news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bayern Kini Telah Lepas dari Jerat Guardiola

7 Maret 2017 14:07 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bayern Muenchen, lepas dari Guardiola. (Foto: REUTERS/Michael Dalder)
Ada sebuah anomali di kubu Bayern Muenchen pada paruh pertama tahun 2013.
ADVERTISEMENT
16 Januari 2013, manajemen The Bavarians menunjuk Josep Guardiola untuk menjadi suksesor Jupp Heynckes yang rencananya akan pensiun di akhir musim. Hampir empat bulan kemudian, Bayern yang dipimpin Jupp Heynckes menghancurkan warisan Pep Guardiola di klub yang sebelumnya dia latih, Barcelona.
Bayern ketika itu berhasil menang dengan skor agregat 7-0. Setelah menang 4-0 pada leg pertama semifinal Liga Champions 2012/13, Camp Nou mereka kencingi lewat kemenangan 3-0. Hari itu, Kamis 7 Mei 2013, Barcelona-nya Guardiola binasa.
Memang betul bahwa ketika itu, Guardiola sedang menjalani masa sabatikal. Pos kepelatihan Barcelona sendiri saat itu ada di tangan Jordi Roura. Adapun, Tito Vilanova yang seharusnya ada di tepi lapangan, masih berjuang melawan kanker yang akhirnya merenggut nyawanya.
ADVERTISEMENT
Bayern pun lolos ke final untuk kedua kalinya secara berturut-turut. Di musim sebelumnya, mereka juga berhasil melaju ke partai puncak. Namun, mereka harus mengakui keunggulan Chelsea yang lebih persisten. Adapun, di musim 2012/13 tersebut mereka akhirnya mampu menggondol trofi Liga Champions setelah gol tunggal Arjen Robben membungkam anak-anak Borussia Dortmund.
Sejak itu, Bayern kembali menjadi salah satu tim yang paling ditakuti di Eropa. Wajar saja, karena kemenangan agregat 7-0 atas tim sekelas Barcelona jelas bukan prestasi sembarangan. Terlepas dari bagaimana peliknya situasi di Camp Nou kala itu, Barcelona tetaplah Barcelona.
Walau berhasil menghancurkan warisan Guardiola, Bayern justru kemudian memercayakan nasibnya pada mantan penggawa Brescia itu. Bagi mereka, Guardiola tetap merupakan perlambang kesempurnaan dalam sepak bola sekarang ini. Itulah yang kemudian dicari oleh Bayern. Tidak cukup puas dengan gelar juara, mereka juga ingin meraihnya dengan gaya.
ADVERTISEMENT
Para penikmat sepak bola pun makin dibuat waswas. Kalau Bayern-nya saja sudah seperkasa itu, apa jadinya jika mereka dibesut Guardiola?
Namun, semua prediksi meleset. Selama tiga tahun dikomandoi Guardiola, Bayern justru selalu gagal melaju ke partai puncak Liga Champions. Meski tidak tertandingi di negeri sendiri, Bayern selalu mentok di semifinal ajang berebut supremasi klub-klub Eropa tersebut. Selama tiga musim itu, mereka selalu kandas di tangan tim-tim Spanyol.
Pada musim 2013/14, Bayern dihentikan Real Madrid. Musim berikutnya, giliran Barcelona yang membalas dendam dan di musim lalu, mereka dikandaskan Atletico Madrid. Guardiola, dengan segala reputasi yang menyertainya pun dicap gagal di Bayern.
Tetapi, apa sebenarnya yang membuat Bayern gagal di Eropa bersama Guardiola? Bukankah dengan lolos ke semifinal selama tiga musim berturut-turut mereka sebenarnya tidak jelek-jelek amat?
ADVERTISEMENT
Betul. Memang mereka tidak jelek-jelek amat. Tidak jelek malah. Namun, bagi klub seperti Bayern, "tidak jelek" tentu tidak bisa diterima. Mereka harus menang dan kalau menang pun, harus dilakukan dengan cara tertentu. Cara yang seksi, elegan, sekaligus mematikan. Itulah yang mereka harapkan dari Guardiola dan setelah tiga musim harapan itu selalu menguap, pelatih yang kini jadi manajer Manchester City itu pun dipersilakan angkat kaki.
Ada sebuah lelucon yang mengatakan bahwa Rencana B Pep Guardiola adalah tetap bertahan dengan Rencana A. Hal itu muncul karena Guardiola dikenal sebagai sosok kepala batu yang tidak sudi berkompromi demi hasil yang lebih baik sekalipun. Celaka bagi Guardiola, Bayern bukan Barcelona.
Suka tidak suka, kedua tim ini berbeda. Bukan berarti Bayern lebih buruk dibanding Barcelona, tetapi kenyataannya, mereka memang tidak sama. Walau akhirnya mampu cukup fasih mengejawantahkan isi otak Guardiola ke lapangan hijau, para pemain Bayern sejatinya tidak pernah didesain untuk memainkan sepak bola ala Barcelona.
