Rafael Nadal: Mengejar Sejarah Seraya Menutup Sebuah Era

11 September 2017 12:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rafael Nadal di final AS Terbuka. (Foto: Reuters/Shannon Stapleton)
zoom-in-whitePerbesar
Rafael Nadal di final AS Terbuka. (Foto: Reuters/Shannon Stapleton)
ADVERTISEMENT
"Tentu saja ini adalah tahun yang sangat spesial. Bukan begitu?" ucap Rafael Nadal selepas laga final Amerika Serikat Terbuka yang tidak terlalu melelahkan itu. Senin (11/9) dini hari WIB, Kevin Anderson, petenis unggulan ke-28 dari Afrika Selatan tak diberi ampun oleh Nadal. Hanya dalam tiga set—6-3, 6-3, dan 6-4—perlawanan pria asal Johannesburg itu berhasil dituntaskan oleh Nadal.
ADVERTISEMENT
Memang ada perbedaan kelas yang terlampau jauh di antara keduanya. Meski sama-sama berusia 31 tahun, final ini adalah yang pertama bagi Anderson di ajang Grand Slam dan rasa-rasanya, meski peringkat dunianya naik drastis ke angka 15, ini adalah puncak karier yang takkan bisa diulangi atau dilebihi oleh Anderson.
Ketika musim tenis 2017 dimulai, tak ada yang menyangka kalau jagat tenis putra bakal kembali dikuasai oleh Nadal dan seteru abadinya, Roger Federer. Cedera yang mendera dua legenda ini dalam beberapa tahun belakangan membuat performa mereka melorot dan akhirnya, harus memulai musim 2017 di urutan sembilan serta 17 dunia.
Seharusnya, tahun ini adalah tahunnya Novak Djokovic dan Sir Andy Murray yang begitu dominan pada 2016 lalu. Akan tetapi, roda berputar. Tahun ini giliran Djokovic dan Murray yang dihantui cedera, sementara Nadal dan Federer kembali ke puncak.
ADVERTISEMENT
Empat trofi Grand Slam dibagi rata oleh Nadal dan Federer secara bergantian. Federer membuka dengan gelar Australia Terbuka sebelum Nadal menjuarai Prancis Terbuka—gelar Grand Slam pertamanya sejak 2014. Setelah itu, Federer, secara tidak mengejutkan, menjadi kampiun di Wimbledon dan kini, Nadal menutupnya dengan gelar AS Terbuka.
Untuk ukuran Nadal, tiga tahun tanpa gelar Grand Slam rasanya memang terlalu lama. Sejak menjuarai Prancis Terbuka 2014 lalu, Nadal mengalami penurunan. Dua cedera, masing-masing di bagian lutut dan lengan, membuat keponakan Miguel Angel Nadal ini tertatih selama tiga tahun terakhir. Namun, memasuki tahun ke-16 karier profesionalnya ini, cedera-cedera itu seperti tak berbekas.
Dua gelar Grand Slam yang diraih Nadal tahun ini membuat koleksi Grand Slam-nya ada di angka 16. Dengan demikian, rekor Pete Sampras kini telah berhasil dia lewati dan dengan koleksi tiga gelar Grand Slam lebih banyak, hanya Roger Federer seoranglah yang menghalangi Nadal dari status petenis putra terhebat sepanjang sejarah.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, tahun 2017 ini bukanlah tahun terbaik Nadal. Pada tahun 2008 lalu, dia berhasil membawa pulang dua Grand Slam—Prancis Terbuka dan Wimbledon—serta medali emas Olimpiade. Kemudian, pada tahun 2010, pria asal Manacor ini memborong gelar Prancis Terbuka, Wimbledon, dan Amerika Serikat Terbuka sekaligus. Akan tetapi, tahun 2017 inilah yang menjadi tahun paling berarti bagi Nadal.
Nadal dengan trofi AS Terbuka 2017. (Foto: REUTERS/Mike Segar)
zoom-in-whitePerbesar
Nadal dengan trofi AS Terbuka 2017. (Foto: REUTERS/Mike Segar)
Selain karena keberhasilannya menaklukkan cedera dan melewati rekor Sampras tadi, tahun ini menjadi begitu spesial bagi Nadal karena setelah ini, dia dan pamannya, Toni Nadal, akan berpisah.
Toni Nadal, 57 tahun, adalah sosok paling berarti bagi karier Rafael Nadal sebagai petenis. Setelah mengalahkan Anderson, Nadal berujar, "Rasa terima kasihku takkan cukup untuknya. Tanpa dirinya, aku tidak akan bermain tenis dan tentunya, dia adalah salah satu orang terpenting dalam hidupku."
ADVERTISEMENT
Toni mengenalkan Rafa kepada tenis saat usianya masih tiga tahun. Ketika itu, Toni Nadal yang juga merupakan mantan petenis profesional masih menjadi pelatih di akademi setempat. Meski Rafa bisa saja meninggalkan Manacor dan berlatih di tempat yang lebih baik, dia tak pernah melakukannya. Bagi Rafa, Toni adalah guru terbaik yang bisa dia dapatkan.
Dan benar saja. Hampir tiga dekade setelah Toni memberi raket pertama kepada Rafa, kemenakannya itu berada di ambang pintu sejarah. Hal ini, bagi Toni, sudah lebih dari cukup dan meski ketika itu dia belum mengetahui bahwa akhirnya Rafael Nadal akan menambah koleksi gelar Grand Slam, pada bulan Februari lalu, Toni menyatakan bahwa ini adalah tahun terakhirnya mendampingi Rafa.
ADVERTISEMENT
Rafael dan Toni Nadal di Prancis Terbuka. (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
zoom-in-whitePerbesar
Rafael dan Toni Nadal di Prancis Terbuka. (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
Di usianya yang sudah semakin menua, Toni memutuskan untuk kembali ke Manacor dan menjadi pelatih di Rafa Nadal Academy. Di sana, dia berharap akan bisa menemukan Rafael Nadal berikutnya. Selain itu, dengan mudik ke kampung halaman, dia juga bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarganya.
Meski berbau spekulasi, rasanya menyebut keputusan pamannya itu untuk pensiun dari dunia tenis profesional adalah salah satu alasan mengapa Nadal bisa kembali berjaya sepertinya tidak berlebihan. Biar bagaimana pun, menutup kebersamaan dengan sebuah gelar Grand Slam adalah ucapan terima kasih terbaik yang bisa diberikan olehnya.
Walau begitu, tahun-tahun ke depan bakal menjadi tantangan yang sesungguhnya bagi Nadal. Tanpa bimbingan pamannya, dia bakal memburu rekor Roger Federer. Selain itu, kembalinya Djokovic dan Murray serta mencuatnya darah-darah muda macam Denis Shapovalov dan Alexander Zverev Jr. juga bakal menjadi rintangan tersendiri bagi Nadal untuk menjadi yang terhebat sepanjang masa.
ADVERTISEMENT
Mampukah Nadal? Entahlah, tetapi menurut legenda-legenda tenis seperti Jim Courier, Mats Wilander, dan Andre Agassi, dengan usia yang lima tahun lebih muda dari Federer, Nadal sangat mungkin untuk bisa menyalip rekor petenis asal Swiss itu. Meski begitu, semua itu baru akan bisa dibuktikan mulai tahun depan dan rasanya, semua penggemar tenis sudah tak sabar lagi untuk segera masuk ke tahun 2018.