Mengorek Cikal Bakal Community Shield

1 Agustus 2017 12:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Man Utd memenangi Community Shield 2016. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Man Utd memenangi Community Shield 2016. (Foto: Reuters)
ADVERTISEMENT
Setelah rehat selama dua setengah bulan, Premier League, kompetisi yang mendaku dan diaku para penggemarnya sebagai liga sepak bola terpopuler sejagat itu, akan kembali. Arsenal melawan Leicester City yang akan digelar Sabtu (12/8) dini hari WIB, akan menjadi pembukanya.
ADVERTISEMENT
Walau begitu, laga itu bukanlah laga kompetitif pertama Arsenal untuk musim 2017/18 mendatang dan ingat, kita tidak berbicara soal Emirates Cup yang berhasil mereka juarai walau kalah dari Sevilla itu. Tidak. Di sini, kita bicara soal Community Shield, sebuah ajang yang secara tradisional merupakan pembuka musim kompetisi di Inggris.
Di Community Shield 2017/18, Arsenal yang merupakan kampiun Piala FA, akan menghadapi Chelsea, juara Premier League musim lalu. Hari Minggu (6/8) mendatang, kedua klub dari London ini akan bertanding di Stadion Wembley.
Lalu, bagaimana sebenarnya asal-usul Community Shield ini? Sejak kapan ia dipertandingkan dan mengapa dulu ia disebut sebagai Charity Shield?
Semua berasal dari ide di kepala Sir Thomas Dewar, seorang pengusaha penyulingan wiski yang kaya raya. Meski aslinya merupakan seorang pengusaha dan berasal dari Skotlandia, Dewar kemudian terjun ke dunia politik di London, hingga akhirnya diberi gelar kebangsawanan.
ADVERTISEMENT
Pada 1897, di usianya yang baru 33 tahun, Dewar ditunjuk menjadi Sheriff of London. Dulu, jabatan ini merupakan jabatan penting di mana seorang sheriff memang benar-benar punya kekuasaan yudisial. Di zaman itulah Sir Thomas yang memang penggemar olahraga -- dia aktif sebagai pemilik dan pebalap kuda pacu -- menggunakan pengaruhnya untuk membuat perubahan di dunia olahraga.
Kala itu, sepak bola sebagai olahraga kompetitif masih berusaha untuk merangkak. Football League saja ketika itu baru berusia sembilan tahun dan masih banyak klub-klub Inggris Selatan yang menolak profesionalitas.
Sir Thomas Dewar (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Sir Thomas Dewar (Foto: Dok. Pribadi)
London, secara geografis, berada di Inggris sebelah selatan dan kala itu, sama sekali belum ada klub sepak bola profesional di kota itu. Sebagai catatan, Woolwich Arsenal (cikal bakal Arsenal) adalah klub sepak bola London pertama yang beralih menjadi profesional dan hal itu baru mereka lakukan pada 1891.
ADVERTISEMENT
Yang menarik, ketika itu, tim amatir justru lebih hebat dibanding klub profesional. Corinthian, contohnya.
Corinthian adalah sebuah klub amatir yang dibentuk di sekolah swasta. Mereka, kala itu, hanya bermain di pertandingan-pertandingan persahabatan. Walau begitu, mereka mampu menyumbangkan 17 pemain amatir ke Tim Nasional Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia. Ini belum termasuk 91 pemain profesional yang turun membela Corinthian di kala senggang.
Agak aneh, memang, situasi ini. Akan tetapi, ketika itu para pemain amatir terdiri dari para pelajar dan mahasiswa. Menilik kondisi di zaman tersebut, para pelajar dan mahasiswa itu berasal dari kalangan berada. Mereka pun punya akses terhadap nutrisi dan kesehatan yang lebih baik dibanding para pemain profesional yang kebanyakan berasal dari kelas pekerja.
ADVERTISEMENT
Corinthian musim 1896/97. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Corinthian musim 1896/97. (Foto: Wikimedia Commons)
Sir Thomas Dewar melihat fenomena ini sebagai sebuah kesempatan. Di sebelah utara sampai Midlands, ada klub-klub profesional yang bertanding secara rutin secara kompetitif. Di selatan, ada klub-klub amatir yang kualitasnya sama sekali tidak kalah. Dewar pun berpikir bahwa apabila klub profesional dan amatir terbaik dipertemukan, orang akan tertarik untuk menonton dan uang yang didapat nantinya bisa disumbangkan untuk amal.
Jadilah kemudian pada 24 Maret 1898, Corinthian bertanding melawan Sheffield United yang merupakan juara Football League dalam ajang bertajuk Sheriff of London Charity Shield. Pertandingan ini sendiri berakhir imbang tanpa gol dan kedua klub menjadi juara bersama. Adapun, trofi -- atau tameng -- yang mereka dapatkan hari itu adalah trofi terbesar dalam sejarah sepak bola, dengan tinggi mencapai enam kaki atau sekitar 183 cm.
ADVERTISEMENT
Sheriff of London Charity Shield ini, sayangnya, hanya bertahan selama sembilan tahun. Penyebabnya adalah, dalam kurun waktu itu, sepak bola profesional mampu berkembang melewati sepak bola amatir.
Trofi Sheriff of London Charity Shield. (Foto: Twitter/Tom Coast)
zoom-in-whitePerbesar
Trofi Sheriff of London Charity Shield. (Foto: Twitter/Tom Coast)
Ini terbukti dari kerapnya Corinthian yang merupakan wakil tetap (kecuali pada 1899 di mana wakil klub amatir adalah Queens Park dari Skotlandia) klub amatir di ajang ini. Dari sembilan kali berlaga, klub yang menginspirasi Corinthians dan Real Madrid ini hanya menang tiga kali. Itu pun sudah termasuk gelar juara pertama di tahun 1898.