ADVERTISEMENT
Bukti nyatanya, di bawah Jupp Heynckes yang sepak bolanya jauh lebih lugas dibanding sepak bola punya Guardiola, Bayern bisa dua kali masuk ke final Liga Champions dan menjuarai salah satunya. Sebelumnya, di era Ottmar Hitzfield yang serba pragmatis dan doyan memainkan lima bek, mereka pun mampu menjadi juara. Pendek kata, Bayern sebenarnya jauh lebih fleksibel dari apa yang diinginkan Guardiola.
Semua lawan yang menyingkirkan Bayern dibesut oleh pelatih-pelatih yang sudi berlaku pragmatis. Bahkan, Luis Enrique Martinez yang menangani Barcelona pun lebih fleksibel dan pragmatis dibanding Guardiola. Memainkan sepak bola yang jauh lebih lugas dan efisien, tim asuhan Enrique ketika itu mampu mengalahkan Bayern dengan kemenangan agregat 5-2.
Semusim sebelumnya, Bayern harus meladeni Real Madrid yang sedang dalam misi menggapai La Decima alias gelar juara kesepuluh. Dipimpin pelatih spesialis Liga Champions, Carlo Ancelotti, Real Madrid mampu memanfaatkan peluang sekecil-kecilnya untuk menundukkan Bayern. Duo bek sentral Jerome Boateng dan Dante Bonfim dituding menjadi biang keladi kekalahan Bayern.
ADVERTISEMENT
Ancelotti, dari lawan jadi kawan. (Foto: REUTERS/John Sibley)
Akan tetapi, jika duet Boateng-Dante mampu mengawal lini belakang Bayern dengan baik di bawah Heynckes, tentu masalah tidak terletak pada dua pemain itu. Ngotot-nya Guardiola memainkan sepak bola dengan garis pertahanan tinggi menjadi bumerang ketika dua bek tengah yang dimainkan adalah Boateng dan Dante. Khusus Dante, kecepatan memang bukan senjata utama bek asal Brasil ini dan ketika itu, Guardiola harus membayar harga mahal dari kengototannya itu.
Dengan tim yang nyaris tak berubah dari musim sebelumnya, Bayern dilumat 0-5 secara agregat oleh Real Madrid. Kegagalan pemain-pemain milik Heynckes untuk mengonversi penguasaan bola menjadi gol kemudian dimanfaatkan Cristiano Ronaldo dkk. untuk menghajar mereka tanpa ampun.
Terakhir, di musim lalu ketika mereka disingkirkan Atletico Madrid. Pada dua laga yang memecah belah penonton sepak bola menjadi purist dan pragmatist itu, Atletico berhasil meredam penguasaan bola Bayern menjadi tidak berarti apa-apa
ADVERTISEMENT
Pada kekalahan 0-4 dari Real Madrid (29/4/2014), kekalahan 0-3 dari Barcelona (5/5/2015), dan kekalahan 0-1 dari Atletico Madrid (27/4/2016), Bayern selalu mampu unggul dalam hal penguasaan bola. Namun, mereka selalu gagal mencetak gol. Ini adalah salah Guardiola yang tidak mau melakukan pendekatan berbeda.
Guardiola seharusnya paham bahwa tak semua yang dibawanya dari Barcelona bisa membuahkan hasil. Selain karena para pemain Barcelona yang dulu diasuhnya merupakan pemain bentukan sistem, para pemain Bayern pun sebenarnya sudah mampu menghancurkan warisan Guardiola dengan sepak bola yang lebih lugas.
Jika kegagalan menaklukkan tim-tim Spanyol itu adalah salah Guardiola, maka penunjukan Guardiola adalah salah Matthias Sammer. Tak heran jika bersamaan dengan hengkangnya Guardiola, pria yang pernah bermain untuk Dynamo Dresden ini pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai direktur olahraga.
ADVERTISEMENT
Musim ini, Bayern mencoba peruntungannya bersama Carlo Ancelotti. Jika dilihat dari segi permainan, tidak ada yang spesial dari tim asuhan Don Carletto. Akan tetapi, kekuatan pelatih satu ini ada pada manajemen orang. Dengan pemain-pemain yang sudah tahu caranya bermain bola dan menjadi juara, Ancelotti hanya perlu membenahi mental "nyaris" yang menjangkiti mereka selama tiga musim.
Sampai sejauh ini, rekor Bayern masih sama dengan sebelum-sebelumnya. Terlepas dari kekalahan mengejutkan di tangan Rostov, Bayern masih menunjukkan bahwa mereka adalah kandidat kuat juara di Liga Champions. Namun, ketika berbicara soal nasib sebuah tim di kompetisi akbar ini, sulit rasanya untuk membuat prediksi muluk-muluk. Masalahnya, dengan kualitas tim-tim yang nyaris setara, terkadang hal-hal di luar kontrol seperti keberuntungan pun memegang peranan besar.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, apakah kini nasib sudah mau memihak kembali pada Bayern Muenchen?