news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ketika Puan Maharani Mendukung 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional

Konten dari Pengguna
21 September 2017 13:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wirang Galeng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketika Puan Maharani Mendukung 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Begitu pentingnya 1 Muharram bagi umat Islam. Ia menandai tahun baru umat Islam. Saya jadi teringat masa-masa kecil: setiap akhir tahun dan awal tahun kiai-kiai di kampung mengajak warga membaca surah yasin tiga kali di Masjid. Masing-masing sehabis baca yasin, kita berdoa. Dan seterusnya hingga tiga kali. Kita berdoa di akhir tahun demi diampuni dosa-dosa dan diterima amal baik yang kita lakukan sepanjang setahun yang lalu. Dan kita berdoa agar kita bisa menjalani setahun kedepan dengan penuh keberkahan, penuh ridho Tuhan, memperoleh pahala dan kebaikannya.
ADVERTISEMENT
Itulah doa kita di akhir dan awal tahun. 1 Muharram.
Ritual tahunan itu yang jatuh tiap 1 Muharram begitu membahagiakan. Tentu saja. Bagi kami yang masih kecil, mendapati masjid-masjid begitu ramai adalah suatu keindahan tersendiri. Kami warga kampung menikmati keindahan itu. Siangnya, biasanya kami menunaikan puasa. Di pesantren, siang hari selain puasa, kita juga bikin ‘jimat’. Ah, suatu keindahan yang lain.
Keindahan-keindahan ini, yang diwujudkan dalam ritual yang kita sakralkan, mungkin tidak begitu dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Kehidupan di kota Metropolitan memang tidak segugah di kampung dalam menghadapi awal tahun Hijriah, 1 Muharram atau ritual-ritual perayaan keagamaan lainnya. Tapi bagi kami, yang pernah jadi santri, hari itu tetaplah menggugah.
Kebahagiaan kami bertambah. Tapi semula kami kaget. Puan Maharani berbicara tentang 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional. Tentu baru usul. Jika ingatan saya tidak keliru, itu tahun 2014. Saat itu, Puan Maharani berbicara sebagai Ketua DPP PDI-P. Dengan tegas, cucu sang proklamator mengatakan bahwa “mendukung rencana presiden terpilih (Jokowi) untuk menjadikan 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional.” (kompas.com, 20/9/2014).
ADVERTISEMENT
Saat itu, PDI-P sedang melaksanakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV di Semarang Jawa Tengah, 19-20 September 2014 (kompas.com, 20/9/2014).
Setidak-tidaknya kami bertanya-tanya saat itu: apa perlunya Hari Santri Nasional? Tapi akhirnya kita menyadari, dukungan Puan Maharani yang berbicara sebagai Ketua DPP PDI-P menjadi begitu penting. Wacana tentang Hari Santri Nasional yang disampaikan oleh Puan Maharani akhirnya menjadi pertimbangan yang serius dan lalu dipilihlah hari lain: 22 Oktober. Apapun itu, 1 Muharram atau 22 Oktober, pada akhirnya santri mendapatkan momentum untuk diingat: melalui sebuah hari santri nasional yang bakal terus dikenang tiap tahunnya.
Meskipun pada saat itu, ketika Puan Maharani mendukung 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional, kami tidak mengerti tetapi kami bahagia. 1 Muharram menginspirasi Puan untuk menjadikannya sebagai hari yang penting bagi umat Islam. Puan menyadari bahwa ritual tahunan ini, 1 Muharram, memiliki makna yang penting yang bisa dijadikan momentum refleksi secara positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas muslim.
ADVERTISEMENT
Dari rakernas itu, yang berlangsung selama 19-20 September 2014, kami sadar: kita harus berterima kasih kepada Puan Maharani dan jajaran yang mendukung lainnya tentang 1 Muharram yang diusulkan sebagai hari santri nasional. Saya, sebagai seorang santri, menaruh hormat kepadanya.