Menjamurnya praktik politik dinasti selama 10 tahun terakhir menghadirkan kesan dinasti politik sebagai sebuah entitas yang sangat berkuasa dan mampu memenangkan kompetisi politik dengan mudah. Nyatanya, banyak anggota dinasti politik yang mengalami kesulitan untuk meningkatkan pamor dan keterpilihan mereka, terlepas dari sumber daya material dan non-material yang mereka miliki.
Sebut saja Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Puan Maharani yang hingga hari ini masih terseok-seok meningkatkan tingkat kedikenalan dan elektabilitas mereka dalam benak pemilih Indonesia. Temuan survei nasional Indikator Politik Indonesia pada 30 Juli–4 Agustus 2021 menunjukkan tingkat elektabilitas AHY (5,5%) dan Puan (1,1%) masih tertinggal dibandingkan kandidat non-dinasti, seperti Ganjar Pranowo (21,4%), Anies Baswedan (14,8%), dan Ridwan Kamil (6,9%).
Fakta tersebut menunjukkan bahwa suksesi kepemimpinan melalui jalur politik dinasti bukan sebuah pekerjaan mudah. Warisan nama besar keluarga, jaringan politik, posisi strategis dalam struktur partai, serta akses dan penguasaan sumber daya finansial tidak menjamin kandidat dinasti mampu dengan mudah memenangkan kompetisi berebut dukungan pemilih.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814