Luis Enrique sebagai Steve McQueen

9 Maret 2017 17:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Luis Enrique, Si Raja Comeback. (Foto: REUTERSs/Albert Gea)
"To cross the wire is death!"
Kapten Virgil Hilts, alias "The Cooler King", memang nekat. Sudah tahu ketika itu dia sedang berada di stalag*, dia tak pernah berhenti membuat kesal para penjaga. Bahkan, secara terang-terangan dia mengatakan kepada kepala penjara, Kolonel Angkatan Udara Von Luger, bahwa dia memang ingin kabur.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, dia telah berulang kali diperingatkan. "To cross the wire is death!" bentak salah seorang sipir kepadanya. Lewat kawat, kau bakal mampus!
Mendengar hardikan itu, Hilts justru bertanya balik, "Which wire?"
Kawat yang mana?
***
Luis Enrique Martinez tahu bahwa kans Barcelona untuk lolos ke perempat final amat tipis. Tak banyak tim yang mampu lolos setelah kalah dengan selisih empat gol di pertemuan pertama. Malah, ada tim yang sudah kalah empat gol di pertemuan pertama, mereka kembali kalah empat gol di pertemuan kedua.
Namun, Enrique tak peduli. Dia tahu bahwa mencetak banyak gol bukan masalah bagi tim yang dia asuh. Jangankan empat, delapan saja pernah.
Persoalannya, lawan yang harus mereka hadapi sama kuatnya. Jika mampu menang dengan selisih empat gol, tentu lawan itu bukan lawan sembarangan.
ADVERTISEMENT
Tetapi sekali lagi, Enrique tak peduli. Dan benar saja. Tim asuhannya menang dengan skor 6-1. Barcelona, dini hari (9/3) tadi, berhasil lolos dari maut.
Sama seperti Kapten Virgil Hilts yang menjadi aktor penting di balik kaburnya para tahanan perang dari Stalag Luft III, Luis Enrique menjadi orkestrator di balik kelolosan Barcelona ke perempat final. Kisah kaburnya para tahanan perang itu diabadikan dalam film The Great Escape keluaran 1963.
Dalam film yang berdasarkan kisah nyata tersebut, tokoh Kapten Hilts diperankan oleh Steve McQueen. Aktor legendaris asal Amerika Serikat itu dulunya merupakan seorang tentara. Setelah sempat tiga tahun menjadi marinir, dia banting setir menjadi aktor.
Setelah melewati dekade 1950-an tanpa peruntungan yang terlalu bagus, pintu kebintangan mengetuk lewat tawaran bermain sebagai koboi di The Magnificent Seven pada tahun 1960. Film itu sukses besar dan McQueen pun menjadi bintang baru di Hollywood.
ADVERTISEMENT
The Great Escape sendiri merupakan film sukses kedua McQueen. Sejak itu, dia banyak membintangi film-film legendaris seperti Bullitt, Papylon, dan The Getaway.
Meski akhirnya jadi identik sebagai bintang film laga, McQueen sebenarnya merupakan aktor yang serbabisa. Cara beraktingnya pun tidak seperti aktor-aktor laga generasi berikut yang sangat mengandalkan fisik. McQueen, dalam peran-perannya, lebih mengandalkan kharisma. Tak heran jika dia kemudian dijuluki "The King of Cool."
Enrique sendiri punya kualitas-kualitas yang dulu dipunyai McQueen. Selain merupakan pelatih hebat, Enrique juga dikenal sebagai sosok yang cukup flamboyan dalam berpenampilan. Meski begitu, seperti halnya McQueen yang tak segan berkotor-kotor di filmnya, Enrique pun demikian. Ketika masih aktif bermain dulu, Enrique dikenal sebagai sosok pemain yang meski berteknik tinggi, tetap mau bekerja keras untuk kepentingan tim.
ADVERTISEMENT
Kemudian, kedua orang ini pun sama-sama menyukai olahraga ekstrem. Tak lama setelah pensiun sebagai pemain, Enrique sempat menggeluti olahraga selancar. Sementara itu, kecintaan McQueen pada mobil dan motor balap pun bukan rahasia lagi.
The King of Cool, Steve McQueen. (Foto: Flickr)
Nah, bayangkan kemenangan Barcelona dini hari tadi merupakan sebuah film. Bayangkan Luis Enrique adalah Steve McQueen yang bertanya "which wire?" kepada sipir penjara. Bayangkan tanah lapang di luar tembok kawat penjara adalah babak perempat final. Dan bayangkan ketertinggalan tiga gol di menit ke-88 adalah para sipir bersenapan yang siap memberondong siapa saja yang nekat kabur.
The Great Escape sendiri akhirnya berakhir tragis. Akan tetapi, jika bagian itu yang ingin dijadikan pesan utama, tentu "the great escape" takkan dijadikan judul film. Di situ, apa yang ingin diceritakan adalah upaya untuk melawan keadaan, seperti halnya Barcelona yang harus membalikkan ketertinggalan empat gol. Toh, pada akhirnya, seperti kata Gerard Pique usai laga, kemenangan Barcelona itu adalah soal kegigihan.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang menyangka kalau Barcelona bakal mampu lolos dari hadangan PSG. Tidak ada yang menyangka pula bahwa ada 50 tahanan yang bisa lolos dari Stalag Luft. Siapa yang cukup waras untuk memprediksi bahwa Barcelona bakal mencetak tiga gol sejak menit ke-88? Manchester United saja "hanya" mampu mencetak dua gol di injury time final Liga Champions 1999.
Kata "great" dalam The Great Escape sendiri lebih merujuk pada banyaknya jumlah tahanan yang mampu melarikan diri. Sementara itu, The Great Escape milik Barcelona, jika memang nanti ada film dengan judul demikian, bakal merujuk pada bagaimana hebatnya mereka meloloskan diri.
Di film tersebut, Kapten Hilts akhirnya tertangkap lagi dan dijebloskan kembali ke dalam penjara. Sembari merenungi nasib, dia terus bermain-main dengan bola bisbol yang sebelumnya selalu menjadi kawan karib.
ADVERTISEMENT
Luis Enrique Martinez bakal mundur dari kursi kepelatihan Barcelona di akhir musim nanti. Seperti halnya Hilts yang harus kembali berhadapan dengan senyap, Luis Enrique bakal berada jauh dari ingar bingar sepak bola, meski (barangkali) hanya untuk sementara.
*) Stalag adalah sebutan bagi kamp tahanan perang Nazi Jerman.