Konten dari Pengguna

Kelalaian dalam Bidang Kedokteran dan Parameternya

wahyu andrianto
Konsultan Hukum Kesehatan, Anggota Aktif WAML, Counsel Beberapa Lawfirm, Wakil Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia.
17 Maret 2024 9:59 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dokter. Foto: Andrei_R/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter. Foto: Andrei_R/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kelalaian dalam bidang kedokteran (tindakan medis) berbeda dengan kelalaian dalam pidana umum. Kelalaian yang dilakukan oleh dokter dalam tindakan medis merupakan pidana khusus sehingga untuk membuktikannya harus berdasarkan parameter dan prosedur yang berbeda dengan kelalaian dalam pidana umum.
ADVERTISEMENT
Hal fundamental yang dapat dijadikan parameter dalam membuktikan kelalaian dalam tindakan medis adalah apakah pelaksanaan atau penyelenggaraan tindakan medis tersebut telah sesuai dengan upaya maksimal (Medical Effort Theory) yang berdasarkan standar dan sesuai dengan kebutuhan medis pasien.
Kelalaian dalam bidang kedokteran, pada umumnya terkait dengan tindakan medis yang telah dilakukan oleh dokter yang tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan medis pasien. Hal ini disebabkan karena lack of skill (kurangnya ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bidang medis sehingga tindakan medis yang dilakukan oleh dokter tidak sesuai dengan standar).
Jadi, parameter untuk mengukur apakah seorang dokter telah melakukan kelalaian dalam tindakan medis adalah dengan mempergunakan Standar. Standar yang dimaksud dalam hal ini didasarkan pada regulasi maupun literatur. Berdasarkan regulasi, Standar meliputi: Standar Pelayanan Medis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, Standar Profesi yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi, dan Standar Prosedur Operasional yang ditetapkan oleh Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan literatur, Prof. HJJ Leenen di dalam bukunya yang berjudul "Gezondheidszorg en Recht een Gezondheidsrechtellyke Studie" dan Brigjen Pol Drs Alfred Ameln SH dalam bukunya yang berjudul “Kapita Selekta Hukum Kedokteran” menjelaskan mengenai unsur-unsur dari Standar Profesi Kedokteran yang terdiri dari:
1. Zorgvuldig handelen (berbuat secara teliti/saksama);
2. Volgens de medische standard (sesuai ukuran medis);
3. Gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie (kemampuan rata-rata atau average dibanding kategori keahlian medik yang sama);
4. Gelijke omstandigheden (situasi dan kondisi yang sama);
5. Met middelen die in redelijke verhouding staan tot het concreet handelingsdoel (sarana upaya yang sebanding atau proporsional dengan tujuan konkret tindakan atau perbuatan medis tersebut).
Berbuat secara teliti dan saksama mengandung makna bahwa dalam melakukan setiap tindakan kedokteran maka dokter harus senantiasa mengutamakan ketelitian dan kehati-hatian. Dalam regulasi, hal ini biasa disebut dengan patient safety. Beberapa hal yang dapat menyebabkan dokter kurang teliti dan berhati-hati di antaranya adalah beban kerja yang melampaui batas (oleh karena itu, dalam penerbitan Surat Izin Praktik Dokter ada pembatasan maksimal 3 tempat praktik).
ADVERTISEMENT
Beban kerja yang melampaui batas ini juga dapat disebabkan karena manajemen Rumah Sakit kurang bagus dan bijak dalam mengatur mengenai beban kerja dan jam kerja dokter sehingga terdapat dokter yang mengalami overload dalam beban kerjanya.
Sesuai ukuran medis, mengandung makna bahwa dokter dalam melakukan tindakan medis harus sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bidang medis. Ilmu pengetahuan, diperoleh dokter melalui pendidikan formal (pendidikan di perguruan tinggi) dan berbagai keikutsertaan dalam berbagai kegiatan ilmiah. Oleh karena itu ada kewajiban bagi dokter untuk memperoleh bobot SKP (Satuan Kredit Profesi) tertentu sebagai prasyarat dalam memperpanjang Surat Izin Praktik.
Kemampuan rata-rata atau average dibanding kategori keahlian medik yang sama artinya adalah seorang dokter harus mempunyai kemampuan rata-rata atau average yang sama dengan dokter dari keahlian medis yang sama.
ADVERTISEMENT
Misalnya, apabila seorang dokter umum dibandingkan dengan dokter umum yang lainnya maka kemampuannya tidak berada di bawah rata-rata atau average. Demikian juga, apabila seorang dokter spesialis dibandingkan dengan dokter spesialis lainnya (tentunya pembandingnya harus berasal dari spesialisasi yang sama) maka kualitasnya tidak berada di bawah kemampuan rata-rata atau average.
Situasi dan kondisi yang sama mengandung makna bahwa seorang dokter dengan kemampuan rata-rata atau average yang sama akan melakukan tindakan medis yang sama apabila dibandingkan dengan dokter lain dalam situasi dan kondisi yang sama.
Misalnya, seorang dokter umum yang berdinas di daerah pedalaman Papua apabila dibandingkan dengan dokter umum lainnya yang berdinas di pedalaman Kalimantan maka kedua dokter umum tersebut akan melakukan tindakan medis yang memenuhi unsur kemampuan rata-rata atau average yang sama.
ADVERTISEMENT
Menjadi hal yang tidak fair apabila dokter umum yang berdinas di daerah pedalaman Papua dibandingkan dengan dokter umum yang berdinas di Rumah Sakit Kelas B di Jakarta. Tentunya, tidak tergambarkan unsur kemampuan rata-rata atau average yang sama karena adanya perbedaan situasi dan kondisi (misalnya, sarana dan prasarana, transportasi, dan sebagainya).
Sarana upaya yang sebanding atau proporsional dengan tujuan konkret tindakan atau perbuatan medis mengandung makna bahwa seorang dokter harus mempertimbangkan upaya yang proporsional dalam melaksanakan tindakan medisnya.
Artinya, tindakan medis yang dilakukan oleh dokter harus seimbang dengan tujuan medisnya. Tindakan medis yang berlebihan dibandingkan dengan tujuan medisnya dapat digolongkan sebagai defensive medicine. Sebaliknya, tindakan medis yang tidak maksimal dibandingkan dengan tujuan medisnya maka berpotensi untuk mengakibatkan terjadinya malapraktik medis.
ADVERTISEMENT

