Lesunya Permenkes Pedoman Penggunaan Antibiotik

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law (WAML), Dosen Tetap Fakultas Hukum UI, Dosen Tidak Tetap beberapa Perguruan Tinggi Swasta, Pendiri dan Ketua Unit Riset Hukum Kesehatan Fakultas Hukum UI,
Konten dari Pengguna
27 Maret 2024 15:25 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang pedagang mengambil obat untuk konsumennya di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pedagang mengambil obat untuk konsumennya di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penggunaan antibiotik secara khusus diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan ini adalah pertama, Indonesia memerlukan pedoman penggunaan antibiotik untuk mewujudkan: pengendalian resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik yang tepat, efektif, efisien, dan aman dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat, dan penggunaan obat secara rasional di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kedua, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik agar selaras dengan perkembangan kebijakan nasional dan kebutuhan hukum. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik digunakan sebagai pedoman penggunaan antibiotik bagi praktik mandiri dokter atau dokter gigi, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan rumah sakit, dan pedoman bagi apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian berdasarkan resep dokter atau dokter gigi.
Jadi, Pedoman Penggunaan Antibiotik ini digunakan sebagai acuan dalam menyusun kebijakan serta sebagai panduan penggunaan antibiotik bagi praktik mandiri dokter atau dokter gigi, pusat kesehatan masyarakat, klinik, rumah sakit, dan apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian berdasarkan resep dokter dan dokter gigi. Pedoman Penggunaan Antibiotik ini mengatur penggunaan antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan primer dan lanjutan, tetapi tidak mencakup antibiotik untuk infeksi spesifik.
ADVERTISEMENT
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik menegaskan bahwa Penggunaan antibiotik harus berdasarkan resep dokter atau dokter gigi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengendalian penggunaan antibiotik dilakukan dengan cara mengelompokkan antibiotik dalam kategori AWaRe: ACCESS, WATCH, dan RESERVE. Pengelompokkan ini bertujuan: memudahkan penerapan penatagunaan antibiotik baik di tingkat lokal, nasional, maupun global; memperbaiki hasil pengobatan, menekan munculnya bakteri resisten dan mempertahankan kemanfaatan antibiotik dalam jangka panjang. Kategorisasi ini mendukung rencana aksi global World Health Organization (WHO) dalam pengendalian resistensi antimikroba.
Antibiotik kelompok ACCESS tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Antibiotik ini diperuntukkan bagi pengobatan infeksi bakteri yang umum terjadi dan diresepkan oleh dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dikaji oleh apoteker. Penggunaannya juga harus sesuai dengan panduan praktik klinis dan panduan penggunaan antibiotik yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Antibiotik kelompok WATCH tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut; digunakan untuk indikasi khusus atau ketika antibiotik kelompok ACCESS tidak efektif. Kelompok ini memiliki kemampuan lebih tinggi dan berpotensi menimbulkan resistensi sehingga diprioritaskan sebagai target utama program pengawasan dan pemantauan.
Antibiotik ini diresepkan oleh dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dikaji oleh apoteker, dan disetujui oleh dokter konsultan infeksi. Apabila tidak tersedia dokter konsultan infeksi, maka persetujuan diberikan oleh dokter anggota Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit penggunaan sesuai dengan pantauan praktik klinis dan panduan penggunaan antibiotik yang berlaku.
Antibiotik kelompok RESERVE tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Antibiotik kelompok ini dicadangkan untuk mengatasi infeksi bakteri yang disebabkan oleh Multidrug Resistant Organisms (MDRO) dan merupakan pilihan terakhir pada infeksi berat yang mengancam jiwa.
ADVERTISEMENT
Antibitik kelompok ini menjadi prioritas program pengendalian resistensi antimikroba secara nasional dan internasional yang dipantau dan dilaporkan penggunaannya. Diresepkan oleh dokter spesialis dan dokter gigi spesialis, dikaji oleh apoteker, dan disetujui penggunaannya oleh tim Penatagunaan Antibiotik (PGA) yang merupakan bagian dari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Rumah Sakit. Penggunaan sesuai dengan panduan praktik klinis, panduan penggunaan antibiotik yang berlaku dan hasil pemeriksaan mikrobiologi.
Multidrug Resistant Organisms (MDRO) adalah mikroorganisme yang resisten terhadap dua atau lebih golongan antibiotik. Bakteri yang termasuk Multidrug Resistant Organisms (MDRO): Extended-spectrum beta-lactamase producing Enterobacteriaceace (ESBLs), methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumanii, Vancomycin-resistant Enterococci (RE), dan Carbapenem-resistant Enterobacteriaceae (CRE).
Keputusan untuk memberikan antibiotik harus memenuhi prinsip: Tepat Diagnosis, Tepat Pasien, Tepat Jenis Antibiotik, Tepat Regimen Dosis. Tepat Diagnosis yaitu tegakkan diagnosis penyakit infeksi bakteri melalui pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain; untuk menetapkan terapi definitif diperlukan pemeriksaan mikrobiologi.
