Pesta Rudal Kim Jong Un

30 Agustus 2017 12:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Infografis Kim Jong Un dan Uji Coba Rudal (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Kim Jong Un dan Uji Coba Rudal (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
ADVERTISEMENT
Gaung sirene alarm darurat menggugurkan ketentraman suasana pagi Hokkaido, Jepang. Ketenangan penduduk Pulau Hokkaido semakin diganggu-gugat ketika sirene alarm itu disusul dengan seruan di radio dan televisi yang berulang-ulang memberitahukan bahwa “rudal melintas”.
ADVERTISEMENT
“Aku dibangunkan oleh peringatan rudal di ponselku,” ujar Ayaka Nishijima, seorang warga di Pulau Honshu, selatan Hokkaido. Honshu dan Hokkaido ialah dua pulau terbesar di Jepang.
“Peringatan menyerukan agar aku mengungsi, tapi aku tidak bisa memikirkan bangunan apa yang bisa menahan rudal di dalam kota. Aku tidak tahu harus ke mana,” seru Ichiro Kondo, seorang nelayan di Erimo, pantai timur Hokkaido.
Rudal yang melintas di atas kepala sekitar 5 juta penduduk Hokkaido pada Selasa (28/8) pagi itu diluncurkan tidak jauh dari ibu kota Korea Utara, Pyongyang, sekitar pukul 05.30 pagi waktu setempat. Senjata pembunuh massal tersebut meluncur sejauh 2,700 km (1,680 mil) dengan ketinggian mencapai 550 km (340 mil).
Usai berada di udara selama 15 menit, rudal yang diduga jenis Hwasong-12 itu mengakhiri ‘penerbangannya’ di Samudra Pasifik, sekitar 1.180 km (735 mil) dari pantai Jepang.
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe tak pelak geram sampai ke ubun-ubun dan langsung menyerukan rapat darurat Dewan Keamanan PBB.
“Tindakan gila mereka menembakkan rudal di atas negara kami adalah ancaman besar, serius, dan tidak terduga, dan sangat merusak perdamaian dan keamanan di kawasan,” kata Abe di Tokyo.
Konferensi pers Donald Trump dan Shinzo Abe (Foto: REUTERS/Carlos Barria)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Donald Trump dan Shinzo Abe (Foto: REUTERS/Carlos Barria)
Abe dan Amerika Serikat--sekutu setia Jepang dan Korea Selatan--sepakat akan meningkatkan tekanan pada Korea Utara. Amerika Serikat “100 persen bersama Jepang”, ujar Presiden AS Donald Trump.
Korea Utara sebenarnya sudah kenyang dengan tekanan demi tekanan dari dunia internasional, baik melalui PBB maupun negara adidaya Paman Sam. Namun, negara yang dipimpin rezim diktator dinasti Kim itu nyatanya membandel.
Dari masa kediktatoran sang kakek, Kim Il Sung, pada 1948 hingga Kim Jong Un naik takhta sejak sang bapak, Kim Jong Il, mangkat pada 2011, Korea Utara tidak pernah absen dalam mengembangkan dan menguji coba rudal.
ADVERTISEMENT
Menurut data yang diungkapkan Shea Cotton, seorang peneliti di Center for Nonproliferation Studies, sejak Kim Il Sung memimpin Korea Utara pada 1948 sampai rezim Kim Jong Un Agustus 2017 ini, sebanyak 114 kali uji coba rudal sudah dilakukan Korut.
Jumlah uji coba rudal yang dilakukan negara rival Korea Selatan itu meningkat signifikan pada masa Kim Jong Un. ‘Capaian’ angkanya mungkin bisa membuat kening mengerut atau bikin geleng-geleng kepala.
Hanya dalam waktu sekitar 6 tahun, Kim Jong Un sudah melakukan uji coba rudal sebanyak 83 kali. Pada 2012, setahun sejak naik takhta, 2 kali uji coba rudal ia lakukan. Lalu 6 kali uji coba dilakukan pada tahun berikutnya. Dan secara berturut-turut: 19 kali pada 2014, 15 kali pada 2015, 24 kali pada 2016, dan 16 kali pada 2017 per bulan Agustus.
Kim Jong Il (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Kim Jong Il (Foto: Reuters)
Sang kakek Kim Il Sung yang memimpin dalam waktu yang jauh lebih lama--dari 1948 sampai 1994--hanya melakukan 15 kali uji coba rudal: 1984 (6), 1986 (1), 1990 (2), 1991 (1), 1992 (1), dan 1993 (4). Sementara Kim Jong Il yang berada di tampuk kekuasaan selama 17 tahun (1994-2011) melakukan uji coba rudal satu angka di atas jumlah Kim Il Sung, yakni 16 kali uji coba: 1998 (1), 2006 (7), dan 2009 (8).
ADVERTISEMENT
Sejak 2014, jumlah pengujian rudal memang meningkat signifikan. Tak hanya dalam jumlah uji coba, perubahan itu juga dibarengi dengan bertambahnya lokasi-lokasi baru uji coba rudal. Cotton mengatakan, Korea Utara di bawah Kim Jong Un telah membuat situs-situs baru yang khusus didedikasikan untuk pengujian rudal.
