Industri RI yang Punya Masa Depan Cerah versi Rachmat Gobel

14 November 2017 11:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rachmat Gobel di kumparan Onboarding Batch 2 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rachmat Gobel di kumparan Onboarding Batch 2 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel punya ramalan pribadi, industri apa yang akan berkembang pesat dan memiliki masa depan cerah di Indonesia. Industri yang dimaksud adalah industri berbasis budaya.
ADVERTISEMENT
Gobel yang kini menjadi Utusan Khusus Presiden RI untuk Jepang menyatakan, Indonesia sebetulnya cukup kaya dengan industri berbasis budaya. Sayang, industri ini masih dipandang sebelah mata.
"Saya pernah bikin roadmap dan yang saya unggulkan industri berbasis budaya. Apa itu barangnya? Tekstil maksudnya batik, songket dan tenun ikat. Kedua handycraft dan mebel seperti besi, kayu, rotan. Lalu produk herbal misalnya jamu, lalu makanan dan minuman," ungkap Gobel saat menjadi pembicara di Onboarding Kumparan yang digelar di Kuningan City, Jakarta, Selasa (14/11).
Gobel punya alasan kuat mengapa industri berbasis budaya punya masa depan cerah di Indonesia. Misalnya potensi, pangsa pasar serta penyerapan tenaga kerja yang cukup besar.
Rachmat Gobel di kumparan Onboarding Batch 2 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rachmat Gobel di kumparan Onboarding Batch 2 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Dia memberikan gambaran, di tahun 2016 ekspor tekstil (TPT) Indonesia sebesar 11,9 miliar dolar AS. Indonesia hanya mengisi 1,7% dari pasar dunia sebesar 604 miliar dolar AS. Sedangkan pasar lokal sebesar 7,55 miliar dolar AS. Sementara penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung di sektor tekstil masing-masing 1,47 juta orang dan 4,41 juta orang.
ADVERTISEMENT
Industri jamu juga demikian. Pangsa pasar dunia untuk jamu di 2016 sebesar Rp 534 triliun. Angka ekspor jamu Indonesia ke berbagai negara hanya Rp 2 triliun atau hanya bisa mengisi 0,40% pangsa pasar dunia. Penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung adalah sebesar 3 juta orang dan 9 juta orang.
"Empat (tekstil, handycraft, makanan, minuman) ini banyak dilakukan di desa-desa. Selain itu banyak dikerjakan pengusaha kecil, bahan bakunya ada serta punya nilai dan pasar yang besar," ucapnya.
Sementara di industri mebel, Gobel menilai Indonesia masih kalau jauh dengan Vietnam. Ekspor mebel Vietnam di tahun 2016 sebesar 5,1 miliar dolar AS sedangkan Indonesia hanya 1,7 miliar dolar AS. Padahal mayoritas kayu yang diolah menjadi produk mebel Vietnam berasal dari Indonesia.
Rachmat Gobel di kumparan Onboarding Batch 2 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rachmat Gobel di kumparan Onboarding Batch 2 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
"Kita punya kayu lebih banyak, kenapa tidak bisa?" katanya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Gobel meminta pemerintah untuk bisa membuat regulasi yang pas agar industri berbasis budaya bisa berkembang di Indonesia. Menurut Gobel, bila industri ini dikembangkan maka akan berdampak kepada peningkatan sektor lainnya.
"Prospeknya sangat besar dan itu harus dilakukan. Kalau ini tumbuh akan berdampak ke sektor pariwisata. Kita lihat bagaimana China, Jepang dan Taiwan mereka punya kampung itu dikembangkan. Kita punya kekuatan," tegas Gobel.