ADVERTISEMENT
Tepat Pasien maksudnya pertimbangkan faktor resiko, penyakit lain yang mendasari, dan penyakit penyerta; pertimbangkan kelompok khusus seperti ibu hamil, ibu menyusui, usia lanjut, anak, bayi, neonatus. Lakukan penilaian derajat keparahan fungsi organ, contohnya pada penyakit ginjal akut dan telusuri riwayat alergi terutama antibiotik.
Tepat Jenis Antibiotik yaitu pertimbangan untuk memilih jenis antibiotik berdasarkan kemampuan antibiotik mencapai tempat infeksi, keamanan antibiotik, dampak resiko resistensi, hasil pemeriksaan mikrobiologi. Pertimbangan juga harus berdasarkan panduan penggunaan antibiotik yang tercantum dalam formularium kajian cost-effective.
Tepat Regimen Dosis meliputi dosis, rute pemberian, interval, dan lama pemberian. Dosis merupakan parameter yang selalu mendapat perhatian dalam terapi antibiotik karena efektivitas antimikroba bergantung pada pola kepekaan pathogen, Minimal Inhibitory Concertation (MIC), dan farmakokinetik (PK) maupun farmakodinamik (PD).
ADVERTISEMENT
Faktanya, meskipun di Indonesia sudah terdapat Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik yang mengatur penggunaan antibiotik secara terperinci, tetapi hingga saat ini penggunaan antibiotik masih serampangan. Untuk memperjelas carut marut dalam penggunaan antibiotik maka penulis mengutip beberapa data dalam pemberitaan Harian Kompas tanggal 26 Maret 2024.
Apabila dibandingkan dengan obat lainnya dalam golongan obat resep maka nilai penjualan antibiotik adalah yang paling besar. Hal ini dikarenakan, antibiotik merupakan obat keras yang beredar secara bebas di pasaran. Tahun 2018, penjualan antibiotik sebesar Rp 8,9 triliun. Sempat turun saat wabah Covid-19 (Rp 7,9 triliun tahun 2020). Satu tahun kemudian, penjualan antibiotik meningkat menjadi Rp 9,4 triliun.
ADVERTISEMENT
Pasar antibiotik kembali bergairah dengan nilai transaksi mencapai Rp 10,4 triliun pada 2022. Antibiotik yang beredar di pasaran digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: Branded Generic (obat generik dengan merek dagang); INN Generic (obat generik tanpa merek dagang), dan Originator (obat paten). Nilai penjualan Branded Generic: 4,33 triliun (2018), 4,67 triliun (2019), 3,83 triliun (2020), 4,81 triliun (2021), 5,37 triliun (2022). Nilai penjualan INN Generic: 4,25 triliun (2018), 4,37 triliun (2019), 3,77 triliun (2020), 4,39 triliun (2021), 4,75 triliun (2022). Nilai penjualan Originator: 348,42 miliar (2018), 396,44 miliar (2019), 311 miliar (2020), 293,96 miliar (2021), 283,44 miliar (2022).
Volume penjualan Branded Generic: 41,90 juta unit (2018), 43,19 juta unit (2019), 35,0 juta unit (2020), 39,23 juta unit (2021); 48,90 juta unit (2022). Volume penjualan INN Generic: 104,00 juta unit (2018), 103,17 juta unit (2019), 81,81 juta unit (2020), 97,19 juta unit (2021), 118,36 juta unit (2022). Volume penjualan Originator: 1,99 juta unit (2018), 2,43 juta unit (2019), 1,70 juta unit (2020), 1,13 juta unit (2021), 1,37 juta unit (2022).
ADVERTISEMENT
Dalam aturan terbaru tentang akreditasi rumah sakit (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1128/2022 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit), Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) tidak lagi masuk ke dalam Kelompok Program Nasional. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) dimasukkan dalam Kelompok Pelayanan Berfokus, subkelompok Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat.
Hal ini berbeda dengan aturan lama yang mengacu ke Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.1 Tahun 2020 dari Komite Akreditasi Rumah Sakit. Dalam aturan lama tersebut, Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) dimasukkan ke dalam Program Nasional. Masuknya Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) ke dalam Program Nasional menjadikannya wajib dan berpengaruh pada akreditasi.
Pengelolaan laporan pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) oleh Kementerian Kesehatan belum berjalan dengan baik. Kementerian Kesehatan hanya mendata 152 rumah sakit dari sekitar 3.000 rumah sakit yang melaporkan pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) kepada Kementerian Kesehatan selama periode 2020-2023. Kementerian Kesehatan juga tidak memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) yang telah diupayakan oleh Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor yang menyebabkan penggunaan antibiotik secara serampangan adalah karena lemahnya komitmen Kementerian Kesehatan terhadap implementasi dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik.