Gelombang kebencian deras menyerang para pendatang Asia di Amerika Serikat dalam dua bulan terakhir. Salah satu peristiwa paling tragis dari fenomena ini terjadi di Gold Spa, Atlanta, Georgia pada 16 Maret lalu, saat enam warga keturunan Asia tewas ditembak hanya karena ras dan warna kulit mereka.
Peristiwa itu pun cuma pucuk dari gunung es: otoritas keamanan AS dan organisasi pembela hak sipil di AS juga telah menerima ribuan laporan mengenai ungkapan kebencian terhadap warga Asia. Tak jarang, hal tersebut berujung pada perundungan dan kekerasan.
Peristiwa ini tidak lepas dari penguatan kelompok populis kanan di AS. Wajah dari tren ini, tentu saja, adalah naiknya Donald Trump sebagai presiden 2017-2021. Bahkan, saat Trump gagal memenangi pemilihan presiden bulan November 2020, sentimen terhadap para pendatang dan mereka yang berkulit non-putih ini tetap kuat. Akar kebencian yang ia dengungkan saat menjabat sebagai presiden terlalu dalam untuk tercerabut dalam waktu yang sebentar.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814