Relasi Cinta dalam 'Perempuan Tak Setia' Albert Camus

Wanda
Suka nonton Babadook.
Konten dari Pengguna
28 Mei 2018 23:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Relasi Cinta dalam 'Perempuan Tak Setia' Albert Camus
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Janine, aku membayangkan ia sebagai perempuan kikuk, pendiam, dan memikat. Kisah yang mengantarnya pada situasi eksistensial bukan berawal dari keputusan untuk hidup bersama dengan seorang lelaki yang mencintainya, Marcel.
ADVERTISEMENT
Sebelum keputusan tersebut adalah suatu wilayah dalam kehidupan Janine yang tak dikenal bagiku dan tentu bagi Marcel. Dan dalam wilayah tak dikenal itulah situasinya berangkat hingga ke hamparan padang pasir, dan berakhir dengan ujaran Marcel kepada Janine, “Ini bukan apa-apa, sayang. Ini bukan apa-apa”.
Ungkapan penutup cerita tersebut bagiku seperti membatalkan seluruh penilaian yang telah dibangun, bukan saja atas Marcel tetapi juga Janine. “Ini bukan apa-apa” terasa seperti jawaban atas suatu pertanyaan, namun pertanyaan apa? Tak ada pertanyaan terhadap jawaban tersebut.
Dan memang ujaran yang tampak seperti jawaban ini tidak memerlukan pertanyaan apapun. Janine tidak bertanya, dan justru bukankah yang tepat mengucapkan kalimat tersebut adalah Janine sendiri, bukan Marcel?
Camus telah menggambarkan terang persoalan eksistensial Janine. Bahwa Janine yang takut beranjak tua dan mati dalam kesendirian, serta kehendaknya untuk menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh orang lain, harus dibayar dengan kebebasan hidupnya. Dan itu disadarinya.
ADVERTISEMENT
Semata-mata hanya atas alasan itu Janine menikah dan bertahan dalam pernikahannya dengan Marcel. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam batas-batas tertentu Janine sesungguhnya menganggap Marcel sebagai super-egonya sendiri. Melalui problem ini Camus telah menampakkan sebuah problem dasar dari relasi cinta, yakni pengimitasian super-ego seseorang kepada yang-lain yang dicintainya.
Paradoksnya dalam problem ini, meski Janine merasa berhasil mengimitasikan super-ego kepada yang-lain – dan demikian ia mencintai dirinya sendiri – yang-lain tersebut tetap merupakan yang-lain bukan Janine atau super-egonya.
Sehingga di satu sisi melalui pengimitasian super-ego Janine seolah dapat melimitasi yang-lain, Marcel. Namun secara bersamaan di lain sisi, yang-lain bagaimanapun tetap dapat menunjukkan ‘kelainannya’.
Itulah alasan mengapa misalnya Janine di saat yang bersamaan merasa dirinya dipenuhi oleh sifat-sifat yang dibutuhkannya di dalam diri Marcel sekaligus merasakan kebebasan yang terampas karena relasinya dengan Marcel.
ADVERTISEMENT
Dengan kalimat lain, Marcel sebagai yang-lain telah melengkapi defisit eksistensial dari Janine, tetapi juga membuka defisit lainnya. Di medan pertempuran ini kita dapat melihat pertarungan abadi antara hasrat akan kebebasan absolut dengan hasrat akan kebutuhan untuk dibutuhkan yang-lain.
Atau barangkali justru itu menunjukkan wajah kebebasan yang sesungguhnya: kebebasan adalah keberanian dan juga ketakutan, ia membuka selubung keduanya.
Relasi cinta dalam kisah ini menyediakan banyak ruang untuk diisi dengan kepalsuan, dengan tingkat kesadaran yang menjijikan dan terkadang melelahkan. Percintaan merupakan salah satu festival de-rekonstruksi terbaik.
‘Perempuan Tak Setia’, kisah pembuka dalam kumpulan cerita pendek Orang-orang Terbungkam (L'exil et le Royaume), menggunakan padang pasir sebagai jarak yang menyangga narasi anonimitas cinta sebagai wilayah purba yang asing kendati tak habis upaya untuk mengenalnya.
ADVERTISEMENT
Tidak ada orang asing di antara manusia yang tidak saling mengenal, yang ada hanya kesendirian.