Setelah Sheriff of London Charity Shield berakhir pada 1907 di mana Newcastle United sukses mengalahkan Corinthian 5-2. Adapun, ajang ini nantinya bakal dibangkitkan kembali dengan tujuan murni untuk menggalang dan terakhir kali dipentaskan pada 1983 ketika Watford mengalahkan Corinthian Casuals (gabungan antara Corinthian dengan The Casuals) dengan skor 6-1.
ADVERTISEMENT
Setelah Sheriff of London Charity Shield bubar, Football Association (FA) mengambil alih kompetisi ini dan menggantikannya dengan FA Charity Shield. Meski punya semangat yang sama, yakni menggalang dana untuk amal, Charity Shield ini punya format berbeda.
Tak lagi mempertemukan klub amatir terkuat dengan klub profesional terbaik, FA Charity Shield awalnya mempertemukan juara Football League dengan juara Southern Football League. Nah, Southern Football League ini adalah liga profesional yang diciptakan untuk mengejar ketertinggalan klub-klub Inggris Selatan dalam kompetisi profesional.
Manchester United di Charity Shield 1908. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Manchester United di Charity Shield 1908. (Foto: Wikimedia Commons)
Laga FA Charity Shield pertama digelar di Stamford Bridge dan mempertemukan Manchester United dengan Queens Park Rangers. Pada laga pertama, kedua tim bermain imbang 1-1 sebelum United menang 4-0 pada laga kedua. Laga ini sendiri merupakan satu-satunya laga Charity/Community Shield yang harus dituntaskan dengan laga ulangan.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangannya, ajang ini senantiasa mengalami perubahan format. Pada tahun 1913, 1923, 1924, 1925, 1926, dan 1929, misalnya, yang bertanding di sini bukanlah klub melainkan English Professionals XI melawan English Amateurs XI. Kemudian, format juara liga melawan juara Piala FA sendiri baru pertama kali dijalankan pada tahun 1921 ketika Tottenham Hotspur mengalahkan Burnley 2-0, dan baru kembali pada tahun 1930.
Format ini sendiri kemudian bertahan hingga saat ini. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian yang pernah terjadi.
Pertama, pada tahun 1950 ketika Charity Shield dipentaskan oleh Tim Nasional Inggris di Piala Dunia 1950 melawan Tim FA yang melakukan tur ke Kanada. Di sini, tim Piala Dunia menang 2-0.
Timnas Inggris di Piala Dunia 1950. (Foto: FIFA)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Inggris di Piala Dunia 1950. (Foto: FIFA)
Kedua, pada tahun 1961. Karena ketika itu Spurs menjadi juara liga dan Piala FA sekaligus, maka lawan yang mereka hadapi pun harus disesuaikan. Akhirnya, FA Select XI pun bertanding melawan Danny Blanchflower dan rekan-rekan. Di laga itu, Spurs menang 3-2.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada tahun 1971, ketika dua klub yang seharusnya bertanding adalah Arsenal sebagai juara liga dan Piala FA melawan Liverpool yang merupakan runner-up Piala FA. Namun, ketika itu Arsenal berhalangan tampil karena harus mengikuti tur pramusim komersial. Akhirnya, Leicester City, sebagai juara Divisi Dua, pun diundang untuk menggantikan Arsenal. Menariknya, The Foxes justru sukses keluar sebagai pemenang.
Nah, kejadian pada tahun 1971 itu merembet ke tahun 1972 dan 1973. Pada tahun 1972, Derby County yang merupakan juara liga dan Leeds United yang merupakan juara Piala FA sama-sama menolak untuk tampil di Charity Shield.
Mereka pun kemudian digantikan oleh Manchester City (peringkat empat di liga) dan Aston Villa (juara Divisi Tiga). Pada tahun berikutnya, City yang finis kesebelas pada musim 1972/73 kembali tampil di Charity Shield dengan menghadapi juara Divisi Dua, Burnley.
ADVERTISEMENT
Arsenal 1971 (Foto: Pinterest)
zoom-in-whitePerbesar
Arsenal 1971 (Foto: Pinterest)
Apa yang terjadi pada 1971 s/d 1973 itu kemudian membuat sekretaris FA, Ted Croker, mengusulkan perubahan. Mulai 1974, Charity Shield digelar di Wembley dan baik juara liga maupun juara Piala FA wajib ikut serta. Mulai saat itulah Charity/Communtiy Shield kemudian menjadi ajang yang kita kenal saat ini. Semua laga digelar di Wembley dengan pengecualian tahun 2001 s/d 2006 dan 2012, ketika Wembley direnovasi dan menjadi tuan rumah Olimpiade.
Adapun, dalam kurun waktu 1974 s/d 1992, Charity Shield masih mengenal konsep juara bersama. Di sana, ada lima pertandingan yang berakhir dengan hasil imbang. Dengan menjadi juara bersama, masing-masing klub memegang trofi Charity Shield selama enam bulan sampai musim kompetisi berakhir.
ADVERTISEMENT
Baru pada 1993, konsep perpanjangan waktu dan adu penalti diperkenalkan. Ketika itu, Manchester United sukses menundukkan Arsenal usai bermain 1-1 di waktu normal.
Pada tahun 2002, terjadilah perubahan termutakhir pada Charity Shield. Ketika itu, Charity Commission for England and Wales menganggap FA melakukan pelanggaran dalam memproses pendapatan Charity Shield ke lembaga amal. Karena Charity Shield sudah tidak memenuhi syarat sebagai ajang amal, namanya pun kemudian diganti menjadi Community Shield, sampai sekarang.