news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Politik Dinasti Baru dan Etika Politik

Welby Naufal Arkaan
Mahasiswa Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
1 Januari 2021 19:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Welby Naufal Arkaan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi salah satu sarana demokrasi untuk membangun kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kepala daerah terdiri dari tiga tingkatan, yaitu gubernur pada tingkat provinsi, bupati pada tingkat kabupaten, dan walikota pada tingkat kota. Pilkada dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dengan sistem pemilihan yang dipilih langsung oleh rakyat.
ADVERTISEMENT
Dalam penyelenggaraannya, tentu timbul berbagai permasalahan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya yang masih sering ditemukan yaitu adanya pro dan kontra dari masing-masing kubu dengan membandingkan kelebihan dan kekurangan antar pasangan calon kepala daerah. Selain adanya pro dan kontra, dalam pilkada di Indonesia juga masih ditemukan adanya permasalahan akibat dari tindakan para pemangku kepentingan yang mengambil kesempatan untuk mencalonkan anggota keluarganya menjadi salah satu pejabat negara atau biasa disebut sebagai dinasti politik.
Dinasti politik dapat dikatakan sebagai suatu kekuasaan politik yang dimiliki dan dijalankan oleh orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan tujuan untuk menjaga kekuasaan politik tersebut tetap berada dalam lingkaran keluarganya. Di Indonesia sendiri, fenomena dinasti politik masih sering ditemukan. Salah satu penyebab berkembangnya dinasti politik di Indonesia adalah pelegalan dinasti politik yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi tentang dihapusnya UU No. 8 Tahun 2015. Mahkamah Konstitusi menganggap apabila dinastik politik tetap dibatasi, maka hal ini akan melanggar undang-undang yang melarang adanya diskriminasi.
Ilustrasi tentang politik dinasti
Berdasarkan survei Yowes C. Kenawas selaku Kandidat Doktor Ilmu Politik Universitas Northwestern, Amerika Serikat, angka terjadinya dinasti politik di Indonesia meningkat drastis. Ia mengatakan bahwa pada tahun 2015 lalu, jumlah peserta pilkada yang memiliki ikatan keluarga dengan para pejabat politik hanya sebesar 52 peserta, namun pada tahun 2020 justru meningkat menjadi 158 peserta. Tentu hal ini dapat mempersempit kemungkinan atas kemenangan dari peserta lain yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan para pejabat publik dan dapat memicu adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh para peserta yang memiliki hubungan keluarga dengan para pejabat publik tersebut.
ADVERTISEMENT
Polemik mengenai kemunculan dinasti politik pada saat ini dapat dilihat dari Pilkada tahun 2020. Salah satu pasangan yang mencalonkan diri menjadi walikota di Solo tahun 2020 ini yakni Gibran Rakabuming Raka selaku anak sulung dari Presiden Joko Widodo yang dituding sebagai bagian politik dinasti baru yang lahir di Indonesia. Tudingan masyarakat akan politik dinasti baru akibat keputusan yang dilakukan Gibran bukanlah sesuatu yang tanpa alasan. Minimnya rekam jejak Gibran di dunia perpolitikan dan memutuskan untuk maju melalui Pilkada merupakan sebuah bentuk dari ketidakprofesionalan dalam beretika politik. Selain itu, adanya dukungan secara langsung dari Presiden Joko Widodo dengan pemanggilan Achmad Purnomo selaku pesaing Gibran di istana negara sebelum diumumkannya slot rekomendasi maju Pilkada Walikota Solo dinilai mengecewakan masyarakat. Pemanggilan ini diduga membahas mengenai penawaran jabatan alternatif kepada Achmad Purnomo sebagai pengganti Pilkada Walikota Solo 2020 demi membantu Gibran untuk memenangkan pilkada tersebut.
Peresmian nomor urut Pilkada Solo
Jika dipandang melalui aspek hukum, keikutsertaan Gibran dalam Pilkada memang bukanlah sesuatu yang dianggap sebagai sebuah pelanggaran hukum. Akan tetapi, dalam perspektif lain yakni mengenai etika berpolitik hal tersebut tidak dapat disamaratakan. Dikarenakan, etika berpolitik ialah mengenai berfilsafat moral dalam dimensi kehidupan politik. Etika politik mempertanyakan mengenai tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia, dan bukan hanya sebagai warga terhadap hukum yang berlaku yakni diperbolehkannya politik dinasti. Oleh karena itu, majunya Gibran ditambah dengan dukungan dari ayahnya yakni Presiden Joko Widodo jika dinilai secara etika dianggap kurang menunjukkan etika berpolitik yang baik dalam konstelasi politik di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah berkembangnya sekaligus mengatasi permasalahan fenomena dinasti politik tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, dapat dibuat dan ditetapkan kembali regulasi yang mengatur adanya pembatasan terhadap anggota keluarga pertahana yang ingin mencalonkan diri sebagai pejabat publik. Hal ini perlu dilakukan dengan mempertimbangkan akibat dari dinasti politik yang akan mempersempit kesempatan orang lain yang tidak memiliki ikatan keluarga dengan pejabat publik untuk memenangkan pilkada. Kedua, jika memang regulasi tersebut tidak bisa ditetapkan, alangkah baiknya jika pengawasan terhadap proses pemilihan, kampanye, serta penghitungan suara dikontrol dengan baik dan lebih ketat untuk menjamin tidak adanya tindakan kecurangan atau tindakan mempengaruhi lawan dengan menawarkan beberapa alternatif sebagai pengganti. Yang terakhir, masyarakat dapat mencari tahu terlebih dahulu mengenai latar belakang, visi dan misi, inovasi program kerja yang dijanjikan, serta kinerja para pasangan calon walikota dari beberapa program kerja atau partisipasi yang telah dilakukan sebelumnya sebagai gambaran pasti apakah calon tersebut pantas untuk dipilih dan memenangkan pemilihan ini.
ADVERTISEMENT
Dengan dilakukan dan diterapkannya beberapa cara tersebut dengan baik sebagai bentuk pencegahan dan upaya mengatasi fenomena dinasti politik di Indonesia, sangat memungkinkan tingkat perkembangan permasalahan ini akan segera teratasi dan dapat membuat sistem politik di Indonesia menjadi lebih baik kedepannya.
Penulis : Muhammad Yusuf, Welby Naufal Arkaan, Theofania Natasha (Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia)