Saat Penerima Kalpataru asal Cowek Berbincang Tentang Sungai

Konten Media Partner
15 Desember 2018 10:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saat Penerima Kalpataru asal Cowek Berbincang Tentang Sungai
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sugiarto, pegiat lingkungan asal Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan.
ADVERTISEMENT
Menyoroti keberadaan sungai, Sugik, penerima Kalpataru itu, langsung ngelus dada. Sebab sebagai sumber kehidupan, kondisi sungai di Pasuruan sudah mengalami penurunan, baik kualitas maupun kuantitas.
Laporan Tuji
MENCOBA konsisten.Begitu kira-kira sikap yang tergambar saat berbincang dengan Sugiarto.
Pegiat lingkungan asal Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan ini, langsung bersemangat bila pembicaraan sudah menyinggung alam. Betapa tidak, lebih separuh hidupnya bisa dibilang telah didedikasikan untuk pelestarian alam.
Iapun telah membangun ragam komunitas besar terkait lingkungan, yang secara perlahan –diakui atau tidak– telah memberikan warna akan kehidupan alam, terutama di wilayah Kabupaten Pasuruan.
Sepertinya tak perlu bercerita berapa banyak pohon yang telah ditanamnya untuk kelestarian. Sudah ratusan ribu pohon telah ditanamnya, menutup lahan dan hutan kosong. Itulah barangkali, pria dengan dua anak ini, dianugerahi penghargaan Kalpataru, sebagai perintis lingkungan, tahun 2011 lalu.
ADVERTISEMENT
Perhatiannya pada konservasi lingkungan terus berkembang, malah mendapat banyak pengakuan. Sugiarto menyadari, upaya pelestarian lingkungan, harus memiliki lembaga, dengan payung hukum jelas. Sehingga kemudian, dibentuklah yayasan Sanggar Indonesia Hijau (Si Hijau).
Sekedar diketahui, sebelum meraih penghargaan Kalpataru, Sugiarto mendapatkan Wiraprestasi tingkat Jatim tahun 1999; Juara 2 pelestari fungsi lingkungan Jatim di tahun 2010.
Selain itu, pada 2014, pria berperawakan kecil ini, didaulat sebagai Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) tingkat nasional, menyusul juara 2 nasional dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dirjen Sumber Daya untuk Komunitas Peduli Sungai tahun 2017.
“Terus setelah juara 2 Komunitas Peduli Sungai 2017. Kementerian PUPR melombakan kembali, juara-juara Komunitas Peduli Sungai sebelumnya. Nah, kebetulan Si Hijau dinobatkan juara 3 nasional,” kata Sugiarto, Jumat (14/12/2018).
Saat Penerima Kalpataru asal Cowek Berbincang Tentang Sungai (1)
zoom-in-whitePerbesar
Komunitas Si Hijau bersih-bersih sungai Welang.
ADVERTISEMENT
Berbincang tentang sungai, Sugik, sapaan akrabnya, langsung ngelus dada.
Ada 6 (enam) sungai masuk wilayah Kabupaten Pasuruan, yakni sungai Rejoso, sungai Gembong, Sungai Welang, Sungai Masangan, sungai Kedunglarangan dan sungai Lawean.
Sungai-sungai besar itu bermuara ke selat Madura. Dan kondisinya, menurut Sugik, cenderung sudah mengalami penurunan, baik kualitas maupun kuantitas.
“Sungai itu sumber kehidupan.Untuk irigasi pertanian, peternakan hingga kehidupan biota air. Sungai-sungai di Pasuruan kategorinya sudah genting, sehingga butuh perhatian,” ungkapnya.
Menjaga sungai dianggap sama pentingnya dengan menjaga hutan, karena memang satu kesatuan yang tak boleh dipisahkan. Ditambahkan, persoalan sungai harus juga melihat (baca: menjaga) hulu sampai hilir. Artinya, penanganan masalah sungai tidak bisa parsial dan harus melibatkan seluruh komponen, mulai pemerintah, masyarakat ataupun akademisi.
ADVERTISEMENT
Ia juga sedikit “mencubit” pemerintah, yang selama ini masih belum memberikan perhatian sepenuhnya, meski sejumlah program lingkungan telah banyak digelontorkan. Faktanya, sungai-sungai yang ada justru kian terdegradasi, tak berfungsi atau sudah tidak mampu lagi menjaga keseimbangan. Itu dibuktikan, dengan masih banyaknya bencana kekeringan pada musim kemarau dan banjir tatkala musim penghujan. Belum lagi, jika mengungkap kerusakan sungai saat ini, berupa sedimentasi selain tercemar limbah domestik (rumah tangga) maupun industri.
Dicontohkan, jika Sungai welang, saat ini termasuk kelas C, kategori tercemar. Malah dikatakan Sugik sungai lain semisal di wilayah Baujeng atau sungai Rejoso hingga ke muara “habis total”, sudah tak bisa dimanfaatkan.
“Itulah kemudian peran Si Hijau, mendapat dua penghargaan, karena mencoba menjaga sungai di hulu. Sehingga jika vegetatif tumbuh, harapannya kualitas dan kuantitas sungai terjaga,” ungkap Sugik.
ADVERTISEMENT
Sugiarto pun menegaskan bakal terus bergerak dan menjadi bagian dari alam. Tempatnya, kini juga telah dijadikan sarana edukasi lingkungan, membuat percontohan perlindungan mata air. Menerapkan wisata edukasi konservasi, macan wisata tanam pohon, wisata kemah konservasi, jelajah sumber mata air, hingga panduan wisata keanekaragaman hayati.
“Tujuan saya hidup berkualitas, memberikan dampak dan manfaat bagi semua orang dan lingkungan,” tutupnya.