Menggerakkan Resources Melalui Mobilisasi dan Orkestrasi

Jimmy Wijaya
Sales Area Manager Retail Karawang PT. Pertamina Patra Niaga
Konten dari Pengguna
28 November 2020 12:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jimmy Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peresmian SPBU BBM 1 Harga Sumber : Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peresmian SPBU BBM 1 Harga Sumber : Kumparan
ADVERTISEMENT
Masih ingat tanda pagar (tagar) #StopHateforProfit? Tagar ini pernah trending topic dunia belum lama ini. Sengaja ditrendingkan sebagai bentuk kampanye yang kabarnya dilancarkan oleh kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) di Amerika. Sasaran “tembaknya”, bukanlah institusi lembaga negara, melainkan platform raksasa jejaring sosial, Facebook.
ADVERTISEMENT
Konon, trendingnya #StopHateforProfit dilatarbelakangi protes masyarakat terhadap Facebook yang menolak menghapus unggahan Donald Trump. Massa geram atas pernyataan Presiden AS, yang mengancam akan memberikan tindakan kekerasan kepada kelompok pengunjuk rasa atas kematian George Flyod beberapa waktu lalu.
Akibat masifnya kampanye #StopHateforProfit, perusahaan yang didirikan oleh Mark Zuckerberg ini harus menelan pil pahit akibat pemboikotan lebih dari 90 perusahaan. Padahal, sejumlah perusahaan pemboikot itu yang telah lama menjadi pengiklan di platform tersebut. Imbas pembatalan kontrak iklan, kekayaan sang founder pun terjun bebas. Nominalnya cukup mengernyitkan dahi Mark, yaitu 7,21 miliar dollar AS.
Jika ditelisik lebih dalam dan dikaitkan pada rentetan peristiwa serupa (#deleteFacebook atas skandal Cambridge Analytica 2018 silam), kemungkinan ada pihak yang berada di belakang gerakan-gerakan tersebut. Mungkinkah Facebook sedang dimobilisasi? Bisa saja itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Asumsi itu berangkat pada fenomena shifting media konvensional ke media sosial. Sejak konsentrasi publik tersedot pada media sosial yang lebih cepat dan mudah diakses, media konvensional perlahan ditinggalkan. Pengiklan pun ikut migrasi, dan mempercayakan media sosial sebagai sarana penyampai pesan bisnis baru. Selain murah, beriklan di sosial media terukur secara targeting.
Media konvensional seakan kehilangan relevansinya. Lesu, di tengah serbuan informasi yang semakin cepat. Ibarat hidup segan, mati tak mau. Di lain sisi, platform media sosial semakin digandrungi karena akses informasinya yang real time.
Tapi, dugaan terhadap upaya mobilisasi Facebook hanya sekadar asumsi belaka. Benar atau tidaknya, fenomena tagar-tagar yang trending di jagat maya dan bersifat menghancurkan menjadi sinyal terjadi praktik mobilisasi. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Rhenald Kasali menyebut, mobilisasi dan orkestrasi memang marak belakangan ini di dunia hyperconnected society seperti sekarang.
ADVERTISEMENT
***
Mobilisasi yang dimaksud disini ialah pemanfaatan sumber daya sosial yang saling terhubung dengan metode sharing dan shaping untuk tujuan tertentu. (#MO, Rhenald Kasali). Praktik ini jika dipergunakan untuk hal yang baik akan memberikan dampak positif. Misalnya, untuk tujuan pemasaran, komunikasi publik dan bisnis. Sebaliknya, mobilisasi dan orkestrasi pun bisa berdampak negatif seperti pada kasus yang menimpa raksasa jejaring sosial Facebook misalnya. Akibatnya, reputasi korporasi terkikis yang ikut mempengaruhi merosotnya dukungan publik.
Perusahaan incumbent yang lebih dulu existing dan menjadi besar, terkadang masih mempertahankan pola lama termasuk dalam proses pengelolaan sumber daya. Misalnya masih fokus pada kontrol resources dalam rantai produksinya. Namun di era sekarang, hal tersebut mulai ditinggalkan karena mulai usang. Cost yang dibutuhkan pun menjadi lebih mahal.
ADVERTISEMENT
Yang diperlukan sekarang adalah kemampuan membaca situasi dan kondisi. Termasuk, mengkonstruksi ekosistem bisnis yang memungkinkan pelaku bisnis bisa melakukan orkestrasi (pengelolaan) atas berbagai resources yang ada di luarnya.
Poin utamanya adalah, bagaimana sumber daya eksternal bisa ikut berkontribusi dalam proses bisnis. Guna menggerakkannya, maka dilakukanlah mobilisasi dan orkestrasi yang tentunya harus didukung enam pilar teknologi, yaitu lnternet of Things (loT), Cloud Computing, Big Data Analytics, Artificial Intelligence, Super Apps, dan Broadband Infrastructure.
