Alasan yang Bikin Pengusaha Malas Ikut Insentif Pajak Pemerintah

23 Februari 2018 8:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pajak (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pajak (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan akan mengevaluasi tax allowance dan tax holiday. Fasilitas insentif pajak ini akan ditinjau ulang agar lebih mudah diperoleh oleh para pelaku usaha.
ADVERTISEMENT
Selama ini fasilitas perpajakan yang dinikmati oleh pengusaha jumlahnya terbatas. Untuk itu, pemerintah perlu meninjau mengenai prosesnya, kriteria, sisi persyaratan agar mendukung kemudahan. Jenis usaha yang bisa menerima insentif ini juga dikaji untuk diperlebar.
Pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji, menjelaskan ada beberapa faktor mengapa tax allowance maupun tax holiday kurang diminati oleh pengusaha. Salah satunya adalah ketidakpastian akan menerima insentif itu sendiri.
Ilustrasi Pajak (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pajak (Foto: Shutterstock)
"Karena sekarang misalnya tax holiday, bukan pure pembebasan, tapi pengurangan. Skalanya antara 10-100% pengurangannya, ada yang bebasnya hanya 10%, ada yang benar-benar nol. Pengusaha mikirnya, ngapain saya apply yang rumit tapi enggak jelas pengukurannya," ujar Bawono saat berbincang di kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (22/2) malam.
ADVERTISEMENT
Faktor selanjutnya yakni adanya tekanan likuiditas di dalam negeri, sementara pembangunan terus berjalan. Ini karena adanya reformasi pajak di beberapa negara maju, seperti AS yang menurunkan tarif PPh Badan menjadi 21% dari sebelumnya 35%.
"AS tax reform PPh Badan ke 21%, mereka beralih ke teritorial, berusaha memanggil pulang kampung. Banyak menarik investasi global," katanya.
Untuk itu, pemerintah seharusnya membuat insentif pajak yang lebh baik agar para pengusaha tertarik. Apalagi, saat ini berbagai negara juga berlomba-lomba menurunkan tarif pajaknya.
"Kompetisi pajak bakal lebih intens. Jerman juga mau nurunin, China merespon, EU merespon, Indonesia gimana? Pilihannya kalau nurunin tarif sekarang, kalau nurunin drastis tapi basis pajak enggak diikutin, shortfall makin gila-gilaan," kata dia.
ADVERTISEMENT