Australia: Menjadi Asia Demi Sepak Bola

9 November 2017 16:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Timnas Australia di laga melawan Suriah. (Foto: AFP/Moh. Rasfan)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Australia di laga melawan Suriah. (Foto: AFP/Moh. Rasfan)
ADVERTISEMENT
Malam itu, 16 November 2005, Australia masih ada di ujung tanduk. Empat hari sebelumnya, mereka melawat ke ibu kota Uruguay untuk melakoni laga play-off Piala Dunia 2006 dan harus pulang dengan kekalahan 0-1. Gol Dario Rodriguez pada perjumpaan di Montevideo membuat Socceroos harus memulai laga di Stadion Olimpiade Sydney tersebut dengan defisit.
ADVERTISEMENT
Namun, defisit satu gol itu tidak membuat para pemain maupun pendukung Australia gentar. Sebelum pertandingan dimulai, lebih dari 82 ribu pendukung yang hadir membakar semangat para pemain dengan meneriakkan nama pahlawan mereka yang berpulang kurang lebih setahun sebelumnya.
Nama pahlawan itu adalah Johnny Warren. Dia meninggal pada 6 November 2004 di usia 61 tahun. Bagi para pendukung Australia, dia adalah segalanya.
Segala upaya Australia itu akhirnya berbuah manis. Diawali dengan gol penyama kedudukan dari Mark Bresciano, perjuangan pasukan Guus Hiddink itu ditutup dengan sepakan penalti John Aloisi di babak tos-tosan. Hari itu, Australia memastikan diri lolos ke Piala Dunia untuk kali pertama sejak 1974.
Piala Dunia 1974 itu memang selamanya bakal identik dengan kegagalan Tim Nasional Belanda menjadi juara dunia meski memainkan sepak bola terbaik. Namun, turnamen itu bukan cuma soal Belanda. Di sana, lahir pula cerita-cerita yang melibatkan Zaire, Jerman Timur, dan Australia sendiri.
ADVERTISEMENT
Pada gelaran itu, Australia dipimpin oleh Johnny Warren sebagai kapten. Setelah melakoni debut bagi Socceroos pada 1965, pria kelahiran 1943 itu akhirnya mencapai puncak pada 1974. Keberhasilan itu diraih Warren cs. usai menyingkirkan Korea Selatan pada play-off zona Asia dan Oseania.
Australia memang akhirnya tak sanggup berbuat banyak di situ. Tergabung bersama Jerman Barat, Jerman Timur, dan Cile, mereka hanya mampu mendulang satu poin hasil bermain imbang tanpa gol dengan La Roja. Mereka pun akhirnya mengakhiri turnamen sebagai juru kunci grup.
Setelah itu, Australia terus-menerus gagal. Pada 1978 dan 1982, ketika kualifikasi zona Asia dan Oseania masih digabung, mereka kalah bersaing dengan Iran, Kuwait, dan Selandia Baru.
Australia (terang) di Piala Dunia 1974. (Foto: AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Australia (terang) di Piala Dunia 1974. (Foto: AFP)
Lalu, ketika kualifikasi Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) dan (Konfederasi Sepak Bola Oseania) OFC mulai dipisah pada 1986, Australia pun makin menderita. Pasalnya, sejak itu, OFC pun hanya diberikan jatah setengah tim di tiap Piala Dunia. Artinya, untuk bisa lolos, tim terkuat Oseania harus melakoni babak play-off menghadapi tim peringkat kelima zona Amerika Selatan. Sejak 1986 sampai 2014 lalu, hanya Australia di 2006 dan Selandia Baru di 2010 yang berhasil lolos dari jebakan itu.
ADVERTISEMENT
Pada 2006 itu, Australia memang lolos ke Piala Dunia dari zona Oseania. Akan tetapi, ketika berlaga di Jerman, status mereka sebenarnya sudah menjadi anggota konfederasi Asia. Pasalnya, jelang tahun baru 2006, Presiden Federasi Sepak Bola Australia (FFA), Frank Lowy, dan Presiden AFC, Mohammed Bin Hammam, secara bersamaan mengumumkan bahwa sejak saat itu, Australia resmi menjadi anggota AFC.
