Konten dari Pengguna

Tauhid Dan Konsekuensinya Dalam Kehidupan Sosial

Wahjiansah
Mahasiswa HKI UMM & Awardee BMM UMM
14 Oktober 2020 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahjiansah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Agama islam merupakan agama yang diyakini sebagai agama tauhid, yakni agama yang berkeyakinan bahwa tiada sesuatu pun bisa menggantikan keimanan kepada Allah SWT. Ajaran tauhid ini telah melekat pada diri setiap orang muslim. Tidak memandang apakah keyakinan bertauhid tersebut didapatkan lewat perjalanan spiritualitas atau karena warisan. Dan inilah yang membedakan islam dengan agama-agama non-tauhid lainya. Menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah sebagai penguasa dan pencipta manusia beserta isinya
Sumberfoto:dalam Islam.com
ADVERTISEMENT
. Pancasila pun mengatakan demikian. Sila pertama ketuhanan yang maha Esa, apabila dipahami itu murni mengandung ajaran monoteisme. Dan Islam menjadi agama yang sesuai dengan semangat monoteisme tersebut. Pada mulanya setiap agama samawi itu kiblatnya tauhid/monoteisme, sebab agama tersebut diwahyukan kepada Nabi dan Rasul sebagai perantara yang akan mengajarkanya kepada segenap manusia. Artinya kehadiran agama samawi/tauhid tidak lahir dari ide maupun gagasan manusia, melainkan datangnya langsung dari Tuhan. Nabi dan Rasul diberikan kepercayaan untuk menyampaikan risalah tersebut kepada segenap penghuni Bumi. Pada perkembanganya, tauhid pun diperluas maknanya sampai menyentuh wilayah humanistik. Manusia juga menjadi bagian tak terpisahkan dari pembahasan tauhid. Ini dikarenakan tujuan tauhid adalah memurnikan kembali sifat-sifat non-ilahiah yang terdapat dalam diri manusia. Sentuhan ketauhidan bermaksud menunjukan bahwa segala sesuatu apabila tidak terdapat kesucian didalamnya, maka sudah menjadi kewajiban hal tersebut ditinggalkan jauh-jauh. Memaknai Tauhid Secara etimologis tauhid bermula dari kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan yeng memiliki makna mengesakan ataupun meyakini bahwa yang disembah hanyalah satu. Tauhid adalah keyakinan bahwa tiada yang berhak disembah oleh segenap manusia selain Allah SWT. Dan rumusan tauhid yang paling jelas terdapat dalam kalimat la ilaha illallah. Kemudian kalimat Muhammadur Rasulullah merupakan suatu konsekuensi logis bagi kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Islam memiliki keunggulan luar biasa dalam hal tauhid ini. Jadi kata-kata la ilaha illallah Muhammadur Rasulullah merupakan kalimat tahuid secara sempurna. Jika seseorang berkeyakinan bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah, maka pada saat yang sama dia sudah mengikrarkan diri untuk tetap berpegang teguh pada agama hanif.. Memaknai tauhid memang sulit, sulit mengkonkretkanya dalam bentuk praktek nyata. Berapa banyak yang mengaku menjalankan/mengamalkan amalan tauhid, namun ternyata apa yang dikerjakan sungguh tidak berdasar sama sekali. Hal ini biasanya didasari oleh keyakinan bahwa apapun pendahulu kerjakan, maka secara otomatis kita wajib mengikutinya juga. Menyelami lebih dalam makna tauhid merupakan langkah awal yang harus dilakukan guna menemukan korelasi maupun konsekuensi tauhid dalam kehidupan ber-sosial. Sungguhlah naïf apabila ajaran tauhid tidak disandingkan dengan kehidupan sosial. Masyarakat luas menjadi sasaran dakwah, serta lingkungan tempat tinggal merupakan lahan menyebarkan kebaikan. Berkaitan dengan apa yang menjadi konsekuensi dari tauhid dalam kehidupan sosial, Prof Amien Rais dengan sangat gamblang menjelaskan dalam bukunya berjudul “Tauhid Sosial : formula menggempur kesenjangan.. Dalam bukunya tersebut, Beliau menyebutkan bahwa ada 5 (lima) konsekuensi