Industri Ritel Lesu Akibat Gempuran e-Commerce

13 September 2017 15:10 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Belanja (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Belanja (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut pertumbuhan industri ritel hingga pertengahan tahun ini tidak terlalu bagus bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Aprindo pada kuartal I-2017, pertumbuhan industri ritel tumbuh 3,9%. Sedangkan di kuartal II 2017, pertumbuhannya hanya 3,7%. Sedangkan jika dibandingkan dengan kuartal I-2016, industri ritel mampu tumbuh 11,3%. Sementara pertumbuhan di kuartal II-2016 sebesar 9,2%.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey menyebut, turunnya pertumbuhan industri ritel di dalam negeri disebabkan oleh beberapa hal. Yang paling utama adalah karena maraknya situs dagang online atau e-commerce.
"Kita sudah merasakan betul dampak dari bonus demografi. Selain itu, penurunan ini juga disebabkan oleh transaksi e-commerce, sentimen negatif terhadap berbagai isu tanah air, hingga gaya hidup hedonis untuk travel dan kuliner," paparnya di kawasan SCBD, Jakarta, Rabu (13/9).
Blok M Mal Kian Redup (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Blok M Mal Kian Redup (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Roy juga menjelaskan, sejak Juni 2016 hingga Juni 2017, pertumbuhan negatif industri ritel terjadi di dua daerah, yaitu DKI Jakarta sebesar -1,5% dan Sumatera Utara yang juga -1,5%. Sedangkan pertumbuhan positif tertinggi terjadi di Sumatera Selatan sebesar 9,1%.
ADVERTISEMENT
"Tahun ini momen ramai seperti Lebaran dan liburan, kami hanya mencatat pertumbuhan sekitar 5%. Tahun lalu pertumbuhannya mencapai 13,4%," paparnya.
Meski demikian, para peritel masih optimistis kinerja industri ritel bisa tumbuh signifikan di semester II-2017. Dia menargetkan angka pertumbuhan ritel mampu menembus 8-9% seperti yang terjadi di tahun 2016 lalu.
"Misalnya seperti pemerintah sekarang ini menjaga harga energi untuk tidak naik hingga akhir tahun, sehingga masyarakat bisa menggunakan untuk berbelanja, dan penurunan BI rate. Kalau 8-9% tidak tercapai, setidaknya 6-7% atau real-nya 7,5%," tutupnya.
Reporter: Muchammad Resya Firmansyah