Mendag: Kampanye Hitam Sawit RI di Eropa Lebih Vulgar dan Terbuka

23 Agustus 2017 12:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kelapa sawit di kebun Sawindo Kencana. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kelapa sawit di kebun Sawindo Kencana. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menceritakan pengalaman dia usai mengunjungi negara Rusia beberapa waktu lalu. Salah satu yang dia catat adalah bagaimana produk turunan sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO) asal Indonesia mendapatkan serangan kampanye hitam (black campaign) yang sangat vulgar dan terbuka oleh masyarakat Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
"Bukan lagi negative campaign tapi black campaign, dan apa yang dilakukan sudah lebih vulgar dan terbuka," kata Enggar saat menghadiri Forum Koordinasi Teknis (FKT) Pengembangan Ekspor Pusat di kantor Kementerian Perdagangan, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Rabu (23/8).
Menurut Enggar, sebagai produsen sawit terbesar di dunia, Indonesia perlu melawan serangan kampanye hitam masyarakat Eropa. Caranya adalah dengan memberikan fakta bila tudingan negatif tersebut tidak benar.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
"Kita tidak boleh membalas dengan vulgar lagi, tapi harus dengan lebih santun. Karena dalam teori marketing kita tidak boleh menuding orang, tapi kita harus tunjukkan produk kita sendiri," tegas Enggar.
Enggar juga menyatakan Indonesia perlu aktif mensosialisasikan mekanisme produksi sawit di Indonesia kepada masyarakat Eropa. Cara ini dilakukan agar sawit Indonesia mendapatkan penilaian positif dan tetap bersaing dengan produk sejenis di negara-negara Eropa.
ADVERTISEMENT
"Saya bilang, kita the biggest and we are the best. Tidak mungkin kami sebagai produsen, eksportir terbesar mempertaruhkan nama baik kita dengan kualitas tidak baik. Justru dengan kita terbesar, pasti kita akan pertahankan eksistensi kita, meningkatkan kualitas kita. Kita harus memberikan arah pembenarannya, sehingga mereka sadar. Itulah ironinya dalam dunia perdagangan," jelas Enggar.