Pada masa Kim Il Sung hanya ada dua situs uji coba peluncuran rudal, yakni di Tonghae Satellite Launching Ground dan Chihari Missile Base. Demikian halnya dengan Kim Jong Il yang hanya menggunakan Tonghae Satellite Launching Ground dan Kittaeryong Missile Base untuk peluncuran rudal.
Jumlah situs uji coba peluncuran rudal meningkat 9 kali lipat di bawah Kim Jong Un. Kedelapan belas situs itu ialah: Hwangju, Kaesong, Kittaeryong Missile Base, Kusong Testing Ground, Lake Yonpung, Masikryong, Mupyong-ni Arms Plant, Nampo, North Kusong Testing Ground, North Wonsan, Panghyon, Panghyon Airbase, Pukchang Airfield, Sinpo Shipyard, Sohae Satellite Launching Station, Sunchon Airbase, Wonsan Kalma International Airport, dan sebuah situs yang belum diketahui.
Rudal Korea Utara. (Foto: REUTERS/Damir Sagolj)
zoom-in-whitePerbesar
Rudal Korea Utara. (Foto: REUTERS/Damir Sagolj)
Situs uji coba rudal pertama pada 1984 yang memang didedikasikan untuk pengembangan teknologi dan desain rudal Korea Utara justru ditinggalkan, yakni Tonghae Satellite Launching Ground. Situs yang terletak di selatan Hwadae, Provinsi Hamgyong Utara, itu terakhir kali digunakan pada 2009.
ADVERTISEMENT
Jelas Kim Jong Un tidak pernah menggunakan situs itu sejak kali pertama melakukan uji coba rudal. Ia telah memindahkan pusat peluncuran rudalnya ke Sohae Satellite Launching Station yang terletak di Cholsan, Provinsi Pyongan Utara. Basisnya terletak di antara perbukitan yang dekat dengan perbatasan utara, dengan China. Dari situs ini, Kim Jong Un meluncurkan rudalnya sebanyak 7 kali--pada 2012 sebanyak 2 kali, 2016 sebanyak 1 kali dan 4 kali pada 2017.
Sementara pemusatan uji coba pengembangan rudalnya berada di Wonsan, kota pelabuhan dan pangkalan angkatan laut yang terletak di Provinsi Kangwon. Daerah tersebut menjadi tempat bagi 30 uji coba peluncuran rudal dari 83 uji coba yang dilakukan Kim Jong Un. Sebanyak 20 di antaranya di situs North Wonsan dan sisanya di Wonsan Kalma International Airport.
ADVERTISEMENT
Dari data-data tersebut, kontras Korea Utara di bawah rezim Kim Jong Un dengan rezim sebelumnya, terbaca. Ada pergeseran di sini. Jong Un membawa rombongannya ke seluruh penjuru negeri, ke berbagai tempat berbeda, menyaksikan uji coba rudal, menurut Cotton, tidak lain karena ia sedang melatih unit rudalnya, memasang kuda-kuda terjadinya perang nuklir.
Meski terus mengembangkan rudal jarak jauh antar-benua, hingga saat ini Korea Utara masih sangat mengandalkan rudal jarak dekat dan menengahnya, yakni Nodong dan Scud. Itulah alasan sang pemimpin berusia 33 tahun itu sering mengancam akan menyerang basis strategis militer AS di Korea Selatan dan Jepang.
Peluncuran rudal Korut. (Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji)
zoom-in-whitePerbesar
Peluncuran rudal Korut. (Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji)
Dari seluruh uji coba yang pernah ia lakukan, 33 di antaranya merupakan uji coba rudal Nodong dan Scud. Lokasi peluncurannya tersebar di 7 situs uji coba yang berbeda. Dari situs paling barat di Sohae Satellite Launching Station hingga Kittaeryong Missile Base di ujung timur.
ADVERTISEMENT
Nodong dan Scud--yang masing-masing pertama kali diluncurkan pada 1984 dan 1990--merupakan rudal lama yang sudah mapan dan dapat diandalkan dibanding rudal-rudal baru buatan rezim Jong Un yang masih tahap pengembangan dan banyak mengalami kegagalan dalam uji coba.
Beberapa analis menggambarkan bahwa banyaknya uji coba rudal yang dilakukan Korea Utara didesain untuk membawa rezim Kim Jong Un memiliki posisi penawaran kuat sebelum sanksi ekonomi dirundingkan di meja negosiasi. Dengan semakin banyak sanksi ditumpuk pada Korea Utara, hanya masalah waktu sampai tekanan itu menjadi tak lagi dapat dibendung.
“Jadi sebelum mereka ditarik kembali ke meja perundingan, mereka memiliki banyak alasan untuk mempercepat pengembangan teknis senjata mereka,” kata Chun Yung-woo, seorang mantan juru runding nuklir Korea Selatan dengan penasihat keamanan nasional Korea Utara, seperti dilansir Washington Post.
