news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Importir Ungkap Alasan Angka Impor Lengkeng Melonjak 3.800% di Agustus

18 September 2017 17:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lengkeng yang Diproduksi di Batang, Jawa Tengah (Foto: Dok. Yusron Hadi Nugroho)
zoom-in-whitePerbesar
Lengkeng yang Diproduksi di Batang, Jawa Tengah (Foto: Dok. Yusron Hadi Nugroho)
ADVERTISEMENT
Nilai impor produk lengkeng atau longan asal Thailand mengalami kenaikan cukup tinggi di bulan Agustus 2017. Bayangkan saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impornya mencapai 31,2 juta dolar AS atau setara dengan Rp 414,9 miliar (kurs Rp 13.300).
ADVERTISEMENT
Angka tersebut naik drastis sekitar 3.800% dibanding realisasi di Juli 2017 yang hanya tercatat 800 ribu dolar AS. Sehingga ada kenaikan nilai impor sebesar 30,40 juta dolar AS untuk lengkeng.
Ketua Umum Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo), Khafid Sirotudin berpendapat, selama ini impor lengkeng menggunakan sistem kuota. Alasannya, lengkeng termasuk kategori buah tropis yang bisa ditanam di Indonesia.
"Ini lengkeng boleh masuk berarti Kementan (Kementerian Pertanian) sudah memperkirakan kondisi lengkeng Indonesia hanya sekitar segini makanya boleh impor. Kemudian Kemendag bicara tentang kuantiti atau kuota volumenya," kata Khafid kepada kumparan (kumparan.com), Senin (18/9).
Ketentuan importasi lengkeng diatur dalam Permendag No. 30/2017. Pembatasan impor lengkeng dilakukan untuk melindungi lengkeng produksi lokal.
ADVERTISEMENT
"Kalau masalah produksi kita ngomong banyak atau enggak, banyak untuk di daerah tertentu pada musim tertentu ya," imbuhnya.
Lengkeng (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Lengkeng (Foto: Shutter Stock)
Selain itu, untuk mengimpor lengkeng juga terbilang agak sulit. Pasalnya, importir diwajibkan mendapatkan Rekomendasi Izin Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementan. Setelah itu, importir wajib memiliki Angka Pengenal Importir (API) Umum dan Surat Persetujuan Impor (SPI). Importir juga diwajibkan untuk menyusun laporan realisasi distribusi. Syarat-syarat ini yang terkadang dikeluhkan oleh importir termasuk yang terjadi saat ini.
Menurut Khafid, penerbitan RIPH dan SPI untuk impor produk hortikultura di semester II-2017 terlambat. RIPH dan SPI yang seharusnya terbit bulan Juni 2017 justru baru keluar pada pertengahan Agustus 2017.
"Inginnya kan satu terbuka dua cepat, efisien kan gitu. Nyatanya, RIPH dan SPI semester II tahun ini yang harusnya keluar bulan Juni tapi Agustus pertengahan baru keluar. Itu kan 2,5 bulan. Padahal aturan di Permendag sendiri hanya 1 minggu untuk ditolak atau diterima. Ini kan diterima enggak jelas, ditolak enggak jelas. Jadi ini masalahnya jumlah berlebih itu efek saja dari ketidakfairan," paparnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu dia merekomendasikan sistem kuota lebih baik dihapus. Atau paling tidak, pemerintah bisa melarang total importasi produk hortikultura yang sudah diproduksi di dalam negeri.
"Jadi kalau mau mengatur ya sudah kembalikan saja seperti dulu sebelum ada RIPH, SPI. Jangan ada kuota yang akhirnya jadi mainan saja. Pemerintah urusannya hanya mengatur regulasi bagaimana supaya buah bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan harga terjangkau. Jadi ngaturnya di situ bukan model kuota yang tidak kelas," sebutnya.