Konten dari Pengguna
Pengendalian Produk Tembakau dan Potensi Intervensi Industri Rokok
29 Juni 2025 15:02 WIB
·
waktu baca 7 menit
Kiriman Pengguna
Pengendalian Produk Tembakau dan Potensi Intervensi Industri Rokok
Penegakan hukum adalah investasi jangka panjang dalam kesehatan masyarakat.Wahyu Andrianto
Tulisan dari Wahyu Andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengendalian tembakau bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan demi melindungi kesehatan masyarakat. Tembakau, dalam bentuk rokok maupun produk turunannya, adalah salah satu penyebab utama penyakit dan kematian yang sebenarnya bisa dicegah. Tanpa langkah-langkah pengendalian yang kuat, dampak buruknya akan terus menggerogoti kualitas hidup dan membebani sistem kesehatan.
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun. Angka ini mencakup sekitar 1,3 juta orang yang meninggal akibat paparan asap rokok pasif. Hal ini berarti, rata-rata satu orang meninggal karena tembakau setiap empat detik. Jika tren saat ini berlanjut, tembakau diperkirakan akan menyebabkan lebih dari satu miliar kematian pada abad ke-21. Asap rokok mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia, ratusan di antaranya beracun, dan setidaknya 70 di antaranya bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Perokok memiliki risiko 15 hingga 30 kali lebih tinggi untuk terkena kanker paru-paru dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Merokok juga secara substansial meningkatkan risiko kanker di tenggorokan, mulut, kerongkongan, pankreas, ginjal, kandung kemih, leher rahim, perut, usus besar, rektum, dan leukemia mieloid akut. Hal ini menunjukkan betapa sistemiknya kerusakan yang disebabkan oleh bahan kimia dalam asap rokok terhadap berbagai organ tubuh. Tembakau adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular. Nikotin dan bahan kimia lainnya dalam asap rokok merusak dinding pembuluh darah.
ADVERTISEMENT
Selain dampak kesehatan, urgensi pengendalian tembakau juga didorong oleh beban ekonomi dan sosial yang masif. Tembakau tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menguras sumber daya finansial negara, individu, dan keluarga, serta merusak tatanan sosial. Mengabaikan pengendalian tembakau berarti membiarkan kerugian ekonomi dan sosial ini terus membengkak. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh merokok—seperti kanker, penyakit jantung, stroke, dan PPOK—membutuhkan penanganan medis yang kompleks, mahal, dan jangka panjang. Biaya ini mencakup biaya konsultasi dokter, obat-obatan, rawat inap, operasi, terapi radiasi, kemoterapi, hingga perawatan paliatif. BPJS Kesehatan menanggung miliaran bahkan triliunan rupiah setiap tahun untuk pengobatan penyakit terkait tembakau. Dana ini seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur kesehatan, peningkatan layanan dasar, atau program pencegahan penyakit lainnya. Beban ini memperlambat kemajuan kesehatan nasional dan mengurangi alokasi untuk sektor penting lainnya. Perokok cenderung rentan sakit dan mengalami masalah kesehatan kronis yang menurunkan kemampuan mereka untuk bekerja secara optimal.
ADVERTISEMENT
Selain dampak kesehatan serta kerugian ekonomi dan sosial yang masif, urgensi pengendalian tembakau juga berakar kuat pada kerangka kebijakan global. Kehadiran kerangka ini menunjukkan bahwa ancaman tembakau adalah masalah lintas batas yang membutuhkan respons terkoordinasi dari seluruh dunia. Instrumen kunci dalam upaya global ini adalah Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control – FCTC) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). FCTC WHO adalah perjanjian internasional yang dirundingkan di bawah naungan WHO. Disahkan pada tahun 2003 dan mulai berlaku pada tahun 2005, FCTC merupakan tonggak sejarah dalam upaya pengendalian tembakau global. Konvensi ini menyediakan kerangka kerja hukum dan normatif bagi negara-negara anggotanya untuk menerapkan kebijakan pengendalian tembakau yang efektif. FCTC adalah bukti bahwa komunitas internasional mengakui tembakau sebagai epidemi global yang memerlukan tindakan tegas dan terkoordinasi.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya mengendalikan konsumsi tembakau dan dampaknya yang merusak, berbagai bentuk regulasi telah dikembangkan. Salah satu bentuk yang diterapkan di dunia adalah pajak dan cukai yang tinggi pada produk tembakau. Pajak bukan sekadar alat untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi sebuah strategi kesehatan masyarakat yang terbukti mampu mengurangi konsumsi. Pajak dan cukai tembakau adalah pungutan wajib yang dikenakan pemerintah pada setiap batang rokok atau produk tembakau lainnya yang diproduksi, diimpor, atau dijual. Mekanisme dasarnya sederhana, semakin tinggi pajak dan cukai, semakin mahal harga produk tembakau di pasaran, dan pada akhirnya, semakin rendah konsumsinya.
