Jauhnya Perbedaan Umur dengan Pasangan: Apakah Selalu 'Child Grooming'?

WISAQATUL ARFIA
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
24 November 2021 15:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari WISAQATUL ARFIA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini istilah grooming atau child grooming menjadi populer setelah Taylor Swift merilis kembali lagu dan membuat short movie “All Too Well” di mana merupakan pengalaman pribadi Taylor dan Jake Gyllenhaal. Secara singkat, lagu ini mengisahkan perjalanan cinta Taylor dan Jake di tahun 2010. Selisih umur mereka terpaut 9 tahun di mana Taylor berusia 21 sedangkan Jake 30 tahun. Dari temuan ini, masyarakat awam menganggap ini merupakan bentuk perilaku child grooming, padahal terjadi miskonsepsi di sini.
Ilustrasi Hubungan Romansa (Sumber Gambar: https://pixabay.com/photos/love-couple-family-sweethearts-2055372/)
Lalu seperti apa child grooming itu sebenarnya?
ADVERTISEMENT
Child grooming merupakan upaya menjalin hubungan, kepercayaan maupun ikatan emosional dengan anak atau remaja di bawah umur sehingga mereka bisa memanipulasi atau mengeksploitasi anak hingga pelecehan seksual dapat terjadi. Pelaku grooming atau biasa disebut groomer merupakan orang dewasa yang biasanya memiliki karisma dan otoritas yang lebih tinggi. Karisma dan otoritas ini mereka jadikan pondasi untuk mengontrol para korban sehingga korban akan menurut pada groomer. Selain itu, mereka dianggap memberikan dampak positif dan disenangi banyak orang, misalnya senior, guru, pejabat, pemuka agama, dll. Namun sejatinya groomer tidak mengenal latar belakang dan gender, ya. Jadi kita tetap harus waspada.
Lalu bagaimana sih pelaku groomer menjalankan aksinya?
1. Selecting
Dalam menjalankan aksinya, groomer akan memulai dengan melakukan seleksi terhadap calon korbannya. Korban yang dipilih biasanya berdasarkan daya tarik fisik yang mereka sukai, kemudahan akses kepada calon korban hingga kerentanan yang dimiliki korban juga menjadi faktor pendukung. Kerentanan yang dimaksud adalah kurangnya rasa percaya diri anak, memiliki masalah di pertemanan maupun keluarga, jarang bersosialisasi dengan teman sebaya dan masalah-masalah internal maupun eksternal lain yang membuat si anak menjadi pemurung sehingga anak akan lebih mudah termanipulasi. Selain itu, orang tua yang sibuk dan tidak memberikan pengawasan cukup kepada anak akan membuat si anak menjadi sasaran empuk groomer.
ADVERTISEMENT
2. Accessing
Setelah proses pemilihan dan penyaringan, pelaku grooming membutuhkan akses untuk dapat terus berhubungan dan dekat dengan korban. Akses ini dapat diperoleh dengan menjadi babysitter anak saat orang tua sedang sibuk, menjadi guru privat anak, menawarkan untuk mengantar jemput anak atau menjadi pacar anak dengan modus sebagai teman bercerita mengenai hari-harinya di sekolah.
3. Trust Building
Tahapan selanjutnya adalah membangun kepercayaan dan ikatan emosional dengan korbannya. Setelah akses didapat, groomer akan mendekati korban, mengajak mengobrol, hingga memberikan perhatian yang lebih. Groomer akan memberikan hadiah-hadiah kecil yang disukai anak serta mulai memuji-muji anak. Groomer juga akan berbagi rahasia yang membuat anak merasa spesial. Dari sinilah anak akan mulai percaya kepada pelaku dan mulai termanipulasi.
ADVERTISEMENT
4. Sexual Stage
Setelah anak percaya dengan pelaku, groomer akan mulai memperkenalkan topik bahasan yang mengarah ke seksual. Tak berhenti di sana, groomer akan mulai menyentuh korban, memeluk, hingga melakukan hal-hal lainnya.
5. Maintaining Control
Tahapan terakhir dari pelaku child grooming adalah mempertahankan kontrol. Dalam tahapan ini pelaku akan terus meyakinkan dan memanipulasi korban agar tetap tunduk kepadanya. Dalam tahapan ini groomer akan melakukan emotional blackmailing. Groomer akan mengungkit bagaimana mereka hadir menjadi teman dan menemani korban ketika mereka kesepian dan terpuruk. Taktik ini juga digunakan agar korban tetap merahasiakan hal-hal yang sudah terjadi. Tak hanya itu, groomer akan mengancam korban dengan memanfaatkan karisma dan otoritas yang ia miliki. Kontrol ini akan terus dilakukan oleh groomer demi kepuasan mereka.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini profesional belum dapat menyepakati definisi child grooming (Gillespie, 2004). Walaupun begitu, child grooming tetap merupakan tindakan kekerasan seksual. Pendekatan yang dilakukan kepada korban berupa emosi-afek. Dengan berlandaskan emosi-afek, dampak dan efek yang ditimbulkan dari kekerasan ini akan berkepanjangan. Ikatan emosional yang dibangun oleh keduanya hanyalah kedok untuk dapat mengeksploitasi dan melecehkan anak. Seperti kekerasan seksual lainnya, korban child grooming akan mengalami trauma dan menjadi lebih sulit membangun kepercayaan lagi (trust issue).
Lalu, kembali lagi ke pengalaman Taylor Swift dan mantan. Apakah itu termasuk child grooming?
Walaupun jarak umur Taylor dan Jake 9 tahun, hubungan keduanya bukanlah child grooming. Korban child grooming dikategorikan kepada anak di bawah 18 tahun. Sedangkan umur Taylor pada saat itu sudah 21 tahun. Hubungan dan ikatan emosional yang dikatakan child grooming adalah ketika salah satu pihak masih di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Misalnya seorang dewasa berumur 25 tahun berpacaran dengan seorang anak berumur 16 tahun. Walaupun bila ditelusuri keduanya saling cinta, potensi terjadi child grooming tetap ada. Berbeda dengan hubungan laki-laki berumur 32 tahun berpacaran dengan perempuan berumur 23 tahun. Walaupun umurnya terpaut jauh, keduanya sudah berumur legal sehingga hubungan seperti ini tidak bisa dikatakan child grooming. Jadi, child grooming bukan serta merta ketika suatu hubungan memiliki jarak umur yang jauh, ya.
Dampak child grooming begitu besar dan menakutkan. Sudah sepantasnya kita mengedukasi dan mengingatkan orang-orang terdekat yang masih di bawah umur agar menghindari menjalin hubungan romansa dengan orang dewasa. Kalimat manis, pujian maupun hadiah yang diberikan groomer memang membuat bahagia. Namun ingat, itu hanyalah bentuk manipulasi agar dapat menguasai korban.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, yuk, stop normalisasi berpacaran ketika masih di bawah umur!
Referensi:
Salamor, A., Mahmud, A., Corputty, P., & Salamor, Y. (2020). Child Grooming Sebagai Bentuk Pelecehan Seksual Anak Melalui Aplikasi Permainan Daring. SASI, 26(4), 490-499. https://doi.org/10.47268/sasi.v26i4.381
Craven, S., Brown, S., & Gilchrist, E. (2006). Sexual grooming of children: Review of literature and theoretical considerations. Journal of sexual aggression, 12(3), 287-299. http://dx.doi.org/10.1080/13552600601069414