Terkait dengan praktik mobilisasi, mengapa Facebook menjadi terganggu? Itu karena oknum di belakang layar mampu mendorong sumber daya eksternal dengan memanfaatkan momen dan isu sensitif yang mengundang simpati. Perlahan isu tersebut menjadi ramai dan besar sekaligus menciptakan gerakan-gerakan yang diikuti publik dalam skala besar. Di dalamnya sekaligus melibatkan netizen ke dalam sebuah ekosistem. Karena gelombang gerakan itu yang kemudian menggerogoti korporasi dan memaksanya takluk.
ADVERTISEMENT
Contoh positifnya di sektor bisnis dapat dilihat pada super apps Gojek. Melalui pemanfaatan ekosistem yang baik, perusahaan rintisan tersebut membuat jasa transportasi online tanpa memiliki armada transportasi (aset). Platform cukup dengan menawarkan kepada masyarakat yang ingin menambah penghasilan dan “mengorkestrasinya” dengan memanfaatkan kendaraan mereka sendiri sebagai mitra transportasi umum.
Masih dari tinjauan positif, praktik mobilisasi dan orkestrasi sekaligus dapat menjadi instrumen dalam menggerakkan aspek kemanusiaan. Melalui platform kitabisa.com misalnya. Publik secara sukarela melalukan donasi guna dimanfaatkan untuk kepentingan sosial seperti kesehatan, pendidikan, bantuan untuk korban bencana alam termasuk pembangunan infrastruktur umum.
Platform seperti kitabisa.com, mengorkestrasi publik menjadi salah satu bagian anatomi dalam melakukan mobilisasi. Singkatnya, mobilisasi lebih memperkuat praktik pemasaran (marketing) dengan menggerakkan opini dalam rangka menstimulasi partisipasi.
ADVERTISEMENT
Disadari atau tidak, memobilisasi menjadi penggerak jari publik yang berafiliasi langsung dengan sosial media. Ada lima elemen yang penggerak jari yaitu, magnitude, proximity, dramatis, konflik serta ketokohan. Salah satu dari kelima elemen tersebut yang menjadi dasar mengapa orang mau berbagi narasi di sosial media kemudian menjadi viral dan berakhir pada partisipasi.
Menjaga External Resources
Perlu digaris bawahi, resources tidak untuk dimiliki, terlalu mahal untuk memilikinya. Karena dunia saling terhubung melalui perangkat digital, yang dibutuhkan hanya menjaga dan mengorkestrasi resources dengan cara baru yang lebih relevan.
Ibarat sebuah panggung orkestra, korporasi bertindak sebagai dirigen. Ia bertugas menjaga harmonisasi nada dengan mengorkestrasi puluhan musisi yang memiliki beragam keahlian untuk menciptakan nada yang indah dalam sebuah panggung konser. Seperti itulah ilustrasi orkestrasi dalam perspektif bisnis. Menggunakan external resources yang tak terbatas jumlahnya.
ADVERTISEMENT
Pertamina misalnya. Sebagai powerhouse yang dimiliki bangsa ini, selalu memandang external resources menjadi bagian dalam roda penggerak ekonomi yang pro pertumbuhan. Mengawal rencana strategis Pertamina 2015 – 2020, perusahaan energi ini sadar betul bahwa proyek kolaborasi sebagai upaya menjaga external resources.
Proyek kolaborasi itu antara lain dengan mempersiapkan pengembangan sentra UKM yang akan dikelola oleh Pertamina, keagenan produk serta suplai produk untuk UKM. Disini peran Pertamina, mengorkestrasi UKM lokal yang tujuan utamanya adalah untuk memicu pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal. Penetrasinya diperkuat melalui penyampaian pesan bisnis menggunakan platform digital.
Network semakin diperluas hingga daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) melalui penerapan program BBM Satu Harga. Tak hanya Pertamina, dalam program ini pemerintah beserta stakeholder (Kementerian ESDM bersama BPH Migas) termasuk pelaku usaha migas saling berkontribusi dalam percepatan program.
ADVERTISEMENT
Sebut saja penyediaan sarana dan prasarana guna menunjang kegiatan kemitraan maupun program BBM Satu Harga. Ini menjadi proyek unggulan dalam mengembangkan external resources, karena wilayah-wilayah pelosok dan terpencil akan menuju pada fase kemandirian ekonomi.
Di situasi pandemi seperti saat ini yang memperkeruh kondisi perekonomian kian terpuruk, program BBM Satu Harga menjadi program di saat yang tepat. Pemerintah, Pertamina dan stakeholder terkait menggerakkan pemulihan ekonomi menjadi stabil di suatu wilayah tertentu. Komponen biaya hidup menjadi lebih terjangkau dengan hadirnya BBM murah dan mudah diakses.
Kendati belum terintegrasi melalui platform digital, setidaknya proyek kolaboratif Pertamina menciptakan value creation. Pertamina menjadi motor penggerak dan memobilisasi external resources menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
ADVERTISEMENT