Kepatuhan (Obedience) dalam Fenomena Kasus Kematian Brigadir J

Wildan Haru Pradani
Mahasiswa Magister Psikologi
Konten dari Pengguna
21 Oktober 2022 20:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wildan Haru Pradani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gambar hanya ilustrasi. sumber: Unplash
zoom-in-whitePerbesar
gambar hanya ilustrasi. sumber: Unplash

Seberapa Jauh Orang Akan Mengikuti Perintah Otoritas?

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu telah mengumumkan tersangka baru dalam kasus kematian Brigadir J, sehingga jumlah tersangka bertambah menjadi 4 orang. Kapolri memberikan nama tersangka baru yaitu seorang Jendral bintang dua yaitu FS atau Ferdy Sambo. Berdasarkan keterangan Kapolri FS terbukti terlibat dalam kasus kematian Brigadir J dan telah membuat beberapa skenario agar kasus ini seolah terjadi tembak menembak. Sebelumnya Polri telah menetapkan 3 orang tersangka yaitu Bharada E, Brigadir RR dan KM. 2 orang diantaranya merupakan ajudan dari Ferdy Sambo dan satunya lagi merupakan sopir dan masih ada 31 orang polisi lagi yang diperiksa, tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah.
ADVERTISEMENT
Kapolri menjelaskan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan yang menyebabkan saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh saudara E atas perintah saudara FS. Sebagai Jendral bintang dua FS memiliki kekuatan untuk meminta bawahan nya melakukan apa yang ia inginkan dan tidak bisa dipungkiri bawahannya mengikuti perintah atasannya meskipun itu mungkin bertentangan dengan norma yang berlaku dan tidak sesuai dengan hati nurani nya. Lalu, seberapa jauh orang akan mengikuti perintah otoritas meski bertolak belakang dengan hati nurani nya?
Kasus penembakan terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh Bharada E atas perintah atasan yaitu Ferdy Sambo bisa dijelaskan dengan teori kepatuhan (obedience) yang dicetus oleh seorang psikolog dari Universitas Yale bernama Stanley Milgram. Pada tahun 1961, Milgram mencoba melakukan sebuah eksperimen berkaitan dengan sejauh mana orang akan mematuhi perintah dari otoritas ketika mereka diminta untuk melakukan hal yang bertentangan dengan hati nurani mereka dan melakukan hal yang berbahaya serta melawan hukum. Eksperimen yang dilakukan oleh Milgram tersebut atas dasar pemikirannya terhadap kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Adolf Eichmann yaitu seorang Nazi yang banyak membunuh orang yahudi. Eichmann memberikan alasan ia membunuh adalah karena mengikuti perintah atasannya yaitu Adolf Hitler. Peristiwa itulah yang menarik perhatian Milgram sejauh mana orang bisa patuh terhadap perintah atasan sehingga teori tersebut dapat ia temukan berdasarkan eksperimen ini.
ADVERTISEMENT
Eksperimen ini dilakukan oleh Milgram dengan cara mencari partisipan terlebih dahulu dan memberikan kompensasi bagi partisipan yang bersedia untuk ikut dalam ekperimen ini yaitu diberikan sejumlah uang. Milgram mendapatkan 40 orang yang bersedia dan mulai melakukan ekperimennya. Dalam eksperimen ini, Milgram membuat sebuah skenario, yaitu ada yang bertindak sebagai seorang guru dan ada yang bertindak sebagai seorang murid. Partisipan diminta untuk mengambil undian yang telah disediakan oleh milgram untuk mendapatkan peran yang partispan dapatkan tetapi tanpa partisipan sadari Milgram telah membuat undian tersebut bertuliskan guru semuanya sehingga otomatis partisipan mendapatkan peran sebagai guru dan yang bertindak sebagai murid adalah seorang aktor yang telah Milgram persiapkan untuk membuat sebuah skenario yang diminta oleh Milgram. Kemudian guru (partisipan) dan murid (aktor) masuk ke ruangan yang berbeda dan hanya bisa mendengarkan suara satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Tugas guru (partisipan) tadi yaitu membacakan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh murid (aktor) dengan cara menekan sebuah tombol benar atau salah. Jika jawaban dari murid itu salah maka ia akan diberikan sentruman listrik mulai dari tegangan rendah (dari pertanyaan pertama) sampai kelamaan menjadi tegangan tinggi (pertanyaan terakhir) yang dilakukan oleh guru (partisipan). Sedangkan tugas seorang murid (aktor) yang telah disiapkan oleh Milgram tadi berpura-pura untuk selalu menjawab salah dari setiap pertanyaan yang diberikan, jika aktor tidak menjawab (diam) maka akan dianggap sebagai jawaban salah. Sebelumnya Milgram telah membuat skenario dengan cara tidak ada tegangan listrik yang benar-benar diberikan tetapi Milgram meminta murid (aktor) untuk berpura-pura berteriak kesakitan dan meminta untuk berhenti kepada guru (partisipan). Sedangkan Milgram bertindak sebagai figur otoritas yang memerintahkan guru (partisipan) untuk memberikan tegangan listrik ketika mereka sudah ingin berhenti dan mengingatkan konsekuensi yang mereka dapatkan jika berhenti yaitu tidak mendapatkan sejumlah uang. Ukuran kepatuhan terhadap perintah yang diberikan adalah ketika sejauh mana partisipan benar-benar berhenti untuk memberikan tegangan listrik tanpa mempedulikan saran dari Milgram.
ADVERTISEMENT
Hasil dari eksperimen ini adalah dari 40 orang partisipan yang ikut, sebanyak 26 orang yang memberikan tegangan listrik tertinggi (level maksimal) sedangkan 14 orang lainnya berhenti sebelum mencapai tegangan tinggi. Yang perlu menjadi catatan dari eksperimen ini adalah ketika partisipan merasakan gelisah, takut dan marah terhadap eksperimen ini tetapi mereka harus mengikuti perintah Milgram sampai akhir. Dari hasil eksperimen ini dapat disimpulkan lebih dari setengah dari partisipan cenderung untuk patuh terhadap perintah otoritas dan susah untuk menolaknya meski itu bertentangan dengan hati nuraninya.
Jika dilihat dari kasus penembakan Brigadir J, Ferdy Sambo merupakan figur otoritas yang memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J, sebagai bawahan mungkin saja dan tidak dapat dipungkiri Bharada E menyanggupi perintah atasannya meski itu mungkin sangat bertentangan dengan hati nuraninya dan melawan norma hukum yang berlaku sesuai dengan pernyataan Bharada E pada saat persidangan yang mengatakan bahwa " saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah seorang jendral". Bisa saja Bharada E memikirkan konsekuensi yang akan ia terima jika ia menolak permintaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya Bharada E, ada 11 orang tersangka baru yang merupakan bawahan dari Ferdy Sambo juga ikut terlibat dalam kasus ini yang kemungkinan besar juga sulit untuk menolak dari figur otoritas atau perintah atasan meskipun mereka mengetahui tindakan itu tidaklah benar dan tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Bisa dilihat dari pengakuan dari tersangka pada persidangan bahwa FS memarahi para tersangka jika mereka tidak mengikuti apa yang ia inginkan dengan mengatakan "ini perintah, ikuti saja".
Referensi
Milgram, S. (1963). Behavioral Study of obedience. The Journal of Abnormal and Social Psychology, 67(4), 371–378. https://doi.org/10.1037/h0040525