Paradigma Otoritarianisme Penghambat Ambisi China sebagai Adidaya Ekonomi Dunia

William Help
Lulusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
6 Agustus 2021 17:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari William Help tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi kebijakan keras China terhadap perusahaan karya anak bangsanya. (Sumber: Shutterstock/Suntingan Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi kebijakan keras China terhadap perusahaan karya anak bangsanya. (Sumber: Shutterstock/Suntingan Pribadi)
ADVERTISEMENT
Meningkatnya ketegasan China dalam mengejar ambisinya untuk menjadi perekonomian terbesar dunia seakan mengisyaratkan kembalinya rivalitas dua negara besar seperti beberapa dekade silam antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam Perang Dingin. Persaingan antara Amerika Serikat dan China dewasa ini telah sarat akan perselisihan dalam berbagai bidang dari tata kelola dalam negeri hingga paradigma yang ditawarkan terhadap pemerintahan internasional – international governance.
ADVERTISEMENT
Belakangan ini pelaku bisnis dan penanam modal dari dalam dan luar negeri China terdampak secara langsung dari persaingan tersebut. Pasalnya otoritas China menghalangi berbagai perusahaan swasta besar berbasis teknologinya untuk melantai di bursa saham Amerika Serikat. Didi Chuxing – perusahaan transportasi massal, yang direncanakan melakukan initial public offering (IPO) pada 30 Juni lalu harus terhenti langkahnya di jam-jam terakhir dikarenakan otoritas keamanan siber China memerintahkan penghapusan aplikasi Didi dari app store China dengan tuduhan penyalahgunaan data pribadi. Tidak hanya itu, Ant Group – perusahaan induk Alipay, juga harus membatalkan rencana IPOnya pada November lalu sebagai imbas dari keputusan otoritas jasa keuangan China yang menetapkan perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan IPO di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Berbagai pengamat menduga kebijakan China dalam menggagalkan IPO perusahaan karya anak bangsanya sendiri merupakan bagian dari persaingannya dengan Amerika Serikat yang menyentuh isu perebutan kepemilikan data. China tidak menginginkan perusahaan swastanya yang melantai di bursa saham New York (NASDAQ dan NYSE) memungkinkan Amerika Serikat untuk mengakses atau memiliki data pribadi dan data sensitif yang berasal dari China. Selain itu pengamat juga menduga kebijakan tersebut sebagai bagian dari kebijakan anti-monopoli China dan langkah untuk mengurangi kapitalisme di dalam negeri.
Dugaan tersebut dapat dipahami mengingat dalam ambisinya China menganggap data sebagai aset berharga terhadap kepentingan nasionalnya yang harus dipertahankan kepemilikannya. Selain itu, saat ini China juga menempatkan ideologi sosialisme sebagai kiblat sebagaimana tertuang dalam pemikiran sosialisme berciri khas China – socialism with Chinese characteristics oleh Presiden Xi Jinping. Maka dapat diperkirakan apabila China mengakomodir keberadaan kapitalisme dan monopoli sama saja artinya dengan China mengingkari kepercayaannya terhadap sosialisme.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, anggapan terhadap kebijakan China sebagai tindakan yang keras dan merugikan tidak dapat terelakkan. Tindakan keras China terhadap perusahaan swastanya telah menyebabkan kerugian materiil dengan total kerugian dari kasus Didi dan Ant Group setidaknya mencapai 108 miliar US Dolar. Selain itu kebijakan China juga berpotensi meningkatkan kekhawatiran penanam modal terhadap risiko berinvestasi di perusahaan-perusahaan China. Hal tersebut dapat menunjukkan penurunan reputasi perusahaan-perusahaan China terhadap penanam modal global. Perlu diketahui, salah satu daya pikat yang dimiliki oleh saham perusahaan-perusahaan China terhadap penanam modal adalah tingkat pertumbuhannya yang relatif tinggi.
Selain itu kebijakan China terhadap perusahaannya juga menunjukkan pemerintahan yang bersifat otoriter dan intervensionisme yang berlebih dalam mengatur sistem perekonomian. Hal ini bertentangan dengan aspek kebebasan dalam suatu sistem perekonomian kapitalis yang berbasis pasar bebas mengingat kapitalisme dan pasar bebas juga hadir dalam sistem perekonomian China. Otoritarianisme dan intervensi berlebih dapat mengurangi produktivitas perekonomian dikarenakan menghambat kreativitas dan inovasi. Dalam suatu sistem perekonomian kapitalis dan pasar bebas, kreativitas dan inovasi telah terbukti menjadi pendorong ekonomi yang efektif sebagaimana dibahas oleh Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam bukunya berjudul ‘Mengapa Negara Gagal’ yang termasyhur.
ADVERTISEMENT
Sebagai pengamat, kita dapat terheran-heran dengan kebijakan China yang bertentangan dengan ambisi perekonomiannya, mengapa China dengan ambisinya untuk menjadi perekonomian terbesar dunia membungkam perusahaan-perusahaannya untuk berekspansi? Namun bagaimanapun juga kebijakan China sepenuhnya dibenarkan oleh kedaulatannya sebagai negara yang berdaulat. China yang kerap dianggap tidak demokratis dan otoriter oleh Barat selalu memiliki caranya sendiri untuk mencapai kesuksesan dalam perekonomian. Mengutip Henry Kissinger – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (1973-1977) dalam suatu wawancara dengan PBS pada musim gugur 2001:
Barangkali inilah idealisme yang ingin China tunjukkan kepada dunia melalui paradigma sosialisme berciri khas China meski ia harus menanggung julukan sebagai rezim otoriter dan intervensionis. Akankah kebijakannya menghasilkan China yang semakin maju dengan kemandiriannya seperti ditunjukkan oleh keajaiban perekonomian China – China’s Economic Miracle? Ataukah akan memberikan pukulan terhadap kemajuan dan ambisinya? Hanya waktu yang akan menjawab.
ADVERTISEMENT
Sumber:
[1] Agence France-Presse, 2021. China's crackdown on its biggest companies. [Online] Available at: https://www.france24.com/en/live-news/20210729-china-s-crackdown-on-its-biggest-companies [Accessed 6 August 2021].
[2] Che, C. & Goldkorn, J., 2021. China's 'Big Tech crackdown': A guide. [Online] Available at: https://supchina.com/2021/08/02/chinas-big-tech-crackdown-a-guide/ [Accessed 2 August 2021].
[3] PBS Frontline, 2001. Interview: Henry Kissinger. [Online] Available at: https://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/china/interviews/kissinger.html [Accessed 6 August 2021].