Kepindahan Australia ke AFC itu memang mengejutkan, meski bukan yang pertama. Pada 1974, negara-negara Timur Tengah memutuskan untuk menendang juara Piala Asia 1964 dari keanggotaan AFC karena adanya ketegangan politik antara negara tersebut dengan para tetangganya. Negara yang dimaksud adalah Israel.
Frank Lowy pada Kongres FIFA 2008. (Foto: AFP/Torsten Blackwood)
zoom-in-whitePerbesar
Frank Lowy pada Kongres FIFA 2008. (Foto: AFP/Torsten Blackwood)
Adapun, bagi Australia, kepindahan mereka ke AFC sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan politik. Bagi mereka, langkah ini adalah sebuah cara untuk membuat mereka menjadi pemain besar di sepak bola. Berlaga secara terus menerus di Oseania dengan lawan-lawan yang jauh dari kata sepadan tentunya tidak akan membantu mereka untuk meraih status tersebut.
ADVERTISEMENT
Langkah yang ditempuh FFA ini sebenarnya agak ironis karena mereka sendiri merupakan salah satu pendiri OFC pada 1966 silam. Namun, kesulitan yang melanda mereka selama lebih dari tiga puluh tahun membuat hasrat untuk hijrah itu sudah tak bisa dibendung lagi.
Johnny Warren tahu betul betapa sulitnya melaju ke Piala Dunia. Dia pun harus menyaksikan generasi penerusnya mengalami kegagalan beruntun. Pada awal 2000, Warren melontarkan wacana ini dan secara kontinyu menggalakkannya urgensinya di media massa. Setelah pensiun sebagai pesepak bola, Warren kemudian bekerja sebagai komentator sepak bola dan di situ, dia menggunakan segala pengaruhnya untuk mendorong agar FFA mau meninggalkan OFC.
Upaya itu baru benar-benar terwujud pada 2005. Awal 2005, tepatnya, dan celakanya, ketika itu Johnny Warren baru saja mangkat.
ADVERTISEMENT
Johnny Warren (tengah) menerima penghargaan FIFA. (Foto: AFP/Torsten Blackwood)
zoom-in-whitePerbesar
Johnny Warren (tengah) menerima penghargaan FIFA. (Foto: AFP/Torsten Blackwood)
Meski wacana itu sempat mendapatkan tentangan, entah bagaimana, pada Maret 2005, secara aklamasi, negara-negara AFC mengundang FFA secara resmi untuk bergabung dengan mereka. Lalu, setelah kepindahan itu juga disetujui oleh para anggota OFC, FIFA pun mengetuk palunya pada 30 Juni 2005. Australia pun, secara resmi, akan menjadi anggota AFC per 1 Januari 2006.
Sejak pindah dari OFC ke AFC, nama Australia di jagat persepakbolaan memang makin kerap terdengar. Walaupun olahraga ini bukan yang terpopuler di Australia, kiprah timnas mereka sama sekali tidak bisa dibilang buruk.
Pada 2010 dan 2014, mereka mampu lolos ke Piala Dunia sebagai wakil AFC. Kemudian, pada 2015, mereka berhasil menjadi juara Piala Asia ketika berlaku sebagai tuan rumah. Selain itu, pencapaian mereka di level klub pun mumpuni, terbukti dari keberhasilan Western Sydney Wanderers menjuarai Liga Champions Asia 2014. Artinya, misi Australia itu, sampai sejauh ini, boleh dibilang sudah berhasil.
ADVERTISEMENT
Langkah Australia untuk berpindah konfederasi itu memang kontroversial. Di situ, mereka terlihat sekali berusaha untuk mencari jalan yang lebih mudah. Daripada setiap empat tahun sekali dikalahkan tim Amerika Selatan, bukankah lebih baik menghadapi negara-negara Asia yang sepak bolanya begitu-begitu saja?
