Kesenjangan di Balik Ambisi Hilirisasi

Widji Astuti
Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
22 Mei 2024 12:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Widji Astuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto : https://pixabay.com/users/leolo212-15013188/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : https://pixabay.com/users/leolo212-15013188/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hilirisasi nikel
Indonesia dianugerahi dengan berbagai potensi sumber daya alam yang melimpah. Namun, pengelolaan sumber daya tersebut belum maksimal. Pemerintah saat ini sedang berfokus pada peningkatan nilai ekonomi dari sumber daya alam yang dimiliki melalui program hilirisasi. Hilirisasi diharapkan mampu menciptakan nilai tambah dari kekayaaan alam, salah satunya adalah nikel. Sebelum adanya kebijakan hilirisasi ini, nilai ekspor bahan mentah nikel hanya Rp 15 triliun. Saat ini, setelah mulai diberlakukannya program hilirisasi, nilai ekspor produk setengah jadi nikel meningkat tajam menjadi Rp 504 triliun pada tahun 2022 atau mengalami kenaikan 745% dari tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Kemiskinan naik di daerah hilirisasi
Ambisi hilirisasi ini tentunya diikuti harapan besar untuk dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Faktanya, ditengah ambisi hilirisasi ini justru menyisakan kesenjangan yang dirasakan oleh masyarakat terdampak program ini. Salah satunya adalah wilayah Sulawesi Tenggara, yang menjadi kawasan pertambangan dan pengolahan nikel. Berdasarkan data BPS, persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 11,43 persen atau naik 0,16 persen dibandingkan September 2022, dan naik 0,26 persen dibandingkan Maret 2022. Tidak hanya itu, angka ketimpangan juga meningkat. Pada Maret 2023, rasio gini sebesar 0,371 atau naik 0,005 point dibandingkan rasio gini September 2022. Pasalnya, diketahui bahwa industri pengolahan tersebut merupakan industri padat modal bukan padat karya.
Tumbuhnya industri pertambangan dan pengelolahan juga belum serta merta berdampak luas terhadap masyarakat sekitar. Industri pengolahan yang diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja lokal pada berbagai level justru malah banyak diisi oleh tenaga kerja asing pada level menengah ke atas. Hal tersebut terjadi karena belum siapnya kemampuan sumber daya manusia masyarakat lokal untuk bersaing dan mengusai teknologi yang digunakan. Harapan besar bahwa masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton atau buruh saja, tetapi juga mampu menguasai teknologinya.
ADVERTISEMENT
Siapa yang menikmati hasil hilirisasi ?
Adanya hilirisasi ini memang secara signifikan menaikan pertumbuhan ekonomi daerah setempat. Akan tetapi, apakah pertumbuhan ekonomi yang tajam itu dapat dinikmati oleh masyarakat secara merata atau hanya kalangan tertentu saja? Hal tersebut tentu menjadi banyak pertanyaan untuk kita semua. Kenaikan nilai ekspor yang berkali – kali lipat terbukti menaikkan angka pertumbuhan ekonomi pada provinsi kawasan hilirisasi seperti pada Provinsi Sulawesi Tengah. Provinsi Sulawesi Tengah mampu mencetak pertumbuhan ekonomi hingga 11,91% pada tahun 2023 dan menjadi yang tertinggi untuk wilayah di Pulau Sulawesi. Akan tetapi, kegiatan hilirisasi yang marak dilakukan di kawasan tersebut nyatanya belum mampu menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Data BPS mencatat bahwa di Sulawesi Tengah, jumlah penduduk miskin hanya berkurang 1,2% dalam satu dekade. Artinya potongan kue pertumbuhan ekonomi ini banyak dinikmati oleh pemilik modal dan hanya sebagian kecil saja yang dapat didistribusikan kepada masyarakat bawah.
ADVERTISEMENT
Kerusakan lingkungan
Hal tersebut juga diperparah dengan pengalihan fungsi lahan yang sebelumnya menjadi lahan pertanian oleh warga setempat kini berubah menjadi kawasan tambang. Warga setempat kehilangan mata pencariannya yang selama ini justru menopang ekonomi masyarakat bawah. Tak jauh berbeda, para warga yang berprofesi sebagai nelayan dengan mengandalkan hasil laut, kini juga makin terancam. Kegiatan penambangan mengakibatkan pencemaran daerah pesisir dan laut yang membuat hasil perikanan tangkap menjadi turun drastis. Padahal sebelumnya, sektor pertanian dan perikanan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Belum lagi dampak kerusakan lingkungan yang terkadang luput dari perhatian pemerintah. Menurut Greenpeace Indonesia, setidaknya 8.700 hektar hutan hujan tropis di Morowali, Sulawesi Tengah telah hancur sejak tahun 2000 lalu. Kehancuran hutan terjadi karena banyaknya pohon yang ditebang dan areanya dijadikan lahan pertambangan, pabrik peleburan, dan infrastruktur lainnya. Ekosistem sungai dan laut sebagai sumber mata pencarian masyarakat juga rusak karena sistem pengolahan limbah yang tidak sesuai. Irigasi pertanian dan sumber air bersih pun kini tercemar limbah. Selain itu, industri nikel mengoperasikan lima unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan akan membangun hingga 12 unit untuk daya menjalankan smelter peleburan nikelnya dengan total 3,78 gigawatt(GW) per tahun. PLTU luar jaringan ini menghasilkan gas rumah kaca yang besar karena batubara yang digunakan berkualitas rendah.
ADVERTISEMENT
Hilirisasi aman untuk negeri
Hilirisasi mungkin menjadi langkah awal yang baik untuk memajukan perekonomian Indonesia, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dipikirkan oleh pemerintah agar dampak buruk yang ditinggalkan oleh program ini dapat juga segera diatasi. Salah satu dampak buruk dari ambisi ini adalah terciptanya kesenjangan antara harapan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan justru menjadikan meningkatnya kemiskinan masyarakat dan rusaknya lingkungan.
Pemerintah perlu dengan cermat memperhatikan setiap dampak dari program hilirisasi ini. Melakukan percepatan program hilirisasi sektor pertambangan harus diikuti pula oleh langkah pemerintah untuk percepatan hilirisasi pada sektor pertanian dan kelautan. Hal tersebut karena sejatinya ekonomi kita selama ini ditopang juga oleh sektor tersebut. Pemberdayaan kepada masyarakat yang terdampak dan kehilangan mata pencarian perlu diupayakan. Transfer teknologi kepada tenaga kerja lokal harus menjadi prioritas. Pelatihan dan pendidikan terus diberikan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan tenaga kerja lokal agar siap bersaing dan mengambil alih teknologi yang diperlukan. Sebagaimana yang diamanah oleh Undang – Undang Dasar 1945, bahwa bumi, air,dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan berbagai pihak juga perlu untuk memastikan program hilirisasi ini berjalan dengan implementasi standar Environmental Social and Governance (ESG). Standar ESG ini dapat membantu menjaga tata kelola industri pertambangan untuk lebih ramah lingkungan dan sosial. Setidaknya ada tiga pilar yang perlu diperhatikan dalam implementasi ESG ini yakni economic development, enviromental stewardship,dan social responsibility. Pengembangan ekonomi dari hilirisasi nikel dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, pemerintah daerah dan pusat, pengusaha dan karyawan. Pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya untuk meminimalisir dampak lingkungan akibat industri hilirisasi nikel, bahkan sebisa mungkin memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan. Serta tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat disekitar area operasionalnya agar dapat hidup lebih baik dan tumbuh secara positif bersama perusahaan.
ADVERTISEMENT
Oleh: Wiji Astuti, Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Pamulang