Kurangnya Kesetaraan Gender dan Partisipasi Perempuan dalam Bidang Politik

Windi Adelia Gustiara
Undergraduate International Relations Student at University of Brawijaya
Konten dari Pengguna
22 Mei 2024 16:39 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Windi Adelia Gustiara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Freeepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freeepik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perbedaan pandangan mengenai kedudukan kaum perempuan dan laki-laki di dalam lingkungan masyarakat menjadi permasalahan yang sering terjadi dan tidak kunjung usai. Perempuan sering dianggap sebagai makhluk lemah yang hanya bertugas untuk menjalankan urusan rumah, sedangkan laki-laki ditempatkan sebagai pemegang kekuasaan yang dominan di segala bidang sistem sosial. Pemikiran ini dipengaruhi oleh norma-norma yang telah tertanam kuat pada masyarakat dan tanpa disadari telah diwariskan dari generasi ke generasi.
ADVERTISEMENT
Secara umum, sistem sosial yang ada di masyarakat Indonesia saat ini masih dipengaruhi pemikiran bahwa perempuan tidak layak untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang sama dengan laki-laki, seperti bekerja dalam sektor publik. Hal tersebut tapat terjadi karena pandangan masyarakat yang menganggap bahwa perempuan merupakan makhluk yang selalu mengedepankan perasaannya, sehingga dapat memengaruhi keputusan dan kebijakan yang nantinya akan diambil. Selain itu, jika terdapat perempuan yang bekerja dalam bidang yang didominasi oleh laki-laki akan dianggap melanggar kodratnya sebagai perempuan (Halizah & Faralita, 2023).
Sumber: Freepik
Dalam bidang politik, pengaruh budaya masyarakat yang menghambat terciptanya kesetaraan gender bisa sangat signifikan dan seringkali membatasi kemampuan serta akses perempuan untuk melibatkan diri secara aktif pada bidang tersebut. Meskipun terdapat kemajuan yang signifikan mengenai partisipasi perempuan dan kesetaraan gender di bidang politik dengan adanya gerakan feminisme, tetapi masih terdapat banyak hambatan yang dialami karena kebiasaan yang telah tertanam kuat sebagai akibat dari norma-norma dan nilai kultural yang ada.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, inklusi dalam hal politik belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemilihan umum dari tahun ke tahun yang didominasi oleh kaum laki-laki, baik itu dalam tingkat daerah maupun pusat. Hasil tersebut dinilai tidak seimbang jika melihat data bahwa perbandingan jumlah penduduk perempuan dan laki-laki di Indonesia hanya berjarak 2,9 juta penduduk pada tahun 2023 deengan mayoritas diduduki oleh penduduk laki-laki. Dengan minimnya keterlibatan perempuan dan kesetaraan gender di bidang politik, kebijakan-kebijakan yang memengaruhi kesejahteraan bagi perempuan akan tetap didominasi oleh laki-laki.
Pada dasarnya, kedudukan perempuan dan laki-laki adalah setara dalam hukum dan pemerintahan, sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Melanjutkan hal tersebut, perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh haknya dalam bidang politik telah mendapatkan titik terang sejak ditetapkannya pasal 65 Undang-Undang No. 12 tahun 2003 yang membahas mengenai kuota perempuan dalam pencalonan legislatif sebesar 30%. Undang-Undang tersebut kemudian dilanjutkan oleh pemerintah dengan kembali menetapkan peraturan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. Akan tetapi, pada kenyataannya sangat sulit untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan karena berbagai alasan, seperti kurangnya minat dan dukungan bagi perempuan untuk berkecimpung di dalam dunia politik.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya peraturan Undang-Undang yang telah ditetapkan, seharusnya dapat dilaksanakan sebaik mungkin untuk mewujudkan kesetaraan gender di bidang politik. Hal ini sangat penting karena kesetaraan di bidang politik tidak akan tercapai tanpa adanya kesadaran masyarakat. Selain itu, dibutuhkan keyakinan partai politik untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi perempuan agar dapat mengambil peran aktif dalam kebijakan publik. Upaya yang tidak kalah penting adalah meyakinkan masyarakat bahwa perempuan mampu untuk bekerja dalam bidang ini, dengan mengingat bahwa peran perempuan yang sangat minim telah tertanam kuat di kehidupan sosial masyarakat Indonesia (Nurcahyono, 2016).
Dari pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kurangnya kesetaraan gender yang terjadi dalam bidang politik masih menjadi masalah hingga saat ini. Hal tersebut disebabkan karena partisipasi perempuan yang tergolong rendah karena dipengaruhi oleh norma-norma dan pandangan mengenai peran perempuan di masyarakat. Akan tetapi, dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi kaum perempuan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Meskipun hal tersebut belum terlaksana sesuai dengan yang diharapkan, partisipasi perempuan dalam hal politik tidak hanya penting bagi terwujudnya kesetaraan gender, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas kebijakan publik dan menciptakan sistem sosial yang inklusif.
ADVERTISEMENT