Kelalaian yang Menyebabkan Luka Berat atau Meninggal Dunia dalam Bidang Kedokteran

Ilustrasi mayat. Foto: Shutterstock
Prof. HJJ Leenen di dalam bukunya yang berjudul "Gezondheidszorg en Recht een Gezondheidsrechtellyke Studie" dan Brigjen Pol Drs Alfred Ameln SH dalam bukunya yang berjudul “Kapita Selekta Hukum Kedokteran” menyatakan bahwa tindakan medis memenuhi aspek pidana apabila terpenuhi unsur berikut ini: (1) adanya penyimpangan dari Standar Profesi Kedokteran; (2) adanya kelalaian yaitu berupa culpa lata (kelalaian berat); dan adanya akibat yang berupa luka berat atau meninggal dunia.
Ada perbedaan mendasar antara tindak pidana biasa sebagaimana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tindak pidana medis. Tindak pidana biasa menitikberatkan pada akibatnya, sedangkan tindak pidana medis menitikberatkan pada penyebabnya atau kausanya.
ADVERTISEMENT
Seorang pasien yang berobat ke rumah sakit, kemudian menjalani rawat inap dan berakhir dengan kematian, belum tentu identik dengan tindak pidana medis. Harus diteliti terlebih dahulu hal-hal apa sajakah yang menyebabkan kematian tersebut. Hal ini disebabkan tindakan medis pada dasarnya adalah menitikberatkan pada upaya maksimal (Medical Effort Theory) dan tidak menjanjikan hasil atau keberhasilan.
Kegagalan dalam tindakan medis dapat disebabkan karena berbagai hal, di antaranya adalah karena risiko medis, kecelakaan medis, contributory of negligence, dan sifat dasar dalam pelayanan medis yang merupakan inspanningsverbintennis (berdasarkan pada upaya maksimal sesuai dengan standar dan kebutuhan medis pasien).
Kelalaian berat dalam bidang kedokteran (tindakan medis) adalah adanya kesembronoan atau penyimpangan yang sangat terhadap Standar (baik Standar Pelayanan Medis, Standar Profesi, maupun Standar Operasional Prosedur) dan kebutuhan medis pasien yang mengakibatkan pasien mengalami luka berat atau meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Jadi, kelalaian berat atau culpa lata dalam bidang kedokteran (tindakan medis) mengandung 2 (dua) makna, yaitu (1) adanya kesembronoan atau penyimpangan yang sangat terhadap Standar (baik Standar Pelayanan Medis, Standar Profesi, maupun Standar Operasional Prosedur) dan kebutuhan medis pasien; (2) menyebabkan pasien mengalami luka berat atau meninggal dunia. Jadi, kelalaian dalam hal ini adalah berupa culpa lata. Culpa lata dalam beberapa tulisan di jurnal ilmiah dan buku didefinisikan sebagai berikut:
1) Culpa lata adalah bertentangan dengan hukum, akibatnya dapat dibayangkan serta dapat dihindarkan. Culpa lata adalah culpa yang hebat, culpa berat. Istilah lain untuk culpa lata adalah merkelijke schuld, grove schuld.
Menurut pakar adanya culpa lata dapat disimpulkan dalam rumusan kejahatan karena alpa, misal Pasal 359 KUHP. (Nabil Bahasuan, "Makna Culpa Lata dan Culpa Levis dalam Hukum Kedokteran", Jurnal Perspektif Hukum, Edisi Mei Vol.14, No.1, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah, Surabaya, 2014, hlm. 70).
ADVERTISEMENT
2) Culpa lata digolongkan sebagai bewuste schuld (kealpaan yang disadari). Pada kealpaan yang disadari, pelaku dapat menyadari tentang apa yang dilakukan beserta akibat buruk yang dapat terjadi, akan tetapi ia percaya dan berharap bahwa akibat buruk itu tidak akan terjadi.
(Felix Aglen Ndaru, "Menyelamatkan Hutan melalui Instrumen Pembiayaan Berkelanjutan dan Penegakan Hukum terhadap Financial Backers", Jurnal Anti Money Laundering, Edisi Juni 2023 Vol. 01, No.02, Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan, 2023, hlm. 113).
3) Orang yang mempunyai sikap batin culpa lata adalah: Kurang memperhatikan benda-benda yang dilindungi oleh hukum; Ditinjau dari segi masyarakat, ia kurang memperhatikan larangan-larangan yang berlaku dalam masyarakat. (H.A. Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hlm. 326).
ADVERTISEMENT
4) Culpa mengandung unsur: tidak menduga-duga yang diharuskan hukum, tidak mengindahkan larangan, kurang berhati-hati, kurang atau tidak mengambil tindakan pencegahan, lalai melakukan perbuatan yang mengakibatkan hal-hal yang dilarang.
Culpa lata adalah alpa yang hebat. Istilah lain untuk culpa lata adalah merkelijke schuld, grove schuld. Culpa lata dapat disimpulkan dalam rumusan kejahatan karena alpa, misalnya Pasal 359 KUHP. (Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1997, hlm. 107).
Jadi, kelalaian dalam bidang kedokteran adalah kelalaian dalam bentuk culpa lata. Namun, berbeda dengan culpa lata dalam pidana umum, culpa lata dalam bidang kedokteran (dalam hal ini adalah tindakan medis) adalah bersifat khusus. Culpa lata dalam dalam tindakan medis terjadi karena adanya penyimpangan yang sangat terhadap Standar (baik Standar Pelayanan Medis, Standar Profesi, maupun Standar Operasional Prosedur) dan kebutuhan medis pasien serta mengakibatkan pasien mengalami luka berat atau meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Luka berat dalam beberapa peraturan perundang-undangan didefinisikan sebagai berikut:
1) Luka berat berarti: jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu panca indera; mendapat cacat berat; menderita sakit lumpuh; terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. (Pasal 90 KUHP).
2) Luka yang mengakibatkan korban: a. jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut; b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan; c. kehilangan salah satu pancaindra; d. menderita cacat berat atau lumpuh; e. terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih; f. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau g. luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30 (tiga puluh) hari (Pasal 229 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
ADVERTISEMENT