Selain kebijakan harga dan cukai, salah satu pilar utama dalam pengendalian tembakau yang terbukti efektif adalah larangan iklan, promosi, dan sponsor (IPS) produk tembakau. Regulasi ini bertujuan untuk membatasi visibilitas produk tembakau secara menyeluruh, sehingga mengurangi daya tarik, khususnya bagi generasi muda, dan melemahkan upaya industri untuk menormalisasi produk mereka. Iklan rokok seringkali menampilkan citra glamor, sukses, kebebasan, dan maskulinitas/feminitas yang kuat, sangat menarik bagi remaja dan anak muda yang sedang mencari identitas. Dengan melarang iklan, paparan terhadap pesan-pesan menyesatkan ini berkurang drastis, sehingga menurunkan kemungkinan mereka untuk mulai merokok. Larangan IPS membantu membongkar mitos bahwa merokok adalah bagian dari gaya hidup yang keren atau sukses. Sebaliknya, hal ini menegaskan bahwa merokok adalah kebiasaan yang berbahaya dan tidak diinginkan.
ADVERTISEMENT
Salah satu intervensi visual dan berdampak langsung dalam pengendalian tembakau adalah pemberlakuan peringatan kesehatan bergambar (PHW - Pictorial Health Warnings) pada kemasan produk tembakau. PHW bukan sekadar teks peringatan biasa, melainkan gambar-gambar grafis yang menunjukkan dampak buruk merokok secara gamblang, disertai pesan tekstual yang kuat. Tujuannya adalah untuk mengguncang kesadaran perokok dan mencegah inisiasi perokok baru dengan visualisasi langsung dari bahaya yang ditimbulkan. Gambar-gambar seram seperti paru-paru yang rusak, gigi yang tanggal, atau kaki yang diamputasi memicu rasa takut, jijik, dan kesedihan. Emosi ini lebih efektif dalam mengubah perilaku daripada sekadar informasi rasional.
Regulasi pengendalian tembakau yang terlihat dan dirasakan dampaknya langsung oleh masyarakat luas adalah larangan merokok di area publik. Kebijakan ini merupakan langkah krusial untuk melindungi non-perokok dari bahaya paparan asap rokok pasif (second-hand smoke), sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mendukung upaya berhenti merokok. Asap rokok pasif adalah campuran asap yang diembuskan perokok dan asap dari ujung rokok yang menyala. Asap ini mengandung ribuan bahan kimia berbahaya, bersifat karsinogenik (penyebab kanker) dan toksik. Tidak ada tingkat paparan asap rokok pasif yang aman. Bahkan paparan singkat pun dapat menyebabkan masalah kesehatan serius. Paparan asap rokok pasif dapat memicu serangan asma, infeksi saluran pernapasan atas, iritasi mata, hidung, dan tenggorokan pada non-perokok, terutama anak-anak dan individu dengan kondisi kesehatan rentan.
ADVERTISEMENT
Pilar dalam pengendalian tembakau adalah pembatasan akses anak dan remaja terhadap produk tembakau. Regulasi ini secara spesifik berfokus pada penetapan dan penegakan batas usia minimum untuk pembelian produk tembakau, dengan tujuan utama melindungi generasi muda dari inisiasi merokok dan mencegah mereka menjadi perokok seumur hidup. Mayoritas perokok memulai kebiasaan ini di usia remaja, bahkan di bawah umur. Industri rokok secara historis menargetkan segmen ini melalui iklan dan promosi yang menarik. Oleh karena itu, membatasi akses adalah langkah penting untuk memutus rantai pasokan tembakau kepada kelompok rentan ini.
Penguatan legislasi adalah tulang punggung dari upaya pengendalian tembakau. Penyusunan peraturan perundang-undangan tidak hanya bersifat komprehensif tetapi juga kuat dan tahan terhadap intervensi industri rokok. Tanpa dasar hukum yang kokoh, kebijakan kenaikan pajak, larangan iklan, atau peringatan kesehatan bergambar akan sulit diimplementasikan. Pasal 5.3 dari WHO FCTC secara eksplisit mewajibkan negara-negara pihak untuk melindungi kebijakan kesehatan publik dari kepentingan komersial dan vested interest industri tembakau. Legislasi yang kuat harus mencerminkan prinsip ini, dengan mekanisme yang mencegah lobi yang tidak semestinya dari industri rokok dan memastikan transparansi. Negara-negara seperti Australia, Selandia Baru, Irlandia, dan Inggris telah menunjukkan bagaimana legislasi yang kuat dapat diterapkan dan dipertahankan meskipun ada perlawanan dari industri rokok. Australia adalah pelopor dalam plain packaging (kemasan polos) rokok, yang berhasil dipertahankan melalui berbagai gugatan hukum dari industri rokok.
ADVERTISEMENT
Pengendalian tembakau bukanlah tugas yang bisa diemban oleh satu pihak saja. Kompleksitas masalah yang melibatkan kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik menuntut adanya kerja sama lintas sektor yang kuat dan terkoordinasi. Kerjasama ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan di luar kementerian kesehatan—mulai dari organisasi non-pemerintah (LSM), akademisi, hingga seluruh elemen masyarakat sipil—untuk menciptakan sinergi yang mendorong perubahan nyata dan berkelanjutan. Ketika berbagai pihak, dari akademisi hingga kelompok agama, mendukung kebijakan pengendalian tembakau, hal itu meningkatkan legitimasi kebijakan di mata publik dan pembuat keputusan.

