news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Setiyono Akui Sudah Terima Fee dari 7 Rekanan di 2018

Konten Media Partner
23 Januari 2019 9:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
JPU KPK tunjukkan bukti transfer uang dari M Baqir ke Rekening Supaat, pada sidang terdakwa M Baqir di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (21/1/2019).
zoom-in-whitePerbesar
JPU KPK tunjukkan bukti transfer uang dari M Baqir ke Rekening Supaat, pada sidang terdakwa M Baqir di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (21/1/2019).
ADVERTISEMENT
Setiyono, Wali Kota Pasuruan non aktif, mengaku telah terima fee dari 7 proyek selama 2018. Setidaknya Rp 300 juta dari rekanan yang dimenangkan itu, telah dikantongi. Terungkapnya uang “bagi hasil” proyek itu, diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, Kiki Ahmad Yani, usai sidang lanjutan untuk M Baqir, terdakwa kasus penyuapan proyek PLUT-KUMKM, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jl Juanda, Sidoarjo, Senin kemarin. Dalam penjelasannya, Setiyono melalui Dwi Fitri Nurcahyo, Plh Kadis PUPR Kota Pasuruan, mengakui telah mendapatkan fee, yang dianggap sebagai komitmen rekanan, setelah memenangkan proyek.
ADVERTISEMENT
BUTUH – Setiyono, sebagai wali kota mengaku banyak kebutuhan, hingga memerintahkan Dwi Fitri Nurcahyo, Plh Kadis PUPR mengatur fee setelah tetapkan ploting proyek, pada rekanan.
zoom-in-whitePerbesar
BUTUH – Setiyono, sebagai wali kota mengaku banyak kebutuhan, hingga memerintahkan Dwi Fitri Nurcahyo, Plh Kadis PUPR mengatur fee setelah tetapkan ploting proyek, pada rekanan.
“Ada tujuh proyek,” ujar Kiki.
Dari ketujuh proyek itu, tidak diungkapkan, siapa saja pihak rekanan yang telah memberikan uang fee, untuk Setiyono. Sedangkan, merujuk pengakuan Setiyono, dari tujuh rekanan, selama 2018 lalu, uang sekitar Rp 300 juta, telah dikantonginya. Hanya saja, dalam pemeriksaan dan penyidikan sebelumnya, keterangan berbeda disampaikan oleh Dwi Fitri Cahyono, yang malah mengakui ada delapan rekanan, telah memberi kompensasi fee, setelah masuk dalam ploting proyek. Besaran fee juga disinggung pada kisaran 7%, seperti pengakuan Dwi, terbagi untuk Setiyono sebesar 5%, operasional 1%, selain juga Pokja BLP sebanyak 1%. “Itu (fee yang diberikan ke Setiyono) dari Pak Dwi. Pak Dwi dari rekanan-rekanan itu. Jadi termasuk yang PLUT ini,” imbuhnya. Disinggung mengenai kemungkinan pengembangan perkara, terkait praktik ploting atau pengaturan penentuan pemenang proyek, Kiki mengesankan tak berspekulasi. Meski menurutnya, ada ratusan proyek di Kota Pasuruan, yang dapat diduga telah “dimainkan” di tahun 2018. Iapun menegaskan, masih fokus pada penanganan perkara suap proyek PLUT-KUMKM Kota Pasuruan, yang saat ini masih pada terdakwa Baqir. Pasalnya, semua penanganan korupsi yang ditangani harus berdasar bukti cukup, hingga dapat berlanjut ke proses sidang. Pada pembacaan dakwaan terhadap Baqir, terungkap sejumlah penerima fee selain adanya ploting proyek, mulai anggota DPRD, tim sukses, asosiasi pengusaha konstruksi, hingga wartawan. “Kan ada juga Wali Kota 1, Wali Kota 2, Wawali,” tambahnya. Sekedar diketahui, Baqir, pihak swasta yang didakwa sebagai penyuap, terhadap Setiyono, Wali Kota Pasuruan non aktif, yang saat ini jadi tersangka. Status tersangka juga disematkan KPK untuk Dwi Fitri Cahyono, Plh Kadis PUPR dan Wahyu, staf Kelurahan Purutrejo, Kota Pasuruan. Untuk pengungkapan ini, ia memperkirakan minggu kedua atau ketiga bulan Februari, dapat diketahui pengembangannya, karena telah memasuki agenda sidang terdakwa lain dalam suap PLUT. “Nanti Pak Dwi sama Wahyu, kami jadikan satu berkas,” pungkasnya mengungkapkan ajuan sidang nanti. Sementara, Suryono Pane, pengacara Baqir, mengungkapkan selama proses persidangan, diyakini kliennya tak memiliki inisiatif untuk melakukan tindak penyuapan, sebagaimana yang didakwakan. Pasalnya, selama proses pengajuan penawaran lelang hingga, kliennya tidak berinisiatif menyuap, karena permintaan justru berasal dari pihak lain.
ADVERTISEMENT