Contoh Kelalaian dalam Bidang Kedokteran (Tindakan Medis)

Ilustrasi operasi sedot lemak. Foto: Gerain0812/Shutterstock
Kelalaian dapat dilakukan oleh dokter pada saat melakukan tindakan medis. Ada beberapa berita di media massa yang dapat penulis sampaikan terkait dengan kelalaian yang dilakukan oleh dokter pada saat melakukan tindakan medis, yaitu:
ADVERTISEMENT

Faktor Penyebab Kelalaian dalam Bidang Kedokteran (Tindakan Medis)

Dapat penulis jelaskan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan dokter melakukan kelalaian dalam tindakan medis adalah sebagai berikut:
(1) Dokter kurang teliti/saksama dalam melakukan tindakan medis. Berbuat secara teliti dan saksama mengandung makna bahwa dalam melakukan setiap tindakan kedokteran maka dokter harus senantiasa mengutamakan ketelitian dan kehati-hatian. Dalam regulasi, hal ini biasa disebut dengan patient safety.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan dokter kurang teliti dan berhati-hati di antaranya adalah beban kerja yang melampaui batas (oleh karena itu, dalam penerbitan Surat Izin Praktik Dokter ada pembatasan maksimal 3 tempat praktik). Beban kerja yang melampaui batas ini juga dapat disebabkan karena manajemen Rumah Sakit kurang bagus dan bijak dalam mengatur mengenai beban kerja dan jam kerja dokter sehingga terdapat dokter yang mengalami overload;
ADVERTISEMENT
(2) Dokter dalam melakukan tindakan medis tidak sesuai dengan Standar. Ada 3 (tiga) hal yang dapat dipergunakan untuk menentukan apakah tindakan medis sudah sesuai dengan standar atau belum:
ADVERTISEMENT
(3) Dokter tidak memperhatikan kebutuhan medis pasien sehingga tindakan medis yang dilakukan tidak proporsional atau tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien. Dokter harus mempertimbangkan upaya yang proporsional dalam melaksanakan tindakan medisnya. Artinya, tindakan medis yang dilakukan oleh dokter harus seimbang dengan tujuan medisnya.
Tindakan medis yang berlebihan dibandingkan dengan tujuan medisnya dapat digolongkan sebagai defensive medicine. Tindakan medis yang tidak memenuhi upaya maksimal, berpotensi untuk dikategorikan sebagai malapraktik medis.