Tak Selesaikan Kuliah, Kini Jadi Raja Steak Beromzet Lebih Dari Rp 500 Juta

Viral Food Travel
Berita viral seputar Food dan Travel
Konten dari Pengguna
7 Juni 2020 20:54 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Viral Food Travel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Salah satu menu Waroeng Steak. Foto: Instagram @Jody_Waroeng
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu menu Waroeng Steak. Foto: Instagram @Jody_Waroeng
ADVERTISEMENT
Bisnis kuliner di Indonesia memang tidak pernah ada kata berhenti. Seperti usaha dan kerja keras yang dilakukan oleh Jody Brotosuseno yang membangun kuliner dengan mengandalkan menu steak dan juga milkshake.
ADVERTISEMENT
Meskipun sang ayah sudah memiliki bisnis terlebih dahulu, namun laki-laki ini tidak mau bergantung dengan usaha yang ayahnya. Jody harus melewati 15 tahun pencarian ide di bidang bisnis untuk bisa menyambung hidupnya.
Bersama dengan sang istri, Siti Handayani, ia mencoba peruntungan bisnis mulai dari jualan kaus partai politik hingga harus meninggalkan pendidikan arsitektur yang dulu sempat dijalaninya.
Seperti apa jatuh bangun perjuangannya hingga bisa menjadi seorang raja steak?
Jody Brotosuseno awalnya hanya menjadi seorang pegawai biasa dalam bisnis kuliner sang ayah. Namun setelah dirinya menikahi sang kekasih pada 1998, ia bertekad untuk bisa mandiri. Saat itu mereka ingin fokus menjadi seorang wirausahawan, hingga akhirnya mengorbankan mimpi awalnya untuk menjadi arsitek.
ADVERTISEMENT
Alhasil, pendidikan yang sudah 3 tahun lebih ditempuh oleh Jody harus berakhir di semester ke-8. Ia harus merelakan pendidikan arsitektur di Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk bisa fokus mendapatkan penghasilan secara mandiri dengan mencoba peruntungannya sebagai pengusaha.
Awalnya Jody berjualan susu segar, roti bakar, dan jus buah sembari menjadi karyawan di Obonk Steak. Karena ia sedang tidak beruntung dan peralatannya justru banyak diambil orang, ia harus menutup mimpi bisnis berjualan makanan dan minuman tersebut.
Ilustrasi berjualan kaos. Foto: Shutterstock
Ia tidak patah semangat. Dengan mencoba melihat peluang pada Pemilu 1999 lalu, ia memutuskan untuk menjadi seorang penjual kaus partai politik. Hal tersebut didukung karena jumlah partai yang banyak saat itu yakni 48 partai jumlahnya.
ADVERTISEMENT
Kala itu ia sudah berhasil menggunakan keuntungan dari berjualan kaus dengan mengontrak di kawasan Demangan, Yogyakarta. Setelah itu mereka dikaruniai seorang anak bernama Yuga Adiaksa. Dengan kehadirannya yang memicu semangat untuk bisa mencari uang lebih, akhirnya Jody dan Aniek memutuskan untuk berjualan steak.
Berbeda dengan bisnis yang sudah dirintis sang ayah, Jody membuat steak ini untuk kalangan mahasiswa dan pelajar. Dengan nama Waroeng Steak and Shake, mereka membuka gerai pertama di teras rumah. Hal tersebut dilakukannya karena tidak memiliki uang yang cukup untuk menyewa tempat baru.
Dengan modal uang Rp 100 ribu dan hasilnya menjual motor, warung tersebut hanya mendapatkan keuntungan kecil dan masih sepi pelanggan. Banyak pembeli yang berpikir bahwa steak ini adalah makanan mahal dan sulit untuk didapatkan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menjadi sebuah pecutan semangat baginya untuk mengasah ide krativitas supaya bisnis kulinernya bisa ramai. Akhirnya ia memutuskan untuk bekerja sama dengan loper koran untuk bisa menyelipkan brosur ke halaman koran.
Ia hanya membutuhkan uang Rp 10 ribu untuk bisa menyisipkan brosur dengan desain sendiri. Ternyata usaha tersebut berhasil dilakukannya, banyak orang mulai penasaran dengan steak miliknya dan mendatangi warung kecil tersebut.
Bahkan saking banyaknya orang yang datang, Jody harus membuat sistem nomor antrean untuk pelanggannya. Akhirnya Jody mendapatkan pencerahan untuk membuka cabang saat itu. Ia memberanikan diri untuk bekerja sama dengan kerabatnya untuk membangun bisnis tersebut.
Setelah kerja sama berlangsung lama, ia akhirnya bisa balik modal dan lepas dari pemilik modal yang di awal membantunya untuk membuka cabang. Dengan ini ia juga mengakui bahwa ia kesulitan dalam mengelola karyawan.
ADVERTISEMENT
Awalnya hanya 4 karyawan saja yang bekerja dengannya, kini Waroeng Group mengelola 1.700 orang karyawan yang bekerja. Jody banyak mempekerjakan karyawan yang hanya berijazah SD dan SMP.
Hal tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri untuknya, meskipun di awal ia sulit untuk membangun perilaku kejujuran bagi karyawannya. Namun, ia justru bisa banyak belajar untuk mengelola karyawan dengan bantuan penerapan nilai-nilai agama.
Penandatanganan kontrak kolaborasi dengan STIMIK Antar Bangsa. Foto: Instagram @Jody_Waroeng
Semua usaha Jody mendirikan bisnis kuliner dari awal tidak ada yang sia-sia, ia bisa mendapatkan omzet rata-rata sebesar Rp 500 juta per bulan untuk satu gerai. Bayangkan saja berapa keuntungan yang bisa didapatkannya dari hasil mengelola puluhan gerai.
Namun, ia tidak mau kaya sendirian. Ia sudah menetapkan salah satu gerai Waroeng Steak miliknya untuk mendanai sebuah pesantren yang diisi 2.000 orang. Ia juga menyumbangkan keuntungannya dari berjualan steak untuk mendanai 7 Rumah Taufidz yang dikelolanya.
ADVERTISEMENT
Wah, sangat mulia ya! Meskipun sudah menjadi seorang raja steak, Jody tidak melupakan kewajiban untuk tetap membantu sesama. Setelah membaca kisah inspiratif di atas, apakah kamu juga ingin melanjutkan hidup seperti perjuangan Jody selama ini?