Agus Taswin dan Kejenakaan Maut

Wanda
Suka nonton Babadook.
Konten dari Pengguna
7 Juni 2018 0:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kematian (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kematian (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Cerita pendek Cara-cara Mati yang Aduhai ini menipu pembaca. Memang tikungan plot atau jalan cerita adalah hal yang lumrah. Tetapi bagi beberapa orang, termasuk aku, teknik plot itu menjadi salah satu keunggulan cita rasa cerita fiksi.
ADVERTISEMENT
Ketika seseorang membaca cerita pendek ini sampai titik (.) terakhir, ia baru akan menyadari bahwa Yusi Avianto Pareanom bahkan sudah 'menipunya' dengan judul cerita tersebut. Teknik plot ini ditopang oleh dua hal yang membuat cerita Yusi mengasyikkan: maut yang dibuat jenaka karena kelayapan di lingkungan urban.
Premis yang disampaikan Yusi cukup sederhana, seperti yang ia tulis sebagai kalimat pertama cerita ini dan diulang beberapa kali kemudian: “Maut itu rahasia”. Setiap kali “maut itu rahasia” muncul akan diikuti kalimat yang menjadi penanda babakan persoalan yang membangun cerita.
“Maut itu rahasia. Tapi, tidak selalu begitu.” Daripada mengafirmasi kalimat pertama, cerita ini memang terasa lebih asyik diawali dengan penyangkalan atasnya. Nyatanya tidak semua maut itu rahasia. Dalam kasus tertentu, seseorang sudah mengetahui tenggat nasibnya atau nasib orang lain.
ADVERTISEMENT
Misalnya, terpidana mati yang sudah mengetahui waktu dan cara kematian datang padanya. Kematiannya itu bahkan sudah diketahui oleh orang yang akan mengeksekusinya dan publik yang mendapat informasi tentang agenda eksekusi itu dari produk jurnalistik.
Contoh lain ialah seseorang yang berkomitmen untuk bunuh diri (melalui eutanasia, misalnya) dan seseorang yang sisa usianya sudah divonis oleh dokter karena suatu penyakit.
Maut yang tidak menjadi rahasia ini mendorong pertanyaan yang boleh jadi tidak akan hadir pada seseorang yang tidak mengetahui tenggat nasibnya tiba — kecuali mungkin bagi orang saleh dengan keyakinan sikap hidup berbunyi, “hiduplah seakan kamu akan mati besok”.
Pertanyaan yang dimaksud adalah apa yang akan kaulakukan jika tahu bagaimana dan kapan kematianmu datang?
ADVERTISEMENT
Dari pertanyaan ini kita diperkenalkan dengan tokoh Agus Taswin, sang kakak ipar dari tokoh aku dalam cerita. Agus Taswin divonis oleh dokter bahwa ia mengidap kanker yang nama ilmiahnya sepintas mirip nama penulis naskah drama Yunani kuno, tapi ini salah satu kanker pankreas: adenocarcinoma.
Dokter memvonis usia Agus Taswin hanya tersisa enam atau tujuh bulan lagi.
“Yang pasti saja, Dok. Nanti setelah lewat enam bulan saya jadi tak tahu mesti senang atau cemas.”
“Maunya Pak Taswin?”
“Tujuh ya, Dok, angka bagus. Langit ketujuh, tujuh turunan, tujuh bidadari yang diintip Jaka Tarub, nomor punggung Robson, Cantona, Beckham, Ronaldo.”
“Saya ikut berdoa. Penggemar MU, ya? Saya lebih suka Arsenal.”
Agus Taswin menceritakan perihal kapan dan bagaimana kematian akan menjemputnya itu kepada tokoh aku. Ia meminta tokoh aku mengurus perkara kematiannya nanti. Dan Agus Taswin ingin memanfaatkan sisa hidupnya untuk melakukan hal-hal yang mungkin ia rasa berfaedah.
ADVERTISEMENT
Maut itu rahasia. Biasanya begitu. Agus Taswin merupakan seorang duda. Istrinya mati tiga tahun lalu karena peristiwa maut yang tak seorangpun menyangka saat ia berbelanja sayur di perempatan dekat rumahnya. Kenangan tentang kematian istrinya ini menawarkan Agus Taswin solusi untuk memanfaatkan sisa hidupnya dengan baik dan benar.
Istrinya, yang mati akibat ditabrak seorang tukang ojek yang membanting setang untuk menghindari seekor kucing hitam, dianggap mati bukan dalam keadaan baik.
Pertama, mitos bahwa kematian karena kucing hitam yang kulitnya sudah terkelupas di sana sini adalah ilapat (tanda gaib) buruk. Kedua, kata yang diucapkan istri Agus Taswin ketika terpental sesaat sebelum kematiannya adalah nama anak kadal “E, tobil!” dan bukan mengucap hal yang dinilai suci dalam agamanya.
ADVERTISEMENT
Namun Agus Taswin dan tokoh aku yakin bahwa Tuhan tidak mungkin menentukan kesurgaan atau kenerakaan seseorang dari saat-saat terakhirnya. Untuk alasan itu, Agus Taswin tidak memilih untuk memanfaatkan waktunya yang tersisa dengan mengaji dan semacamnya.
Tokoh aku juga menolak proposal Agus Taswin untuk menikah lagi sebelum mati. Alasan penolakan itu karena Agus Taswin dianggap akan dengan sengaja membuat seorang perempuan menjadi janda.
Ia malah membaca buku-buku dengan alasan, “Aku benar-benar sedang ingin membaca. Buku-buku ini utang yang ingin kubayar sebelum mati. Aku dulu beli untuk membacanya, tidak menimbun.”
Salah satu buku yang ia baca adalah The Catcher in the Rye karangan Jerome David Salinger. Buku itu memang sudah Agus Taswin baca berkali-kali, namun untuk pembacaan terakhirnya ia mendapat ilham dari seorang Mark David Chapman, pembunuh musisi John Lennon.
ADVERTISEMENT
“Mungkin Mark David Chapman memang sinting, baca buku bagus gini malah nembak John Lennon. Tapi, Chapman benar tentang satu hal saat menggemakan Holden Caulfield, menjadi palsu itu memuakkan.”
Lantas sebelum kematiannya datang, Agus Taswin ingin menjadi orang palsu. Namun sebenarnya percakapan soal Mark David Chapman dan menjadi orang palsu ini tampak tidak begitu meyakinkan. Yusi tidak membangun pengaruhnya kemudian.
Suatu hari tokoh aku menemukan Agus Taswin sedang berada di ruangan Tan Kok Siong, staf muda di kantornya.
Mereka menonton film Japanese Adult Video sambil berdiskusi tentang sederet bintang film porno Jepang dan pengandaian jika bertukar tempat dengan bintang porno laki-lakinya. Tokoh aku bergabung dalam keceriaan mesum, senonoh, dan dihiasi ujaran-ujaran bernada seksis itu.
ADVERTISEMENT
Usai menguap kenikmatan libido dengan film porno, ketiganya makan siang di restoran Padang di samping kantor mereka. Di sinilah kemudian tokoh aku mati akibat ledakan dari tabung gas.
Pada akhirnya Agus Taswin, seorang laki-laki yang mencemaskan waktu tiba mautnya, justru akan mengurus jenazah tokoh aku — orang yang diminta Agus Taswin untuk mengurus jenazahnya.
Rupanya, sebelum kematiannya, Agus Taswin bakal disibukkan mencari orang baru yang akan ia delegasikan untuk mengurusi jenazahnya kelak.
Cerita yang biasa-biasa saja.