Jangan Samakan RB Leipzig dengan Klub-klub ‘Siluman’ Indonesia

Konten dari Pengguna
18 Agustus 2020 13:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Viral Sport tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pertandingan perempat final Liga Champions antara RB Leipzig vs Atletico Madrid di Estadio Jose Alvalade, Lisbon, Portugal. Foto: Lluis Gene/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Pertandingan perempat final Liga Champions antara RB Leipzig vs Atletico Madrid di Estadio Jose Alvalade, Lisbon, Portugal. Foto: Lluis Gene/Reuters
ADVERTISEMENT
RB Leipzig menggebrak panggung Eropa setelah berhasil menjejak semifinal Liga Champions. Pencapaian ini tentu saja sensasional mengingat ini baru kali kedua Die Roten Bullen berkiprah di turnamen level tertinggi Benua Biru itu.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik segala pencapaian itu, ada rasa kebencian yang begitu mendalam, bahkan oleh para penggila sepak bola Jerman sendiri. RB Leipzig dipandang mencoreng tradisi sepak bola Jerman, dengan dituduh mencari jalan instan menuju kesuksesan.
Benarkah demikian?
Langkah RB Leipzig berkiprah di sepak bola Jerman awalnya tak berjalan mulus. Niatan mereka mengakuisisi kepemilikan FC Sachsen Leipzig, klub lokal setempat yang bermain di divisi keempat, ditentang Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB). Ketika itu, mereka ingin mengganti nama dan warna jersi klub.
Hingga akhirnya, pada 2009, Red Bull memilih klub bernama Markranstadt untuk memuluskan proses jual-beli kepemilikan tersebut. Markranstadt sendiri adalah klub yang juga berasal dari kota Leipzig. Saat diakuisisi, tim ini masih berada di divisi kelima atau terendah.
Para pemain RB Leipzig akan menantang Atletico Madrid di 8 besar Liga Champions. Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach
Nama 'RasenBallsport Leipzig' dipilih dalam proses rebranding tersebut. Pada penamaannya, RasenBallsport, yang artinya 'klub sepak bola', disingkat menjadi RB. Hal ini dilakukan untuk 'mengakali' regulasi di Jerman yang melarang nama perusahaan tersemat dalam nama klub.
ADVERTISEMENT
Di tahun pertamanya, klub tersebut langsung promosi ke divisi keempat Liga Jerman. Lagi-lagi, untuk dapat berkompetisi di kasta keempat, RB Leipzig kudu 'mengakali' regulasi di sana: aturan proporsi kepemilikan klub.
Hal tersebut akhirnya menjadi salah satu faktor mengapa petinggi klub dan suporter tim lain membenci RB Leipzig. Saking bencinya, suporter Dynamo Dresden bahkan pernah melempari para pemain RB Leipzig kepala banteng pada 2016.
Sementara, sejumlah suporter enggan bertandang ke markas RB Leipzig ketika timnya bertanding. Hal itu dilakukan sebagai upaya protes atas ulah RB Leipzig yang dinilai telah mencoreng tradisi sepak bola Jerman.
Praktik akuisisi klub sejatinya juga banyak terjadi di sejumlah negara, salah satunya Indonesia. Namun, ada satu benang merah yang memisahkan klub-klub Liga 1 dengan RB Leipzig: berjuang dari bawah.
Penyerang Bali United, Melvin Platje Foto: dok. Bali United
Ya, cara yang ditempuh RB Leipzig sejatinya lebih halus ketimbang klub-klub Indonesia. Mereka mengakuisisi klub yang bermain di divisi terbawah. Untuk sampai ke Bundesliga pun mereka lakukan dengan bertahap.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan sejumlah klub Indonesia semacam Bhayangkara FC, Bali United, PS Tira Persikabo, Borneo FC, dan Madura United.
Bali United mengakuisisi Persisam Putra Samarinda pada 2015. Klub yang awalnya bermukim di Samarinda itu diboyong ke Bali seiring dengan pergantian pengelola. Begitu pula dengan PS Tira Persikabo yang membeli lisensi klub Indonesia Super League (ISL) Persiram Raja Ampat.
Sedangkan, Madura United mengakuisisi Persipasi Bandung Raya pada 2016. Awalnya bernama Persepam Madura United, sebelum mengukuhkan diri sebagai Madura United setahun berikutnya.
Sejumlah pesepak bola dan ofisial Bhayangkara FC berlari saat latihan mandiri di Stadion PTIK, Jakarta, Senin (22/6). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Khusus untuk Bhayangkara FC, ada sejarah panjang di balik kelahiran mereka pada 2017. Terbentuknya klub milik Kepolisian RI ini tak lepas dari konflik yang menghampiri Persebaya sehingga terbelah menjadi dua.
ADVERTISEMENT
Persebaya 1927 yang telah lebih dulu bermain di Indonesia Premier League (IPL), sementara Persebaya Surabaya yang berlaga di Divisi Utama pada 2013 dan promosi ke ISL semusim berikutnya. Akan tetapi, pada 2015, kompetisi dihentikan dengan Persebaya dianggap tak memenuhi aspek legalitas.
Karena hal itu, Persebaya kemudian mengubah namanya menjadi Persebaya Surabaya United, kemudian berubah lagi menjadi Bonek FC, sebelum kembali diubah menjadi Surabaya United.
Hingga akhirnya, Surabaya United merger dengan PS Polri untuk berlaga di Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016 dengan mengusung nama Bhayangkara FC dan langsung bisa tampil di Liga 1 2017 dengan mengakhiri musim sebagai juara.
Sementara, Borneo FC yang mengakuisisi klub dari Divisi Utama (kini Liga 2) yakni Perseba Bangkalan Super pada 2014. Tak hanya di Liga 1, klub ‘siluman’ juga bertebaran di Liga 2 yaitu Badak Lampung FC, Muba Babel United, dan Sulut United.
ADVERTISEMENT
Jadi, keberadaan RB Leipzig jelas berbeda dengan para klub ‘siluman’ di Indonesia. Mereka tak mengakuisisi klub Bundesliga, misalnya, sehingga bisa langsung tampil di divisi teratas di Jerman.
RB Leipzig benar-benar berjuang dari bawah, menapaki satu demi satu anak tangga hingga akhirnya mencapai Bundesliga plus kini menjejak semifinal Liga Champions.