Satu Rasa OGC Nice dan RB Leipzig di Liga Champions Musim Depan

19 April 2017 6:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Nice lolos ke Liga Champions lagi sejak 1970. (Foto: Reuters/Eric Gaillard)
Liga Champions sebagai kompetisi sepak bola regional paling wah adalah sebuah dogma. Ajang ini bukan hanya pertandingan sepak bola antarkesebelasan, tetapi juga sarana pamer siapa kesebelasan paling kuat di Eropa dan menyandang kesebelasan terbaik.
ADVERTISEMENT
Tak heran, banyak kota sepak bola Eropa memiliki mimpi untuk dapat bermain di kompetisi ini. Bagi kesebelasan-kesebelasan kecil Eropa, sekadar bermain di babak kualifikasi kompetisi ini saja rasanya sudah seperti mendapatkan segala-galanya.
Dari beberapa di antara kota sepak bola yang memiliki mimpi tersebut, Nice dan Leipzig termasuk di antaranya. Mereka, lewat OGC Nice dan RasenBallsport Leipzig, berusaha membuat agar kota mereka setidaknya disinggahi oleh kompetisi yang lagu temanya diciptakan oleh komponis Tony Britten ini.
Selayaknya pepatah "Ada hadiah bagi orang-orang yang sabar", Tuhan menjamah mimpi mereka. Pekan lalu, baik OGC Nice maupun RB Leipzig mendapatkan hadiah atas konsistensi mereka musim ini: bermain di Liga Champions musim depan.
Hasil baik yang didapatkan oleh kedua kesebelasan akhir pekan lalu, OGC Nice mengalahkan Nancy 3-1 sementara RB Leipzig mengalahkan Freiburg 4-0, membuat mereka kini menaruh satu kakinya di Liga Champions.
ADVERTISEMENT
OGC Nice sendiri berhak lolos setelah memastikan bakal mengakhiri musim pada posisi tiga besar klasemen karena raihan 73 poin mereka tidak akan dapat disalip oleh Olympique Lyonnais yang memiliki 54 poin dengan lima pertandingan tersisa.
Hal serupa terjadi pada RB Leipzig. 61 poin yang sudah mereka dapatkan saat ini dipastikan tidak akan mampu disalip oleh Hertha Berlin yang berada di posisi kelima Bundesliga dengan 43 poin. Dengan lima pertandingan tersisa, Hertha hanya akan memiliki poin maksimal 58.
Perjuangan keduanya untuk dapat bermain di Liga Champions memang tidak mudah. Keduanya tidak bermain dalam kompetisi yang level persaingannya mudah dan tentu saja, keduanya harus melewati hadangan kesebelasan yang memiliki riwayat lebih soal bermain di ajang ini.
ADVERTISEMENT
OGC Nice mengalami dua hal di atas musim ini. Lewat kekuatan finansial yang tidak seberapa, mereka harus bertarung mati-matian dengan kesebelasan Prancis yang memiliki riwayat bermain di kompetisi ini, seperti Olympique Lyonnais, Olympique Marseille, hingga kesebelasan dengan finansial super, seperti AS Monaco dan Paris Saint-Germain.
Tidak hanya itu, keberhasilan mereka untuk lolos ke Liga Champions juga tidak didukung oleh sejarah penampilan mereka di kompetisi ini. 14 kali berpartisipasi di kompetisi ini, OGC Nice tak sekalipun mendapatkan prestasi yang membuat mereka layak untuk dipuji.
Itu baru soal bola. Soal kota, Nice – daerah asal OGC Nice – bukanlah kawasan yang memiliki sejarah melahirkan pesepakbola berbakat di Prancis. Ia bukanlah Lyon, Marseille, atau Paris, yang memang dari hawanya saja, mampu membakar semangat orang untuk bermain sepak bola.
ADVERTISEMENT
Meteor dari Jerman Timur: RB Leipzig (Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach)
Setali tiga uang dengan yang dilakukan oleh Nice di Ligue 1, RB Leipzig memberikan warna yang baru di Bundesliga. Sebagai kesebelasan baru – Leipzig baru berdiri 2009 lalu, mereka tak sungkan untuk menghadapi kesebelasan yang memiliki pengalaman segudang di kompetisi sepak bola Jerman.
Musim 2016/17, yang notabene adalah musim perdana mereka di Bundesliga, RBLeipzig sama sekali tak canggung. Di saat banyak kesebelasan Bundesliga membeli pemain-pemain yang tak laku di Premier League, atau kompetisi lain, Red Bull Leipzig dengan sombongnya hanya mengandalkan pemain muda.
Jelang berakhirnya kompetisi ini, pilihan mereka membuahkan hasil. Dari 29 pekan yang sudah dilangsungkan, posisi terburuk RB Leipzig adalah peringkat kedelapan. Itu pun hanya berlangsung tujuh pekan, dan pekan-pekan selanjutnya mereka isi dengan terus bertengger di urutan kedua.
ADVERTISEMENT
Lain Nice, lain RB Leipzig. Di saat Nice lahir lewat proses yang otentik, RB Leipzig lahir lewat proses instan. Bantuan perusahaan minuman berenergi, Red Bull, membuat mereka tak perlu pontang-panting mencari dana talangan untuk mengoperasikan kesebelasan.
Keberadaan OGC Nice dan RB Leipzig di Liga Champions memang menarik untuk disaksikan. Pertanyaannya sekarang: Akan sejauh mana mereka bertahan di kompetisi yang sudah mengharuskan pesertanya bunuh membunuh sejak awal itu?