bertauhid, yaitu : Pertama-tama, la ilaha illallah memiliki arti, setiap muslim harus berani mengatakan tidak terhadap segala fenomena, sumber kekuatan serta segala sumber kekuatan yang sifatnya non-ilahiah. Jadi kepada setiap apapun yang tidak ilahiah merupakan keharusan untuk ditolak. Sehingga kita akan berkeyakinan tidak ada kekuatan melainkan atas ijin Allah, la haula wala quwwata illa billah. Memperoleh kekuatan atau kesaktian dari hasil syirik sebisa mungkin ditinggalkan sebab bertentantangan dengan tauhid. Kedua, terhadap setiap hal yang tidak sesuai dengan nilai ketauhidan maka harus meniadakanya/menghilangkanya. Segala hal yang tidak ada kaitanya dengan agama, serta tidak berdasar pada al-Qur’an dan as-Sunnah bisa dipastikan hal tersebut merupakan perbuatan yang menyeleweng yakni keluar dari koridor agama. Perbuatan mengada-ada amat dilarang keras oleh agama, tidak heran agama mengancam dengan gancaran dosa serta dimasukkan kedalam neraka. Ketiga, bahwasanya setiap muslim harus mempunyai proclamation atau declaration of life. Siapapun itu, muslim harus mengkampanyekan keimananya agar iman tersebut dapat menyebar luas. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah yang berbunyi “qul inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamiin. Deklarasi hidup seperti itu membuat kita semakin cinta terhadap agama yang kita imani. Memproklamirkan keimanan itu perlu, disamping agar orang lain tahu juga bermaksud mengajari kita untuk mengakui bahwa kita beriman pada kebenaran. Keempat, selanjutnya kita harus mengkonkretkan nilai ketahuidan tersebut dalam kehidupan nyata. Inilah makna keterkaitan antara iman dan amal sholeh. Dalam islam iman tidaklah berarti apa, bila tetangga dan saudara seiman masih merengek karena kelaparan. Bahkan dikatakan sungguhlah sebuah kebiadaban ketika makanan yang kita masak tercium baunya oleh tetangga namun kita tidak membagikanya juga. Kelima, konsekuensi terakhir dari tauhid adalah ketika seseorang yang bertauhid mengambil ukuran ataupun standar kebaikan harus bersandar pada nilai Ilahiah. Ungkapan man is the measure of all things (manusia adalah ukuran segalanya), tidak berlaku sementah itu sebab yang maha benar hanyalah Allah itu sendiri. Manusia terkadang menyeleweng, maka dari itu agalam tempat terbaik untuk bersandar. Sedini mungkin nilai ketauhidan harus disebarluaskan dan diperkuat dalam prakteknya. Mengawali itu semua, tauhid harus diajari kepada setiap generasi.. Pembentukan masyarakat berkemajuan dan berkeadaban harus dimulai dengan membentuk masyarakat yang mencintai agamanya sendiri. Islam dengan spirit liberasi humanisnya, mebutuhkan pondasi sebagai tolakan dalam bergerak dan tauhid adalah dasarnya. Diri sendiri beserta keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat merupakan bagian yang paling ideal dan massif dalam mentransformasikan pahaman/nilai ketauhidan. Penguatan tauhid sejak usia dini memberikan pengaruh besar terhadap kepercayaan diri anak dalam beragama. Mengajari para generasi harus berbanding lurus dengan perbuatan kita sehari-hari. Kesenangan untuk mengikuti merupakan kecenderungan yang dialami oleh anak-anak. Sebisa mungkin perbuatan yang ditampilkan diperhatikan dengan serius. Setiap orang menginginkan hidup yang damai dan sejahtera. Perilaku hidup yang mencerminkan nilai tauhid telah membuktikan bagaimana sebuah Negara bisa bangkit bersaing menuju kebangkitan ketika agama dijalankan dengan baik oleh pemeluknya. Sejarah islam pun mengatakan demikian, perbudakan serta perenggutan martabat kemanusiaan sirna ketika islam datang. Mari bahu-membahu menerapkan kehidupan yang bertauhid dalam kehidupan sehari-hari, fastabiqul khairat.
ADVERTISEMENT