Sikap Pemerintah Indonesia Atas Freeport Didukung DPR

20 Februari 2017 19:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ignasius Jonan dan Agus Hermanto (Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan)
PT Freeport Indonesia (PTFI) menolak dengan tegas aturan yang disodorkan pemerintah yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 seperti keharusan divestasi saham sebesar 51 persen dan ketentuan pajak prevailing.
ADVERTISEMENT
Selama 120 hari ke depan, Freeport dan pemerintah Indonesia masih akan mendiskusikan hal ini. Bila tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak, Freeport berencana menggugat pemerintah Indonesia ke Badan Arbitrase.
Langkah tegas pemerintah Indonesia kepada Freeport didukung kalangan wakil rakyat atau DPR. Salah satu dukungan disampaikan Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan, Agus Hermanto.
"Kalau Freeport mau mengekspor konsentrat, tentu harus melalui IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), di situ ada juga waktu (5 tahun) tapi harus tepat. Ada divestasi, harus buat smelter dan sebagainya, sehingga tetap kami hargai kontrak, namun tidak boleh abaikan Undang-undang," kata Agus saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (20/2).
CEO Freeport Richard Adkerson dan Chappy Hakim. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Agus menyatakan apa yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah benar. Mengenai penolakan yang disampaikan Freeport, Agus meminta kedua belah pihak meneruskan perundingan. Tetapi ia menilai apa yang disampaikan pemerintah Indonesia sudah pas.
"Mengubah Undang-undang kan tidak sekonyong-konyong memerlukan waktu singkat. Sehingga apa yang ditawarkan Pak Menteri Jonan adalah solusi memang di dalam bisnis. Dalam bisnis itu kan ada yang merah, ada yang hitam, dan yang putih dan harus cari titik temunya. Yang disampaikan Pak Menteri adalah titik temu," imbuhnya.
Dukungan juga disampaikan Ketua Komisi VII DPR, Gus Irawan Pasaribu. Gus menilai, posisi Indonesia cukup kuat di Badan Arbitrase bila Freeport jadi menggugat pemerintah Indonesia.
Preescon CEO Freeport di Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Kalau saya melihatnya kuat posisi Indonesia, kan kita negara berdaulat. Dan ini bukan keputusan sekarang, mestinya yurisprudensi. Lihat saja dulu ada enggak yang kebaratan? enggak, berarti kan diterima," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Gus Irawan menegaskan dalam kasus ini kesalahan justru ada di pihak Freeport. Pasalnya sejak tahun 2014, pemerintah Indonesia telah memberi kesempatan bagi Freeport untuk membangun pabrik smelter. Namun faktanya tidak juga dilaksanakan.
"Jadi kalau mau dilihat salahnya, Freeport salah juga. Waktu 2014 dia harusnya sudah selesaikan smelter, seperti kata Pak menteri, 6 bulan masa transisi mereka berunding lah. Tapi ini kan enggak," jelas Gus Irawan.