Australia juara Piala Asia 2015. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Australia juara Piala Asia 2015. (Foto: Reuters)
Itu memang tidak salah. Akan tetapi, bagi Australia tidaklah sesederhana itu. Ya, lolos ke Piala Dunia memang penting, tetapi menjadi pemain besar di sepak bola itu lebih penting lagi. Selain itu, sepak bola pada akhirnya juga bisa menjadi salah satu sarana bagi mereka untuk menjalin relasi transnasional--hubungan internasional dengan aktor non-negara--dengan entitas-entintas lain di region Asia.
Semua itu mulai terlihat pada penyelenggaraan Piala Asia 2015 lalu. Dari situ, misalnya, persepakbolaan Australia kemudian menjalin hubungan mesra dengan persepakbolaan Iran. Padahal, dalam perpolitikan sehari-hari, kedua negara ini berada di kubu yang bertentangan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, secara tidak langsung, keberadaan Australia di Asia pun semakin memperkaya khazanah persepakbolaan Asia itu sendiri. Kini, selain Jepang, Korea Selatan, Iran, dan negara-negara Teluk, Asia punya jagoan sepak bola baru dengan gaya bermain yang berbeda pula. Artinya, meskipun awalnya terlihat bahwa Australia-lah yang paling diuntungkan, pada akhirnya hubungan ini menjadi simbiosis mutualisme.
Lagi pula, keberadaan Australia di Asia ini juga tak serta merta membuat mereka menjadi adikuasa. Buktinya adalah Pra-Piala Dunia kali ini. Meski masih dibesut Ange Postecoglou, sosok yang membawa mereka lolos ke Piala Dunia 2014 dan jadi juara Asia, kali ini Australia harus mengakui keunggulan Jepang, Korea Selatan, Iran, serta Arab Saudi pada babak kualifikasi.
Pelatih Timnas Australia, Ange Postecoglou. (Foto: AFP/Kirill Kurdyavtsev)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Timnas Australia, Ange Postecoglou. (Foto: AFP/Kirill Kurdyavtsev)
ADVERTISEMENT
Untuk bisa lolos ke Piala Dunia, Australia harus menjalani dua play-off, yakni play-off AFC dan play-off lintas federasi. Pada play-off AFC, mereka sukses mengandaskan perlawanan tim kejutan Suriah dan untuk itu, mereka pun melaju ke play-off lintas konfederasi menghadapi Honduras.
Postecoglou sendiri, bagi publik Australia, merupakan sosok revolusioner. Jika dulu, wabil khusus pada era Hiddink, Australia masih begitu menonjolkan kekuatan sebagai senjata utama, bersama sosok keturunan Yunani itu, Socceroos lebih "halus". Sekarang ini, mereka sedikit banyak sudah terpengaruh dengan gaya sepak bola Asia yang mengandalkan teknik serta kelincahan, meski kekuatan tetap tidak akan dikesampingkan.
Namun, kali ini langkah Postecoglou sedikit terhambat. Bukan salahnya sepenuhnya, memang, karena ini adalah sepak bola. Meski begitu, bagi mantan bek Timnas Australia itu, lolos ke Piala Dunia 2018 adalah sebuah cara untuk memastikan agar warisannya bagi Socceroos tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun. Dua pertandingan lagi, dan misinya akan paripurna.
ADVERTISEMENT
Sementara, bagi Australia sebagai sebuah negara sepak bola, laga melawan Honduras ini punya makna tersendiri pula. Jika berhasil melewati adangan wakil Amerika Utara dan Karibia itu, maka Socceroos akan berjasa dalam menjadikan Piala Dunia 2018 sebagai Piala Dunia pertama yang diikuti lima wakil Asia.
=====
Leg pertama laga play-off lintas konfederasi Piala Dunia 2018 antara Australia dan Honduras akan diselenggarakan pada Sabtu (11/11/2017) dini hari pukul 05.00 WIB. Leg kedua akan dilangsungkan pada Rabu (15/11) pukul 16.00 WIB.