nasional.