Infografis Kim Jong Un dan Uji Coba Rudal (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Kim Jong Un dan Uji Coba Rudal (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
Muara dari semua aksi uji coba rudal itu berpusat pada pengembangan senjata nuklir. Korea Utara melalui rezim Kim Jong Un tengah diselimuti keinginan kuat dan panjang untuk berdiri, setidaknya, sama tinggi dengan AS dalam hal kepemilikan dan pengembangan senjata nuklir.
ADVERTISEMENT
Keinginan tersebut, seperti halnya negara despotik, bercampur dengan kecemasan tingkat tinggi atas pola tingkah AS dan negara-negara barat terhadap dunia internasional.
Korea Utara menginginkan sebuah bom nuklir karena melihat apa yang terjadi ketika Irak dan Libya menyerahkan senjata pemusnah massal mereka: rezim mereka digulingkan oleh intervensi yang didukung Barat. Pada Januari tahun lalu, Korea Utara mengakui bahwa Irak dan Libya adalah alasan utama untuk meningkatkan program senjata mereka.
“Mereka belajar dari Libya dan Irak bahwa cara yang pasti untuk mencegah serangan adalah memiliki senjata pemusnah massal, bukan hanya membual tentang hal itu,” kata John Nilsson-Wright, seorang peneliti di Chatham House, sebuah lembaga yang berbasis di London.
Citra satelit Pusat Penelitian Nuklir Yongbyon (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Citra satelit Pusat Penelitian Nuklir Yongbyon (Foto: Reuters)
Kantor berita resmi milik Pyongyang, Korean Central News Agency (KCNA), dalam sebuah editorial pernah menyatakan, “Sejarah membuktikan bahwa penangkal nuklir yang kuat berfungsi sebagai pedang terkuat untuk menghadapi agresi orang luar yang frustrasi. Rezim Saddam Hussein di Irak dan rezim Muammar Gaddafi di Libya tidak dapat melepaskan diri dari nasib kehancuran setelah dicabut dari fondasi mereka membangun nuklir, dan menyerahkan program nuklir atas kemauan mereka sendiri.”
ADVERTISEMENT
Kim Jong Un menginginkan itu semua karena mereka yakin bahwa AS memiliki rencana untuk mendongkelnya dari rezim. Rezimnya juga percaya, dengan memiliki senjata nuklir, Washington akan berpikir ulang untuk melakukan itu (menggulingkannya dari kekuasaan) jika tidak ingin ada perang nuklir.
Ketika dengan nuklir, Korea Utara memiliki posisi penawaran terhadap Amerika Serikat, maka Kim Jong Un tentu akan mampu menekan Korea Selatan serta Jepang untuk mengucilkan pasukan AS dari negaranya. Ia akan selangkah lebih dekat untuk menyatukan kembali semenanjung tersebut di bawah pemerintahannya.
Misi ambisius itu membuat pesta rudal Kim Jong Un tampaknya sulit dihentikan. Belum lagi jika memperhitungkan tudingan AS bahwa Pyongyang selama ini mendapat bantuan dari China dan Rusia.
ADVERTISEMENT
Dilansir National Post, China khawatir jika rezim Kim runtuh akan mengakibatkan krisis pengungsi ke negaranya dan bersamaan dengan itu pasukan AS akan merangsek ke Korea Utara, tepat di bawah hidung teritori China.
Kendati hubungan Beijing dan Pyongyang terkesan dingin, China disebut masih menyumbang sekitar 90 persen dari total perdagangan Korea Utara.
“Tidak ada sanksi yang akan menghentikan Kim Jong Un agar tidak memiliki ICBM-nya,” kata Andrei Lankov, seorang profesor studi Korea di Universitas Kookmin di Seoul, yang telah menulis beberapa buku tentang Korea Utara. “Selama keluarga Kim tetap berkuasa--dan mereka cenderung bertahan dalam waktu lama--denuklirisasi tidak mungkin dilakukan.”
Truk militer asal China di peluncuran rudal Korut (Foto: KCNA/via REUTERS )
zoom-in-whitePerbesar
Truk militer asal China di peluncuran rudal Korut (Foto: KCNA/via REUTERS )
Tak ayal, rudal yang melintasi langit Jepang kemarin pagi membuat Presiden AS Donald Trump merespons dengan menyodorkan meja runding ke hadapan Kim Jong Un.
ADVERTISEMENT
“Dunia telah menerima pesan terbaru Korea Utara dengan keras dan jelas: rezim ini telah memberi isyarat penghinaan terhadap tetangganya, terhadap semua anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan atas standar minimum perilaku internasional yang dapat diterima,” kata Trump dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Gedung Putih.
“Tindakan yang mengancam dan mendestabilisasi hanya akan meningkatkan isolasi rezim Korea Utara di wilayah ini, dan di antara semua negara di dunia,” ujar Trump. “Semua pilihan ada di meja."
Pada zaman ketika persenjataan nuklir dikembangkan dan digunakan berbagai negara untuk tujuan perang, maka tidak akan ada yang keluar sebagai pemenang dan yang lainnya bakal hancur.
Opsi dalam ancaman perang nuklir, seperti dikatakan filsuf Jerman Hannah Arendt, adalah: semua pihak menahan diri atau semua hancur.
ADVERTISEMENT