Media Massa Indonesia dalam Menginformasikan Isu Perubahan Iklim, Ampuhkah?

WILON TRI AKBAR
Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran
Konten dari Pengguna
27 Mei 2022 15:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari WILON TRI AKBAR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dampak perubahan iklim (Sumber: pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dampak perubahan iklim (Sumber: pexels.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banjir yang merendam rumah-rumah warga, terjangan badai berkekuatan besar, hingga suhu memanas di beberapa kawasan di Indonesia telah menjadi deretan bukti bahwa perubahan iklim adalah permasalahan yang sedang kita hadapi. Namun, apakah masyarakat sepenuhnya sadar akan andil perubahan iklim pada bencana-benacana tersebut?
ADVERTISEMENT
Media massa sebagai medium dalam menyebarkan informasi adalah salah satu senjata untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu perubahan iklim. Berbagai media nasional pun telah banyak mempublikasikan berita berisikan kata kunci “perubahan iklim”. Akan tetapi, dengan berbagai pemberitaan yang telah dibuat tersebut, nampaknya masih diperlukan upaya untuk memaksimalkan efektivitas penyampaian informasi mengenai perubahan iklim agar publik mampu memahami sebab dan konsekuensinya.
Pasalnya, berdasarkan data dari YouGov pada tahun 2019, Indonesia menduduki posisi teratas sebagai negara dengan jumlah penduduk yang menyangkal perubahan iklim terbanyak. Sebanyak 21 persen penduduk Indonesia menganggap bahwa perubahan iklim tidaklah nyata dan bukanlah tanggung jawab dari manusia.
Belajar dari Brasil
Jika kita berkaca dari sebuah negara dengan tingkat kepercayaan masyarakatnya terhadap perubahan iklim yang mencapai 80%, yaitu Brasil, dan melihat strategi yang diterapkan dalam menghasilkan berita, maka ada sesuatu yang bisa kita contoh.
ADVERTISEMENT
Pada sebuah wawancara yang dirangkum oleh dalam Journalist Fellowship Paper, seorang reporter asal Brasil bernama Trigueiro mengatakan, “Saat ini, bicara masalah lingkungan berarti mengganggu mereka yang punya kekuasaan, lebih dari masa-masa sebelumnya,” Menurutnya, jurnalis harus menuntut dan menyediakan detail dan bukti sebagai fakta yang diberikan dan harus dalam bentuk saintifik untuk memerangi agenda tertentu yang dimiliki oleh pemerintah.
Selain itu, dalam rangkuman hasil wawancara dengan para jurnalis Brasil tersebut, dikatakan bahwa salah satu hal penting yang diperlukan oleh setiap jurnalis adalah literasi saintifik. Pengetahuan mengenai lingkungan secara saintifik harus ada di setiap level, mulai dari pemimpin redaksi hingga editor untuk memastikan keterkaitan dari krisis lingkungan selalu bisa diterjemahkan.
Penerapannya di Indonesia
ADVERTISEMENT
Media massa di Indonesia masih banyak menggunakan perspektif pemerintah dalam memberikan informasi mengenai perubahan iklim. Selain itu, pemberitaan tentang perubahan iklim jumlahnya masih sedikit dan menjadi isu pinggiran di berbagai media. Konsekuensinya, kesadaran masyarakat Indonesia akan perubahan iklim tetap rendah.
Untuk membuat isu perubahan iklim dianggap semakin nyata oleh pembaca, maka dalam penulisannya pun harus meliputi cerita dan suara setiap orang atau bagian yang terdampak. Hal itu salah satunya dicoba diterapkan oleh jurnalis-jurnalis yang terlibat dalam kolaborasi WALHI Jawa Barat. Melalui sebuah talkshow mengenai perubahan iklim dalam jurnalisme sains, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Meiki Weinly Paendong menjelaskan, “Kami mengarahkan kawan-kawan jurnalis untuk mengelaborasi fakta-fakta lapangan sampai dampaknya pada masyarakat, entah itu secara sosial maupun lingkungan,”
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, perspektif jurnalis maupun masyarakat dalam membaca isu perubahan iklim bisa diambil dari berbagai sisi. Selain itu juga turut membantu masyarakat dalam mengaitkan berbagai kejadian alam akibat aktivitas manusia dengan perubahan iklim secara saintifik.