Community Shield: Ajang Bersejarah yang Tak Dianggap

1 Agustus 2017 14:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Community Shield kurang spirit kompetitif. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Community Shield kurang spirit kompetitif. (Foto: Reuters)
ADVERTISEMENT
"Bagi kami, laga ini tidak pernah menjadi laga hidup-mati; kami hanya menggunakannya sebagai barometer kebugaran [pemain]." - Sir Alex Ferguson jelang Community Shield 2008
ADVERTISEMENT
27 tahun, 38 gelar. Itulah resume Sir Alex Ferguson selama menjadi manajer Manchester United. Fakta bahwa dia bisa bertahan selama itu dan mengumpulkan sedemikian banyak gelar pun membuat statusnya di buku sejarah sepak bola terpatri: Sir Alex Ferguson, pelatih terbaik sepanjang masa.
Well, apakah Fergie memang yang terbaik sepanjang masa, itu masih bisa diperdebatkan, tentunya. Namun, jumlah trofinya di United, ditambah dengan apa yang dia persembahkan untuk Aberdeen dan St. Mirren, membuat koleksi totalnya menjadi 48. Jauh di atas pelatih-pelatih lainnya.
Sebagai contoh, persis di bawah Fergie, ada nama Mircea Lucescu, pelatih asal Rumania yang besar bersama Shakhtar Donetsk di Ukraina. Lucescu, selama 38 tahun melatih, punya koleksi 32 trofi. Sangat jauh, bukan?
ADVERTISEMENT
Namun, ada satu hal yang mengganjal dari koleksi trofi Ferguson. Memang benar bahwa dia punya 48 trofi. Namun, sepuluh dari total jumlah trofi itu dia raih di ajang Community Shield. Sebuah ajang yang ternyata, tak pernah dianggapnya penting. Jika memang kita mau menghilangkan Community Shield dari resume Fergie, koleksi trofi pria 75 tahun itu "hanya" akan mentok di angka 38. Tidak terlampau jauh dari milik Lucescu.
Agak ironis, memang. Di saat Fergie tidak menganggap Community Shield penting, ajang ini justru menjadi salah satu penyumbang trofi terbanyak bagi koleksi miliknya.
Nah, lalu mengapa sebenarnya Fergie tidak pernah menganggap Community Shield sebagai ajang yang penting? Bukankah ia sama saja dengan Piala Super Italia, Piala Super Spanyol, dan semacamnya?
ADVERTISEMENT
Well, tidak juga. Jadi, suatu kali saya pernah bertanya kepada seorang kolumnis sepak bola Inggris, John Brewin. Pertanyaan saya sama, "Kenapa Community Shield tidak dianggap sebagai trofi mayor?"
Jawaban Brewin singkat saja ketika itu, "Karena secara historis memang tidak pernah begitu."
Alex Ferguson, pelatih tersukses sepanjang masa. (Foto: Getty Images/Alex Livesey)
zoom-in-whitePerbesar
Alex Ferguson, pelatih tersukses sepanjang masa. (Foto: Getty Images/Alex Livesey)
Secara historis? Hmm, benar juga. Ada dua sebab utama, sebenarnya, mengapa Community Shield tidak dianggap sebagai sebuah ajang bergengsi. Pertama, karena pada dasarnya, terlepas dari apa pun namanya, ia adalah laga amal. Kedua, tak seperti Piala Super di negara-negara lain, ajang ini tidak eksklusif untuk juara liga dan piala saja.
Community Shield berawal dari laga amal antara klub profesional dan amatir terbaik yang bertajuk Sheriff of London Charity Shield. Ya, charity, alias amal, menjadi kata kunci di sini. Sejak awal pun, trofi tidak pernah menjadi tujuan utama. Maka dari itu, spirit ajang ini tidak jauh dari laga antarpensiunan pemain yang senantiasa digelar di jeda antarmusim. Aslinya begitu.
ADVERTISEMENT
Kemudian, ajang ini juga tidak eksklusif untuk para jawara saja. Dalam sejarahnya, Community Shield sudah pernah diikuti oleh tim-tim amatir, Tim Nasional Inggris, tim bentukan FA, juara Divisi Dua, bahkan juara Divisi Tiga. Meski format juara Divisi Satu/Premier League melawan juara Piala FA sudah dimulai sejak 1921, dalam perjalanannya, tidak selalu begitu.
Jika kita bicara soal Community Shield sebagai sebuah bentuk dari ajang Piala Super yang serius, hal ini baru dimulai pada 1974 silam. Padahal, FA Charity Shield pertama sudah digelar pada 1908 dan Sheriff of London Charity Shield bahkan dimulai pada 1898.
Tapi tunggu dulu. Bukankah Supercopa de Espana baru dimulai pada 1982 dan Supercoppa Italiana tahun 1988?
Barcelona juara Supercopa 2016. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Barcelona juara Supercopa 2016. (Foto: Reuters)
ADVERTISEMENT
Memang benar. Akan tetapi, Supercopa de Espana, misalnya, punya dua kejuaraan pendahulu yang digelar antara 1940-1953. Pada 1940 s/d 1945, juara La Liga dan Copa del Generalissimo (nama lawas Copa del Rey) bertemu dalam ajang Copa des Campeones yang belakangan berganti nama menjadi Copa Presidente FEF.
Kemudian, pada 1947, sebagai bentuk penghormatan terhadap Juan Peron dan istrinya, Eva, Federasi Sepak Bola Kerajaan Spanyol (RFEF) menggelar turnamen yang bertajuk Copa Eva Duarte de Peron. Formatnya sama: juara liga bertemu dengan juara piala.
Setelah absen selama 25 tahun, Spanyol yang sudah berbenah usai kematian Generalissimo Francisco Franco, kemudian menggelar Supercopa de Espana. Ajang ini mempertemukan juara La Liga dengan kampiun Copa del Rey dalam dua leg dan sampai sekarang, ajang ini dianggap sebagai sebuah trofi mayor.
ADVERTISEMENT
Itu Spanyol. Lalu, bagaimana dengan Italia? Nah, meski usianya muda, Supercoppa Italiana, seperti halnya Supercopa de Espana, diciptakan dengan spirit kompetitif. Meski bau eksebisinya tetap terasa dengan kerapnya laga ini digelar di luar negerti, gengsi yang dipertaruhkan di ajang ini tidak berkurang.
Fiorentina memenangi Supercoppa 1996. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Fiorentina memenangi Supercoppa 1996. (Foto: Wikimedia Commons)
Tentu Anda masih ingat bagaimana Milan menunjukkan superioritas mereka atas Juventus pada musim lalu, bukan? Selain menang di liga, mereka juga sukses menundukkan "Si Nyonya Tua" di Supercoppa.
Spirit kompetisi inilah yang tidak pernah dimiliki oleh Community Shield. Setidaknya begitu secara historis.
Akan tetapi, saat ini situasinya sudah sedikit berbeda. Setelah ditetapkan pada 1974 bahwa juara liga dan juara Piala FA wajib bertanding dalam ajang Charity/Community Shield di Wembley, harkat ajang ini sedikit demi sedikit mulai mampu terangkat.
ADVERTISEMENT
Terlebih, mereka yang bertanding di ajang ini kebanyakan adalah klub-klub besar seperti Manchester United, Liverpool, Arsenal, dan Chelsea. Jadilah kini Community Shield tak hanya sebagai pembuka tirai kompetisi saja, tetapi juga pembuktian diri bagi klub-klub yang bertanding ihwal siapa yang lebih siap menghadapi musim.