Kekerasan Terhadap Wanita Akibat Pengaruh Sistem Patriarki di Indonesia

Vira Nur Maharani
Mahasiswi Fakultas Hukum UPN "Veteran" Jakarta.
Konten dari Pengguna
16 Desember 2020 6:25 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vira Nur Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Perempuan
Tanggal 10 Desember kemarin merupakan hari terakhir kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP) atau 16 Days of Activism Againts Gender Violence yang merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap wanita di seluruh dunia. Aktivitas yang dilaksanakan pada tanggal 25 November - 10 Desember ini dirayakan dengan banyaknya acara-acara seperti webinar anti kekerasan terhadap perempuan, aksi-aksi feminisme dan lainnya. Namun sayangnya, kekerasan tetap saja marak terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Patriarki merupakan salah satu sumbangsih faktor mengapa kasus kekerasan terhadap perempuan masih saja terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dirangkum oleh Komnas Perempuan pada Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2019 atas kekerasan terhadap perempuan, dicatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Pada ranah privat/personal, tercatat adanya 11.105 kasus yang dilaporkan pada mitra pengada layanan, dan 944 kasus yang dilaporkan langsung pada komnas perempuan. Pada ranah publik/komunitas, tercatat 6.664 kasus terjadi sepanjang tahun 2019, 3.602 kasus dilaporkan kepada mitra pengada layanan dengan rincian 715 kasus perkosaan, 531 kasus pencabulan, 520 kasus pelecehan seksual, 176 kasus persetubuhan, dan sisanya percobaan persetubuhan dan perkosaan. Lalu pada ranah yang menjadi tanggung jawab negara tercatat 12 kasus.
Dari rangkuman diatas, dengan total 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, terjadi kenaikan sekitar 6% dari tahun sebelumnya dan dalam kurun waktu 12 tahun terjadi kenaikan sebesar 792%. Peningkatan yang hampir 8 kali lipat ini menunjukan bahwa perempuan masih ada pada posisi yang sangat berbahaya.
ADVERTISEMENT
Saya percaya, bahwa setidaknya satu dari ratusan ribu kasus tersebut merupakan akibat dari sistem patriarki di Indonesia. Dalam pandangan patriarki, wanita dianggap sebagai mahluk lemah yang membuat laki-laki dapat melakukan hal semena-mena terhadap perempuan. Kasus kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi akibat paham patriarki suami yang menyebabkan tingkat perceraian meningkat. Kasus-kasus serupa juga dapat terjadi di ranah lainnya, tak hanya ranah privat saja.
Hal ini merupakan urgensi nyata bagi kaum perempuan di Indonesia. Pemberantasan kekerasan harus segera dilakukan, tak hanya oleh pemerintah namun kita juga sebagai masyarakat harus ikut serta dalam upaya tersebut.
Hal yang dapat dilakukan pemerintah dalam penyelesaian kekerasan berbasis gender ini adalah dengan memberikan kepastian hukum kepada korban dan agar memberi efek jera pada pelaku kekerasan. Pengesahan RUU PKS merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan sekarang oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kita pun sebagai masyarakat memiliki kewajiban untuk memberantas hal ini. Dengan cara stop menormalisasikan perilaku predator para pelaku kekerasan seksual. Mengedukasi diri juga merupakan hal yang sangat penting dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang telah dijelaskan di atas.