Susi Minta Dunia Hentikan Pelanggaran HAM dalam Bisnis Perikanan

28 November 2017 12:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Susi bicara bisnis perikanan di PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi bicara bisnis perikanan di PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membeberkan secara detil mengenai mengerikannya pelanggaran HAM dalam industri perikanan yang saat ini terjadi. Hal ini harus menjadi perhatian dunia internasional untuk menghentikan dan mengantisipasinya. Susi mendorong agar PBB memprakarsai untuk mengajak dunia internasional menyeriusi hal ini.
ADVERTISEMENT
Permintaan Susi ini disampaikan saat menjadi pembicara dalam keynote panel Forum United Nation on Business and Human Rights (UNBHR) sesi ke-6 yang digelar di Grand Assembly Hall, Palais des Nations, markas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, Senin (27/11). Forum ini mengambil tema ‘Realizing Access to Effective Remedy’ (Menyediakan Akses untuk Pemulihan HAM yang Efektif).
Dalam keynote panel ini, ada 5 pembicara yang semuanya perempuan yang dinilai inspiratif dalam penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di dunia. Selain Susi, keempat pembicara lainnya adalah: Kalpona Akter (Direktur Eksekutif Bangladesh Centre for Worker Solidarity), Winnie Byanyima (Direktur Eksekutif Oxfam International), Maryam al-Khawaja (pejuang HAM dari Bahrain), dan Marcela Manubens (pimpinan Unilever).
ADVERTISEMENT
Acara dipandu oleh Anita Ramasastry dari UN Working Group on BHR. Forum ini mendapat sambutan antusias dari para peserta. Tempat duduk di hall dengan kapasitas sekitar 2.500 orang ini penuh.
Menteri Susi bicara bisnis perikanan di PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi bicara bisnis perikanan di PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Susi yang merupakan satu-satunya pembicara dari kalangan pemerintah mendapat kesempatan pertama. Sekitar 10 menit Susi membeberkan mengenai kasus Benjina di Kepulauan Aru dan Ambon, Maluku. Kasus Benjina yang terkuak pada awal 2015 pertama kali dimunculkan oleh kantor berita Associated Press (AP), yang kemudian ditindaklanjuti Satgas 115, satgas yang dibentuk Susi dalam pemberantasan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing.
Ada sekitar 300 tenaga kerja yang menjadi korban dalam kasus Benjina. Mereka menjalani kerja paksa, mengalami penyiksaan, bahkan sampai ada pembunuhan. Para pekerja di PT Pusaka Benjina Resources (PBR) yang mayoritas warga Myanmar sudah berpuluh-puluh tahun tidak pulang ke negerinya. Mereka tidak memiliki cukup waktu untuk istirahat. Mereka tidak disediakan ruang tempat tidur yang memadai. Mereka juga tidak disediakan air minum yang cukup. Bahkan mereka juga tidak mendapatkan gaji atau upah bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
“Kita semua harus melakukan sesuatu. Do something,” pinta Susi.
Menteri Susi bicara bisnis perikanan di PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi bicara bisnis perikanan di PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Susi yakin peristiwa yang terjadi di Benjina juga terjadi di banyak tempat. Apalagi, setelah pemerintah Indonesia memberlakukan moratorium kapal-kapal eks asing dan melakukan penegakan hukum terhadap kapal-kapal illegal fishing dan menenggelamkannya, modus para pelaku illegal fishing mulai berubah. “Saat ini, wilayah teritorial laut Indonesia sudah bersih dari kapal ilegal, setelah sebelumnya ada 4.000 kapal ilegal ada di perairan Indonesia. Kini mereka pindah ke laut lepas, tidak ada pengawasan, sehingga susah untuk dikontrol,” kata Susi.
Kasus Benjina membuat Susi kemudian menerbitkan Peraturan Menteri yang memaksa para korporasi perikanan untuk menghormati HAM para pekerja dan anak buah kapal (ABK). Hingga saat ini, Susi menerbitkan tiga Peraturan Menteri terkait perlindungan HAM di industri perikanan, yaitu Permen No. 35/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan, Permen No. 42/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan, dan Permen No. 2/2017 tentang Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi HAM Perikanan.
ADVERTISEMENT
“Perlu ada peran pemerintah yang kuat untuk menghentikan pelanggaran HAM yang terjadi,” ujar Susi.
Suasana saat Susi bicara di forum PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana saat Susi bicara di forum PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Agar pelanggaran HAM di industri perikanan bisa diberantas, Susi mengatakan perlunya ada kepemimpinan dan komitmen yang sangat kuat dari pemerintah/negara dalam memberikan hukuman dan tekanan pasar. Karena itu, PBB perlu mendorong agar dunia internasional peduli dan membuat kebijakan sebagai upaya perlindugan HAM.
“Dunia internasional perlu memperhatikan HAM ini, khususnya terkait yurisdiksi di laut lepas (high seas),” pinta Susi.
“Buatlah panduan-panduan prinsip yang mengikat, buatlah konsultasi dan diskusi regular dengan masyarakat lokal. Komunitas lokal merupakan kekuatan yang besar sebagai penyeimbang pemerintah dan pihak swasta,” imbuh Susi.
Tanpa ada tekanan dunia internasional, sulit bagi tenaga kerja korban pelanggaran HAM mendapatkan hak-hak dan kompensasinya. Susi meminta komunitas internasional peduli dalam praktek-praktek bisnis perikanan, karena 70 persen wilayah dunia adalah laut. Ikan dan ketersediaan pangan dari laut harus dijaga untuk kebutuhan masa depan dunia.
ADVERTISEMENT
Karena itu, semua pihak harus memerangi kegiatan penangkapan ikan ilegal. “Saat ini, lebih dari 50 persen ikan dan pangan laut yang dipasarkan di dunia berasal dari tindakan ilegal,” tegas Susi. Pada kesempatan ini Susi mengajak dunia internasional dan negara-negara lain bekerja sama dalam memerangi IUU fishing, sebagaimana Indonesia lakukan.
Suasana saat Susi bicara di forum PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana saat Susi bicara di forum PBB (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Susi juga meminta agar dunia internasional benar-benar memperhatikan asal-usul ikan saat melakukan impor ikan dan pangan hasil laut. Susi memprotes Uni Eropa yang malah membebaskan bea masuk kepada negara-negara yang tidak serius memberantas IUU fishing. “Sedangkan kami, Indonesia dikenai bea masuk rata-rata 20-24 persen saat produk-produk kami masuk ke Uni Eropa,” ujar dia.
Pemaparan Susi ini mendapat perhatian dari moderator dan kemudian didiskusikan dengan para pembicara lainnya. Dalam forum ini, para pembicara lain juga merespons pemaparan Susi dan sepakat perlu adanya komitmen dunia internasional dalam penghormatan HAM di industri perikanan dan juga industri-industri lainnya yang selama ini masih banyak terjadi.
ADVERTISEMENT
Laporan Arifin Asydhad dari Jenewa, Swiss